Berita Viral

Pemilik Sekolah Elite Al Kareem Islamic di Bekasi Nunggak Cicilan 3 Tahun, 8 Unit AC Ditarik Leasing

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

YAYASAN AL KAREEM SCHOOL NUNGGAK- (kiri) suasana para wali murid datangi Al Kareem Islamic School. (kanan) Fasilitas AC di sekolah bodong yang sudah disegel Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, yakni Al Kareem Islamic School, Kecamatan Bekasi Utara, disita leasing, Selasa (24/6/2025). Pemilik yayasan Al Kareem Islamic School memiliki tunggakan angsuran Rp15 juta sejak 2022, yang artinya sudah 3 tahun, kini fasilitas ditarik leasing

"Iya bisa kami nyatakan itu sekolah bodong," kata Warsim. 

Warsim menjelaskan bahwa sekolah tersebut dikategorikan bodong karena tak mendaftarkan nomor induk siswa nasional (NISN) ke Data Pokok Pendidikan (Dapodik). 

Selain itu, kegiatan pembelajaran yang diterapkan juga tak sesuai dengan kurikulum yang dijanjikan.

"Di mana sekolah tersebut sebelumnya menjanjikan kurikulum berbasis Cambrigde, nyatanya tidak," ungkap dia. 

Atas dasar tersebut, pihaknya pun menyegel sekolah agar tidak menerima siswa baru dan menggelar KBM.

Yayasan Janji Tanggung Jawab

Sementara, pihak Al Kareem Islamic School berjanji akan bertanggung jawab dengan menjual seluruh aset sekolah untuk mengganti kerugian yang dialami seluruh wali murid. 

"Untuk kerugian yang dirasakan dan dialami oleh orangtua murid itu semua, yayasan akan menjual aset semuanya," kata kuasa hukum Yayasan Al Kareem Islamic School, Mario Wilson Alexander saat dikonfirmasi, Rabu (18/6/2025). 

Selain mengganti kerugian wali murid, penjual aset tersebut juga untuk melunasi gaji guru yang sempat menunggak.

"Semuanya dibayarkan karena ijazahnya yang kemarin ditahan sudah dikembalikan semua, jadi clear ijazah ditahan tidak ada," ujar dia. 

Mario juga mengungkapkan, masalah keuangan menjadi penyebab timbulnya dinamika di internal Al Kareem Islamic School. 

Hanya saja, Mario tak bisa menjelaskan secara rinci persoalan keuangan yang dimaksud.

"(Penyebabnya) keuangan, karena memang ada sesuatu hal yang bisa diekspos dan ada yang enggak," ungkap Mario. 

Bantu carikan sekolah Pihak yayasan juga berjanji akan mencarikan peserta didik yang naik dari jenjang TK ke SD dengan dibantu dari Disdik Kota Bekasi. 

Mengingat, para peserta didik tersebut sebelumnya tak didaftarkan ke Dapodik. 

"Yayasan akan mengikuti arahan selanjutnya dari dinas pendidikan," imbuh dia.

Guru Ngaku Diperlakukan Seperti ART

Seorang guru, Salsabila Syafwani, mengatakan, cara-cara kepala yayasan yang juga kepala sekolah memperlakukan para guru seperti asisten rumah tangga (ART) membuat ia bersama rekan guru lainnya menjadi resah.

"Kami kan dikontrak sebagai staf pendidik, tapi terkadang kami tuh diberikan jobdesk di luar tugas kami sebagai guru, jadi kadang masalahnya di situ aja sih," kata Salsabila saat diwawancara Senin (16/6/2025).

Anisa Dwi Zahra, guru lainnya, menjelaskan, dia bersama guru-guru lainnya diperlakukan mirip pembantu rumah tangga.

"Saya pernah disuruh belanja kebutuhan rumah tangga, nganter jemput anak beliau. Jadi banyak job desk yang tidak sesuai dengan tugas kami, jadi kita tuh disuruh jalani job desk kayak ART-nya mereka," jelas Anisa, Senin (16/6/2025).

Bahkan kata Anisa, dirinya sempat diminta membeli ayam goreng untuk anak pemilik yayasan dan lokasinya pun cukup jauh.

"Saya pernah disuruh membeli ayam goreng jauh-jauh ke Jatiasih, padahal ayam goreng di sekitar sini (Bekasi Utara) kan juga ada, Saya sudah komplain, kenapa beli jauh-jauh, terus dari pihak yayasan tidak tahu alasannya apa, akhirnya ya saya jalanin aja," tuturnya.

Meskipun kerap diberikan uang tambahan, namun Anisa tetap keberatan dengan perlakuan kepala yayasan tersebut.

"Dapat uang bensin, tapi keberatan karena jauh sih, jarak dari sini ke tempat ayamnya itu kan lumayan jauh," ucapnya dengan wajah cemberut.

Tenaga pelajar lainnya, Raihan Tri Wahyudi, menegaskan setiap hari sebelum bekerja, ia selalu diminta ke rumah pemilik yayasan terlebih dahulu untuk mengantar anaknya sekolah.

"Setiap hari sebelum bekerja, harus ke rumah beliau (pemilik yayasan) untuk mengantar anak-anaknya berangkat sekolah," ucapnya.

Raihan mengatakan dirinya berat hati menolak permintaan pemilik yayasan karena menyadari dirinya berstatus karyawan.

"Untuk biaya tambahan saya cuma dapat gaji selama kerja di kantor sebagai staff education tapi saya bekerja kebanyakan di rumah beliau (pemilik yayasan) mengantar anak-anaknya ke sekolah, ke tempat les, dan belanja itu saya," tutur Raihan.

Kompak Resign Massal

Salsabila menjelaskan resign massal yang dilakukan tujuh orang guru itu dibuktikan dengan lembaran kertas yang ditandatangani di atas materak oleh seluruh guru dan kepala yayasan sekaligus diduga menjabat kepala sekolah.

Usai resign massal itu dilakukan, pihak guru mengaku sudah tidak berkomunikasi sedikitpun dengan kepala yayasan

"Sejujurnya dari per Juni itu kami sudah lost contact, tepatnya 13 Juni itu lost contact dalam artinya memang tidak mau komunikasi saja," jelasnya. 

Salsabila menuturkan informasi resign massal pihaknya rupanya tidak diberitahu oleh kepala yayasan kepada seluruh orangtua murid.

Bahkan pihak guru tidak lagi bisa atau diperkenankan berkomunikasi oleh kepala yayasan kepada orangtua murid melalui akun email sekolah yang sebelumnya kerap difungsikan untuk wadah komunikasnya.

Mengingat akun email sekolah tersebut sudah diganti password, dan para guru tidak mengetahuinya.

"Kami juga sudah kehilangan akses untuk memberitahukan informasi kepada parents (orangtua murid), jadi kami tidak tahu-menahu lagi untuk memberitahukan hal tertentu kepada parents," tuturnya.

(*)

Baca berita lainnya di google news

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkini