Dokter RSUD Sekayu Dianiaya

Pengamat Dukung Langkah Hukum Dokter RSUD Sekayu yang Dipaksa Keluarga Pasien Buka Masker

Pengamat Kebijakan Publik Unsri M. Husni Thamrin mendukung langkah hukum yang ditempuh dr. Syahpri terhadap keluarga pasien RSUD Sekayu

YouTube Tribun Sumsel
DOKTER DIANIAYA -- Tangkap layar keluarga pasien berbuat arogan ke dokter RSUD Sekayu. Pengamat Kebijakan Publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya Dr. M. Husni Thamrin, M.Si, mendukung langkah hukum yang diambil korban dan pihak rumah sakit terkait kasus ini. 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pengamat Kebijakan Publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya Dr. M. Husni Thamrin, M.Si mendukung langkah hukum yang ditempuh dr Syahpri Putra Wangsa terhadap keluarga pasien di RSUD Sekayu

Sebelumnya, viral saat dr. Syahpri Putra Wangsa yang bertugas di RSUD Sekayu mengalami intimidasi berupa makian dan dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien. 

Menurut Dr. M. Husni Thamrin, M.Si, kejadian ini seharusnya menjadi pengingat bahwa rumah sakit harus benar-benar aman. 

"Kita mengutuk keras kekerasan terhadap tenaga kesehatan di RSUD Sekayu. Apa pun alasan dan situasinya, keselamatan nakes adalah garis merah yang dilindungi undang-undang," kata Husni Thamrin, Jumat (15/8/2025). 

Menurutnya, kasus ini menjadi pengingat bahwa rumah sakit harus benar-benar aman dengan SOP pengamanan yang tegas, jalur komplain yang jelas, dan komunikasi klinis yang empatik. Sementara proses hukum tetap berjalan.

Pelajaran berharga dari kasus viral RSUD Sekayu ini pertama, zero tolerance pada kekerasan terhadap nakes. Ini bukan sekedar etika, tapi amanat UU Kesehatan No.  17/2023. 

Kedua, fasyankes perlu memperkuat manajemen keselamatan (petugas keamanan, panic button, CCTV, prosedur triase dan de-escalation). 

Ketiga, sediakan jalur keluhan yang tertib (petugas patient relation/humas jaga) agar emosi keluarga tersalurkan tanpa mengganggu layanan klinis. 

"Pemerintah pusat pun sudah mengecam dan mendampingi proses hukum, yang perlu kita dukung bersama. Karena sejatinya, proses hukum harus tetap berjalan," katanya. 

Baca juga: RSUD Sekayu Sebut Tak Ada Beda Pelayanan VIP dan Umum, Buntut Keluarga Pasien Kecewa dan Maki Dokter

Baca juga: VIDEO Detik-detik Keluarga Pasien Ngamuk, Paksa Dokter RSUD Sekayu Lepas Masker Saat Periksa Pasien

Pengamat dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr M Husni Tamrin
Pengamat dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr M Husni Tamrin (Tribunsumsel.com)

Kemudian, soal ketersediaan fasilitas dan pelayanan di RS Pemerintah menurut Husni, secara jumlah, fasilitas rujukan terus bertambah, termasuk pertumbuhan juga pada puskesmas dan klinik. 

"Tantangannya, mutu dan kapasitas tidak merata antarwilayah serta antrean tinggi di RSUD besar," katanya. 

Maka, solusinya kombinasi penguatan layanan primer, rujukan berjenjang yang disiplin, penambahan tempat tidur/alat prioritas, dan manpower planning yang presisi di tiap daerah. 

"Soal apakah fasilitas sudah merata atau masih terpusat di ibukota, jelas masih cenderung terkonsentrasi di kota besar terutama dari sisi SDM dan layanan spesialistik. Rasio tenaga medis pun timpang yang berimbas pada ketidaksetaraan layanan," katanya. 

Kemudian, soal Nakes/dokter spesialis yang formasi CPNS/PPPK kerap kosong apakah karena gaji ASN kecil dan swasta lebih menarik? Menurutnya, itu faktornya multi dimensi. 

"Bukan hanya soal gaji, lokasi, beban kerja, namun dukungan alat/tim ikut menentukan juga. Bentuk, remunerasi dan insentif daerah kerap belum kompetitif di sebagian wilayah. Selain itu,  lokasi dan fasilitas kerja seperti alat, tim, beban jaga yang membuat banyak spesialis memilih kota besar/RS swasta," katanya. 

Persoalan lain, keterbatasan pasokan spesialis nasional dan maldistribusi, serta formasi daerah 3T yang kurang diminati.

Pemerintah sendiri mencatat porsi formasi CASN 2023 yang masih banyak belum terisi dan Kemenkes menyoroti hal tersebut. 

Menkes Turun Tangan

Kementerian Kesehatan RI mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga pasien terhadap dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD, yang saat itu tengah menjalankan tugas pelayanan kesehatan di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 

Diketahui dr. Syahpri dipaksa oleh keluarga pasien untuk melepas masker dan mendapatkan kekerasan verbal.

Tindakan ini telah menghalangi dr. Syahpri dalam menjalankan prosedur pencegahan penularan penyakit infeksius yang merupakan bentuk kekerasan verbal dan berpotensi membahayakan keselamatan semua pihak. 

"Saya turut prihatin terhadap kejadian kekerasan verbal dan fisik yang dialami oleh dokter Syahpri di RSUD Sekayu, Provinsi Sumatera Selatan," kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan video yang diposting di media sosial @bgsadikin.

Menurutnya, pada tanggal 12 Agustus kemarin, beliau mendapatkan tindakan kekerasan secara verbal dan fisik oleh keluarga pasien. 

"Saya ingin menegaskan kembali kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kekerasan dan pelecehan terhadap siapapun tidak dapat ditolerir," katanya

Menteri Kesehatan sangat menghargai tenang medis seperti Dokter Syahpri, seorang dokter subspesialis yang bersedia bersedia mengabdi di Kabupaten Sekayu yang berlokasi 4 jam tempuh dari kota Palembang mendapat perlakuan tersebut.

Tenang medis berhak untuk mendapatkan perlindungan dan rasa aman, saat menjalankan tugas dan setiap bentuk kekerasan tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apapun. 

Saat ini, saya sudah menugaskan tim Kemenkes untuk memberi dukungan penuh terhadap langkah hukum yang diambil oleh dokter Syahpri dan RSUD Sekayu. Saya dukung sepenuhnya kasus ini harus dituntaskan melalui jalur hukum untuk memberikan efek jera," katanya. 

Sementara itu berdasarkan rilis dari kementerian kesehatan, menegaskan keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan dilindungi oleh undang-undang. Hal itu diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Tenaga kesehatan dan tenaga medis berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang dijamin oleh undang-undang.

Ia juga menjelaskan dokter dalam menjalankan tugas berdasarkan standar profesi, prosedur operasional baku (SOP), dan standar pelayanan kesehatan yang berlaku di masing-masing fasilitas kesehatan.

Fasilitas kesehatan, lanjutnya, harus menjadi tempat yang aman, tidak hanya bagi pasien tetapi juga bagi para tenaga medis yang bekerja di dalamnya.

Lebih lanjut, Kemenkes mengimbau masyarakat agar menghormati profesi tenaga kesehatan dan tidak bertindak di luar batas jika merasa tidak puas terhadap pelayanan.

"Jika masyarakat mengalami ketidakpuasan dalam pelayanan, kami mohon agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan," kata Menkes.

Menkes berharap insiden serupa tidak kembali terjadi di fasilitas kesehatan lainnya. Ia mengajak semua pihak untuk menciptakan lingkungan pelayanan yang aman, bermartabat, dan saling menghormati.

Tim Kemenkes saat ini sudah berada di Sekayu sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum yang diambil oleh dr Syahpri.

Pertemuan Tak Hentikan Proses Hukum

Sebelumnya sudah dilakukan pertemuan antara dr Syahpri Putra Wangsa, keluarga pasien tersebut, pihak RSUD Sekayu dan Sekda Muba, Rabu (13/8/2025).

Meski begitu, RSUD Sekayu menyebut kasus tersebut tetap akan berlanjut di kepolisian. 

Plt Direktur RSUD Sekayu drg. Dina Krisnawati Oktaviani menegaskan, pertemuan itu bukan bertujuan untuk menghentikan proses hukum.

Melainkan untuk pemberian ruang klarifikasi dari keluarga pasien atau terduga pelaku.

"Pihak RSUD Sekayu akan tetap memastikan, mendampingi, mendukung, mengawal proses hukum yang tetap berlanjut sesuai ketentuan yang berlaku dan sepenuhnya menjadi kewenangan aparat kepolisian serta penegak hukum," ujarnya, Kamis (14/8/2025). 

Menurutnya, hasil pertemuan tersebut hanya menjadi bahan pertimbangan aparat penegak hukum dan bukanlah keputusan akhir.

"Kehadiran pejabat daerah dalam hal ini bertujuan memfasilitasi komunikasi dan mencegah eskalasi konflik, bukan untuk mengintervensi hukum," bebernya.

Maka itu pihaknya meminta masyarakat tetap mengacu pada informasi resmi dari RS atau pihak berwenang untuk menghindari kesalahpahaman.

RSUD Sekayu juga berterimakasih dan terbuka terhadap kritik maupun saran dari masyarakat terkait sarana, prasarana, dan pelayanan kesehatan yang disediakan.

"Kami memahami bahwa masukan dari masyarakat merupakan bagian penting untuk peningkatan mutu pelayanan kami," ucap dokter gigi ini.

Pihaknya menegaskan apapun bentuk kekerasan, intimidasi atau tindakan yang mengancam keselamatan nakes tidak dapat dibenarkan.

Karena nakes adalah garda terdepan dalam pelayanan pasien yang wajib dilindungi demi terciptanya lingkungan kerja aman, nyaman dan profesional.

"Kami berharap seluruh pihak dapat menjaga komunikasi yang baik, menghormati prosedur pelayanan yang berlaku dan bersama-sama menciptakan suasana kondusif demi pelayanan kesehatan yang optimal," jelasnya.

Penjelasan Keluarga Pasien

Setelah viral video dokter di RSUD Sekayu Muba, Sumsel bernama dr Syahpri Putra Wangsa yang dimaki dan dipaksa melepas masker oleh keluarga pasien. Kini, Ismet Syaputra, keluarga pasien tersebutpun muncul dan memberikan penjelasan.

Ia mengaku kecewa karena sang ibu yang dirawat di RSUD Sekayu harus menunggu dokter hingga empat hari sejak masuk rumah sakit.

Padahal ia ingin mendapatkan pelayanan cepat sehinga menempatkan ibunya di kamar VIP.

 “Kami datang hari Jumat, rujukan dari Klinik Smart Medica. Ibu saya dirawat karena diabetes komplikasi. Kondisinya membaik, sadar, demam turun, gula darah stabil setelah dirawat di RSUD Sekayu. Tapi kami diminta menunggu dokter sampai hari Selasa,” ujar Ismet, Rabu (13/8/2025).

Menurutnya, pelayanan yang diberikan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Ingin pelayanan VIP yang diterima sama seperti pelayanan BPJS. 

“Kami memilih pelayanan umum atau VIP karena ingin pelayanan maksimal. Kalau dokter tidak ada saat akhir pekan, apa bedanya dengan BPJS. Sedangkan VIP saja seperti ini,” ungkapnya.

Kekecewaan Ismet bertambah ketika mengetahui hasil pemeriksaan dahak ibunya yang ia klaim sudah tersedia sejak Sabtu, namun baru dicek pada Selasa.

 Saat menanyakan tindak lanjut perawatan, ia mengaku hanya mendapat jawaban untuk bersabar.

“Bagaimana saya bisa bersabar melihat ibu saya terbaring sakit. Saya tersulut emosi dan meminta dokter melepas masker untuk memastikan beliau benar dokter atau bukan,” ungkap Ismet.

Ismet menilai, pengalaman ini menjadi catatan penting bagi pihak rumah sakit agar pasien VIP benar-benar mendapat pelayanan sesuai harapan. 

"Kalau statusnya VIP, mestinya penanganan dan fasilitasnya juga maksimal, bukan malah menunggu berhari-hari,”ungkapnya.

Penjelasan dr Syahpri

Sementara itu, dr Syahpri, mengatakan situasi mulai memanas saat ia hendak memasuki ruangan perawatan. 

"Perawat menyampaikan kepada saya keluarga pasien emosi. Perawat yang bertugas memberi tahu bahwa keluarga pasien sedang marah-marah. Saat itu saya minta perawat siaga,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa perawat dan dokter jaga adalah perpanjangan tangan dokter penanggung jawab atau spesialis, karena tidak mungkin selalu berada di rumah sakit setiap saat. 

"Saya meminta keluarga pasien bersabar dan menjelaskan alasan tetap memakai masker. Kenapa saya memakai masker, karena dari hasil rontgen dan radiologi ditemukan bercak pada paru-paru pasien yang diindikasikan TBC, salah satu penyakit yang sulit ditangani. Pemakaian masker itu SOP pemeriksaan indikasi penyakit TBC,” jelasnya.

Syahpri mengaku sempat meminta satu perawat bersiap merekam dan perawat lainnya memanggil petugas keamanan. 

“Dalam perjalanan medis, kami sering mendapat ancaman, jadi perlu antisipasi. Keluarga pasien tetap meminta saya melepas masker, saya bilang kalau buka masker di luar saja sesuai SOP. Tapi mereka tetap memaksa dan melepas masker saya,” tuturnya.

Setelah kejadian itu, ia meminta petugas keamanan untuk berjaga di sekitar tenaga kesehatan karena keluarga pasien masih menunjukkan emosi. 

"Saya minta petugas keamanan untuk menjaga perawat karena saat itu masih emosi, saya khawatir terhadap adik-adik nakes yang semuanya perempuan,"tutupnya.

Terpisah, Plt Direktur RSUD Sekayu drg Dina Krisnawati Oktaviani MKes menyebutkan pasca kejadian tersebut pasien atas nama Rita yang merupakan keluarga yang melakukan tindakan kepada dokter telah mendapat perawatan.

"Pasien atas nama Rita masih dilakukan perawatan di RSUD Sekayu diruangan VIP, pelayanan maksimal tetap kita berikan. Kita  kesampingkan dahulu peristiwa ini, karena layanan kesehatan harus tetap diberikan kepada pasien,"ungkpanya. 

Viral di Media Sosial

Media sosial dihebohkan dengan video berdurasi 41 detik yang diunggah akun media sosial Muba Akor  memicu perdebatan publik. 

Rekaman tersebut memperlihatkan momen di ruang perawatan RSUD Sekayu, saat seorang dokter tengah memeriksa pasien, namun mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari keluarga pasien.

Dalam video, terlihat keluarga pasien meminta dokter melepas masker yang dikenakannya.

Permintaan tersebut ditolak secara halus oleh sang dokter karena bertentangan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit. 

Namun, situasi memanas ketika salah satu anggota keluarga pasien diduga memegang bagian belakang leher dokter sambil memaksa membuka masker.

Meski akhirnya dokter tersebut membuka maskernya, tindakan itu dilakukan dalam tekanan, dengan tangan keluarga pasien masih terlihat menyentuh tubuhnya.

Momen ini sontak menuai kecaman dari warganet yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ketidaksopanan dan pelanggaran terhadap hak tenaga kesehatan.

Komentar publik pun membanjiri unggahan video tersebut. Akun @Apri Yanti menulis,

“Setiap tindakan pasti ada SOP. Walaupun kita mau, kita juga harus mengikuti prosedur. Sangat disayangkan tindakan itu, padahal bisa dikomunikasikan dengan baik.”

Akun @Ardie Bewe turut menyuarakan dukungan,

“Dokter itu benar, RSUD harus klarifikasi. Tidak boleh dokter dipaksa membuka masker saat bekerja, apalagi dengan cara seperti itu.”

Sementara akun @Iin Parlina menyampaikan,

“Saya tahu dr. Syafri, beliau subspesialis. Dokternya baik, sekolahnya jelas. Tolak segala bentuk ketidaksopanan dan kekerasan terhadap tenaga kesehatan.”

Mayoritas netizen berharap kejadian serupa tidak terulang, dan menegaskan pentingnya kenyamanan serta perlindungan bagi tenaga medis dalam menjalankan tugasnya.

 

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved