Harga Karet Hari Ini

Harga Karet Turun Setelah Idul Fitri, Petani di OKU Timur Keluhkan Penghasilan Menyusut

Harga komoditas karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, mengalami penurunan signifikan pasca perayaan Hari Raya Idul Fitri 2025.

TRIBUNSUMSEL.COM/CHOIRUL ROHMAN
HARGA KARET TURUN -- Sejumlah petani karet menimbang hasil getah jedol di salah satu pengepul di wilayah Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan, Rabu (16/04/2025). Pasca Idul Fitri 1446 H, harga karet di tingkat petani turun drastis, membuat petani mengeluhkan menurunnya pendapatan. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Harga komoditas karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, mengalami penurunan signifikan pasca perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriyah.

Jika sebelum Lebaran harga karet sempat bertengger di angka Rp14.000 per kilogram, kini petani harus rela menerima harga jual di kisaran Rp11.000 hingga Rp11.500 per kilogram di tingkat petani.

Penurunan harga ini menjadi beban berat bagi para petani, yang sebagian besar menggantungkan penghidupan dari hasil kebun karet.

Di tengah cuaca yang tak menentu dan kebutuhan hidup yang terus merangkak naik, harga karet yang kian terpuruk semakin menyulitkan mereka.

Slamet, seorang petani karet di Kecamatan Belitang, mengaku penghasilannya langsung merosot sejak harga karet turun. 

Sekarang ini, kalau getah karet hasil sadapan dihitung-hitung, paling dapat 40 sampai 50 kilo per hektare.

"Dengan harga Rp11 ribu, cuma bisa bawa pulang Rp500 sampai Rp550 ribu per minggu. Sebelum Lebaran, bisa sampai Rp600 sampai Rp700 ribu, asalkan cuaca mendukung dan kami bisa nyadap tiap hari," katanya, Rabu (16/04/2025).

Ia juga menceritakan bahwa pekerjaan sebagai petani karet bukanlah pekerjaan mudah, apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang.

Setiap hari, Slamet harus berangkat ke kebun sejak pagi buta, sebelum matahari tinggi, menantang kabut dan udara dingin demi menyadap getah yang hasilnya kini semakin tidak sebanding dengan usaha dan tenaga yang dikeluarkan.

“Kadang kami berangkat subuh, pulang tengah hari, panas-panasan di kebun. Tapi pas jual hasilnya, cuma segitu-segitu saja. Harga rendah begini, beban hidup makin berat. Anak sekolah butuh biaya, kebutuhan dapur jalan terus, pupuk, racun rumput, semua serba naik. Sementara harga karet malah jatuh. Kalau kayak gini terus, entah sampai kapan kami bisa bertahan,” katanya dengan nada berat.

Slamet berharap, pemerintah bisa memikirkan jalan keluar agar harga karet lebih stabil, sehingga petani tidak lagi terombang-ambing oleh fluktuasi pasar yang tak menentu.

“Harapan kami cuma satu, semoga pemerintah bisa bantu supaya harga karet ini bisa stabil, jangan sering anjlok kayak sekarang. Karena buat kami petani, harga karet itu soal hidup-mati. Kalau harga jatuh, ya hidup kami susah. Kami cuma punya kebun karet, itu saja yang kami andalkan untuk makan, nyekolahin anak, dan mencukupi semua kebutuhan rumah tangga,” harapnya.

Tak jauh berbeda, Sunardi (45), petani karet asal Kecamatan Martapura, juga merasakan dampak anjloknya harga tersebut.

Ia mengaku semakin sulit memenuhi kebutuhan rumah tangganya sejak harga karet terjun pasca Lebaran.

"Kalau sekarang, hasil kebun karet hanya cukup untuk makan sehari-hari, itu pun kadang pas-pasan. Biaya sekolah anak, pupuk, dan perawatan kebun nggak bisa ditutupi semua dari hasil nyadap. Kemarin, waktu harga Rp14 ribu, meski nggak banyak, setidaknya masih bisa nabung sedikit buat keperluan mendesak," ungkap Sunardi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved