Berita Palembang

Penampakan Rumah Megah Muhammad Syafei di Palembang, Tersangka Suap Hakim Demi Vonis Lepas Kasus CPO

Ternyata sebelum penetapan M Syafei sebagai tersangka, rumah tinggalnya yang berada di Palembang, Sumatera Selatan sempat didatangi pihak Kejagung.

Dokumentasi Kejagung/Tribunsumsel.com/Rachmad Kurniawan
SUAP KASUS CPO -- Tersangka baru kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor CPO, Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei saat digiring petugas Kejaksaan Agung ke mobil tahanan, Selasa (15/4/2025). Inilah penampakan rumah M Syafei di Jalan Kancil Putih Kelurahan Demang Lebar Daun, Palembang, Rabu (16/4/2025). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kejaksaan Agung baru-baru ini menetapkan Muhammad Syafei sebagai tersangka baru dalam kasus suap gratifikasi vonis lepas perkara korupsi ekspor CPO. Tersangka Muhammad Syafei adalah Legal PT Wilmar Group.

Ternyata sebelum penetapan M Syafei sebagai tersangka, rumah tinggalnya yang berada di Palembang, Sumatera Selatan sempat didatangi pihak Kejagung.

Pantauan Tribunsumsel.com dan Sripoku.com pada Rabu (16/4/2025), rumah Syafei yang berada di pinggir Jalan Kancil Putih, RT 36, Kelurahan Demang Lebar Daun Kecamatan Ilir Barat I tampak megah.

Bangunannya berdiri diatas lahan yang cukup luas dengan dua lantai dicat warna putih. Pagar tembok dicat dengan warna yang sama, sedangkan di depannya pagar besi warna hitam.

Rumah Syafei berdiri megah diantara rumah-rumah sederhana milik tetangga. Ada Indomaret yang berjarak dua bangunan di sebelahnya.

Baca juga: Mengenal Marcella Santoso, Pengacara jadi Tersangka Suap Hakim Vonis Lepas Kasus CPO

Rumah Megah Muhammad Syafei Tersangka Baru Kasus Gratifikasi CPO
RUMAH TERSANGKA SUAP - Penampakan rumah M Syafei sebagai tersangka baru dalam kasus suap gratifikasi vonis lepas perkara korupsi ekspor CPO, di Jalan Kancil Putih Kelurahan Demang Lebar Daun, Palembang, Rabu (16/4/2025). Tetangga mengungkap rumah tersebut sempat didatangi Kejagung sebelum penetapan tersangka.

Terdapat satu unit mobil warna silver yang terparkir di pekarangan rumah. Sementara penghuni rumahnya berada di dalam rumah.

Dinan (36) salah satu tetangga di dekat rumah mengatakan, Syafei memang jarang keluar rumah tetapi setiap keluar rumah sering nongkrong di rumah tetangga-tetangga.

"Kalau keluar rumah memang jarang, tapi setiap keluar soan ke rumah tetangga. Tidak sungkan-sungkan walaupun di warung saya, yang jarang terlihat itu istrinya. Terakhir ketemu puasa dan lebaran tadi," kata Dinan saat dijumpai.

Menurutnya, rumah tersebut dibangun sejak tahun 2015 dan baru selesai sekitar tahun 2017 lalu.

Syafei dikenal orang yang ramah dan selalu ingin dipanggil dengan sapaan akrab saja.

"Walaupun saya tahu dia orang Wilmar dan punya jabatan, tidak mau dipanggil bapak, maunya dipanggil abang saja. Etikanya dengan yang lebih tua ada, bergaul ya seperti biasa," katanya.

Dinan mengaku tak menyangka kalau Syafei terjerat kasus korupsi yang kini sedang ditangani Kejaksaan Agung. Sebab setiap bertemu tak pernah mengeluh soal pekerjaannya.

"Tidak nyangka dia terlibat di masalah itu. Saya baru tahu pas pagi tadi ," sambungnya.

Sebelum penetapan tersangka, rumah Syafei ramai dikunjungi orang dari Kejaksaan.

"Kemarin persis jam 12 an ramai orang dari Kejaksaan datang kesini," katanya.

Ketua RT 36 Fauzi juga mengatakan hal yang sama, meski jarang pulang ke Palembang karena pekerjaannya di Jakarta. Syafei kerap bersosialiasi dengan tetangga.

"Orangnya bergaul sama tetangga kok. Istrinya orang sini (Palembang), mertuanya juga mantan Sekda di Muara Enim. Sudah lama Syafei tinggal di sini sekitar 10 tahunan," katanya.
 

Sosok Muhammad Syafei

Dikutip dari Tribunnews, Rabu (16/4/2025), tercatat sudah 8 orang menjadi tersangka terkait kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

Tersangka baru adalah Muhammad Syafei (MSY), seorang pejabat di Wilmar Group.

Sebelumnya Kejagung telah menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini.

Mereka adalah:

Muhammad Arif Nuryanta, Ketua PN Jakarta Selatan

Agam Syarif Baharuddin, Hakim PN Jakarta Pusat

Ali Muhtarom, Hakim PN Jakarta Pusat

Djuyamto, Hakim PN Jakarta Selatan

Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara

Marcella Santoso, Kuasa Hukum Korporasi CPO

Ariyanto Bakri, Kuasa Hukum Korporasi CPO
 
Dengan ditetapkannya Muhammad Syafei sebagai tersangka oleh Kejaksaan agung (Kejagung), maka kini sudah ada 8 tersangka.

Lalu Siapa Muhammad Syafei?

Berdasarkan keterangan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, Muhammad Syafei menjabat sebagai Head and Social Security Legal Wilmar Group.

Syafei diduga berperan aktif dalam upaya mengatur putusan vonis lepas yang dijatuhkan majelis hakim kepada tiga korporasi, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

"Sehingga malam ini menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Qohar menegaskan, penetapan MSY didasarkan pada bukti-bukti kuat yang ditemukan penyidik, yang mengindikasikan perannya dalam proses suap yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.

Pidana yang disangkakan kepada Muhammad Syafei adalah Pasal 6 Ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 Ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 di Tap UU Hukum Pidana.

"Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini di Tutan Salemba Cabang Kejagung RI," ucapnya.

Peran Muhammad Syafei

Apa peran Muhammad Syafei di kasus korupsi ekspor CPO yang turut menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta ini?

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, Syafei berperan menyediakan uang kepada pengacara tiga korporasi CPO, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.

Tak tanggung-tanggung uang yang disiapkan sebesar Rp 60 miliar.

Lalu dari mana asal uang Rp 60 miliar untuk menyuap 4 hakim PN Jaksel yang menyidangkan perkara tersebut?

Menurut Abdul Qohar, awalnya ada pertemuan antara Arianto dengan tersangka Wahyu Gunawan yang merupakan panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Wahyu menyampaikan pada Arianto yang mengharuskan agar perkara minyak goreng atau CPO itu diurus.

"Jika tidak, putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan Penuntut umum," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Selasa (15/4/2025).

Dalam pertemuan tersebut, Wahyu kata Qohar juga menyampaikan pada Arianto untuk segera menyiapkan biaya kepengurusan perkara tersebut.

Atas permintaan dari Wahyu itu, Arianto lantas menyampaikan hasil pertemuannya kepada Marcella Santoso yang kemudian ditindaklanjuti dengan bertemu Syafei.

Qohar menjelaskan, pertemuan antara Marcella dan Syafei terjadi di rumah makan Daun Muda di Jalan Walter Mongonsidi, Jakarta Selatan.

"MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dimana saat itu WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya," jelas Qohar.

Setelah mendapat informasi dari Marcella, Syafei pun mengatakan bahwa telah dibentuk tim yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut.

Selang dua pekan, Ariyanto kemudian kembali dihubungi oleh Wahyu Gunawan. 

Saat itu Wahyu menekankan pada Arianto agar perkara tersebut segera diurus.

Usai memperoleh informasi itu, Arianto lantas kembali menyampaikannya kepada Marcella Santoso.

"Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi," ucapnya.

"Dan saat itu MSY memberitahukan atau mengatakan bahwa biaya yang disediakan korporasi sebesar Rp 20 miliar," katanya.

Berdasarkan hasil pertemuan dengan Syafei, Marcella kemudian menggelar pertemuan dengan Arianto, Wahyu dan tersangka sekaligus mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta di Rumah Makan Layer Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan itu Arif Nuryanta mengultimatum Marcella dan Arianto bahwa perkara minyak goreng tersebut tidak bisa diputus bebas.

"Tetapi bisa diputus Onslag dan yang bersangkutan dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan jadi tiga sehingga jumlah totalnya Rp 60 miliar," ujar Qohar.

Setelah pertemuan tersebut, Wahyu Gunawan menyampaikan lagi kepada Arianto untuk segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar seperti yang diminta Arif.

Arianto kemudian menyampaikan kepada Marcella dan lalu dilanjutkan lagi kepada Syafei.

Saat Marcella menghubungi Syafei, pegawai Wilmar Group itu pun menyanggupi dan akan menyiapkan uang tersebut dalam bentuk dollar Amerika Serikat (USD) atau Dollar Singapura (SGD).

Syafei kemudian menghubungi Marcella dan menyatakan bahwa uang suap tersebut telah siap untuk diantar.

"Selanjutnya MS memberikan nomor Hp AR ke MSY untuk pelaksanaan penyerahan. Setelah ada komunikasi antara AR dan MSY, kemudian AR bertemu dengan MSY diperkirakan SCBD dan selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada AR," jelasnya.

Usai menerima uang dari Syafei, Arianto langsung mengantarkannya ke rumah Wahyu Gunawan di Cluster Ebonny Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.

Setelah menerima uang, Wahyu lantas menyerahkannya kepada Arif Nuryanta dan ia mendapat jatah sebesar 50.000 USD atau setara Rp 800 juta (kurs rupiah saat ini).

"Kemudian berdasarkan keterangan saksi dan dokumen baik yang diperoleh hari ini maupun dua hari lalu, penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group," jelas Qohar. 

Duduk Perkara

Kasus ini bermula dari vonis lepas yang ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Januari 2023 silam.

Dalam kasus ini, jaksa menuntut Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dengan hukuman 12 tahun penjara.

Ia juga diminta membayar uang pengganti Rp 10,9 triliun.

Namun Majelis Hakim Tipikor hanya menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta terhadap Master pada Rabu (4/1/2023).

Kasus ini pun terungkap dan menyeret nama hakim-hakim tersebut.

 

 

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews dengan judul "Sosok & Peran Muhammad Syafei Tersangka Ke-8 Kasus CPO, Dari Mana Asal Rp 60 M untuk Suap 4 Hakim?"

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved