Berita Viral

DPR RI Pertanyakan Proses Evakuasi Juliana saat Diduga Masih Ada Tanda Kehidupan di Jurang Rinjani

Syaiful lantas menyoroti soal yang korban pada awalnya masih menunjukkan tanda kehidupan ketika awal terjatuh. 

Editor: Weni Wahyuny
dok. Kemenhut RI
EVAKUASI PENDAKI BRASIL - Tim gabungan terus berupaya mengevakuasi seorang pendaki wanita asal Brasil, Juliana (27), yang dilaporkan jatuh saat mendaki Gunung Rinjani. Pada operasi pencarian Senin (23/6/2025), posisi Juliana berhasil ditemukan melalui citra panas dari drone thermal di mana dia tersangkut di tebing batu dengan kedalaman sekitar 500 meter. Juliana baru bisa dievakuasi pada Rabu (25/6/2025) dengan kondisi sudah meninggal. Dugaan lambatnya tim mengevakuasi Juliana disorot DPR RI. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Dugaan lambatnya evakuasi Juliana Marins, pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani mendapat sorotan DPR RI.

DPR RI bahkan akan meminta penjelasan Badan SAR Nasional (Basarnas) terkait mekanisme evakuasi.

Diketahui, Juliana Marins berhasil dievakuasi pada Rabu (25/6/2025) dalam keadaan meninggal dunia. 

Korban dievakuasi empat hari setelah terjatuh di lereng menuju puncak pada Sabtu (21/6/2025). 

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menyampaikan belasungkawa dan prihatin mengenai insiden yang menimpai Juliana Marins.

Syaiful lantas menyoroti soal yang korban pada awalnya masih menunjukkan tanda kehidupan ketika awal terjatuh. 

Sorotan makin tajam ketika proses penanganan dinilai lambat sampai akhirnya korban meninggal dunia. 

“Banyak pihak yang menilai jika petugas penyelamat dari Badan SAR Nasional bergerak terlalu lamban sehingga Juliana Marins tidak bisa diselamatkan. Padahal saat jatuh di kedalaman sekitar 200-300 meter Juliana Marins masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan,” ujarnya, Rabu (25/6/2025).

Baca juga: Keluarga Juliana Pendaki asal Brasil Tunggu Autopsi, Ingin Tahu Penyebab Pasti Kematian Sang Putri

DPR tetap meminta klarifikasi tentang sejumlah aspek teknis yang perlu dijelaskan Basarnas secara terbuka.

“Apakah ada kendala dalam rantai pengambilan keputusan, apakah karena ada keterbatasan sumber daya manusianya, apakah ada keterbatasan peralatan dan sarana pendukung lainnya, apakah karena faktor cuaca buruk dan kondisi medan, ini perlu diperjelas,” ujarnya.

Syaiful menegaskan, kesiapsiagaan tim SAR di berbagai negara menjadi tolak ukur kredibilitas negara, terutama saat menangani WNA.

“Keberadaan Badan SAR di berbagai negara maju menjadi salah satu indikator utama kesigapan negara dalam melindungi rakyatnya. Maka mereka benar-benar dipersiapkan secara serius baik dari sisi anggaran, kesiapan peralatan hingga seleksi ketat para personelnya,” kata dia.

Menurutnya, Basarnas harus mampu menjadi representasi positif Indonesia di mata dunia dalam setiap misi penyelamatan.

“Dalam situasi penyelamatan WNA Badan SAR bisa menjadi ‘wajah’ negara dalam komunitas internasional. Jika berhasil maka membawa harum nama negara, jika gagal bisa menjadi kampanye negatif bagi negara,” ujarnya.

Ia juga menyoroti alokasi anggaran Basarnas yang dinilainya masih minim.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved