Mata Lokal Desa
Mengenal Tari Lading Khas Tempirai PALI, Jadi Simbol Pelawanan Perempuan Pada Jaman Penjajahan Dulu
Mengingat pada zaman itu Indonesia belum merdeka dan masih dalam ancaman kekejaman penjajahan.
Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: Slamet Teguh
Laporan wartawan Sripoku.com Apriansyah
TRIBUNSUMSEL.COM, PALI - Tari Lading merupakan sebuah tari tradisional yang berasal dari desa Tempirai, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan.
Kesenian tradisional tari lading ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Republik Indonesia.
Penetapan itu tertuang dalam nomor 0019/F4/KB.04.04/2021, pada 7 Desember 2021 di Jakarta, yang ditandatangani langsung oleh Mendikbud Ristek RI, Nadiem Anwar Makarim, BA MBA.
Berdasarkan sejarah nya tari lading ini sudah adah sejak jaman penjahahan belanda. Tari lading diciptakan pada tahun 1930, oleh Riqyun seorang seniman dari desa Tempirai kalah itu.
Nurjannah (72) pelaku seni Tari Lading Tempirai mengatakan Tari Lading ini menggambarkan tentang peran kaum perempuan dalam berjuang melawan penjajahan belanda pada zaman dahulu.
"Tari lading ini menggunakan lading atau pisau sebagai properti. Lading yang digunakan bukanlah lading tiruan
yang terbuat dari bahan kayu atau plastik, melainkan lading sungguhan yang memiliki ujung runcing dan tajam," kata Nurjannah, Selasa (17/12/2024).
Judul pada tari ini diambil dari properti yang digunakan yaitu lading. Lading atau pisau sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki banyak kegunaan.
Bagi kaum perempuan, lading digunakan untuk membantu pekerjaan mereka di dapur, seperti memotong sayuran ataupun mengiris bumbu dapur.
Bagi kaum laki-laki, lading berfungsi sebagai senjata yang wajib dibawa ke manapun mereka pergi guna untuk menjaga diri dari ancaman yang sewaktu- waktu datang.
Lading dalam masyarakat Sumatera Selatan merupakan salah satu senjata tradisional yang digunakan untuk
melindungi diri jika sewaktu-waktu ada yang ingin berniat jahat.
Mengingat pada zaman itu Indonesia belum merdeka dan masih dalam ancaman kekejaman penjajahan.
Oleh karena itu perempuan berinisiatif ikut serta dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.
"Properti lading dalam tarian ini dahulunya digunakan untuk mengecoh lawan, Lading yang sebelumnya digunakan sebagai properti dalam sebuah tarian, berubah menjadi senjata yang siap digunakan untuk pertahanan dan perlawanan," terangnya.
Pada saat itu, Tari Lading digunakan oleh para perempuan Desa Tempirai untuk menjaga diri. Setiap ada tamu dari para kolonial Belanda, Tari Lading dimainkan oleh kaum hawa.
"Iya, tari ini hanya bisa dibawakan oleh kaum perempuan. Pada zaman kolonial Belanda dahulu, Tari Lading dimaknai bahwa perempuan tidak boleh dianggap lemah oleh siapapun termasuk ketika zaman penjajahan Belanda dulu," terang mantan Kades Tempirai Selatan itu.
Dalam melakukan tarian ini, menurut Nurjannah, semakin tajam lading itu, maka semakin tumpul pula lading itu di badan penari. Semakin besar daya tekanan yang dikeluarkan penari saat menancapkan dan memutar-mutarkan lading itu maka semakin tidak akan terasa nyeri (sakit) di badan.
Dikarenakan sebelum melakukan tarian, properti lading sudah dibacakan mantra atau doa-doa oleh para guru (maestro) tari lading.
Bukan hanya itu, para penari juga sudah diajarkan sebuah mantra atau doadoa pada saat menarikan tari Lading dalam gerakan membaca mantra. Agar Lading itu tidak melukai para penari.
"Tari Lading ini ditarikan oleh perempuan yan berjumlah 5 (lima) orang penari dengan menggunakan properti masing-masing 2 buah Lading, satu dipegang ditangan kanan dan yang satu dipegang ditangan kiri,"ujarnya.
Pada saat melakukan gerakan tarian, kedua Lading tersebut ditancapkan pada bagian tubuh penari, lalu ditekan dan gagang ladingnya diputar-putarkan hingga membentuk sebuah lingkaran. Bagian tubuh yang ditancapkan Lading yaitu bagian perut, lengan, dan pelipis mata.
"Sebagai orang biasa jika menancapkan lading di bagian-bagian tersebut, ditekan lalu diputar-putar sudah pasti beresiko akan terluka. Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi apa-apa pada para penari tari lading. karena sebelum melakukan tarian tari lading, properti lading sudah dibacakan mantra atau doadoa oleh para guru (maestro) tari Lading,"ungkapnya.
Baca juga: Tari Setabik, Tari Tradisional Asal Muba Resmi Tercatat Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
Baca juga: Mengenal Tari Mapak Raje, Tari Menyambut Kedatangan Tamu Acara, Diciptakan Oleh Nasrullah Tahun 2005
Seni pertunjukan Tari Lading ini tetap bertahan dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Desa Tempirai.
Pertunjukan tari lading ini dahulu menjadi tari yang sangat populer di kalangan masyarakat desa Tempirai.
Saat ini tari lading masih digunakan masyarakat dalam berbagai acara, seperti acara pernikahan, pentas hiburan/tontonan, pertunjukan, dan media pendidikan.
Nurjannah juga mengatakan bahwa saat ini sudah banyak modifikasi gerakan tarian yang ditampilkan.
Kendati sudah dimodifikasi, namun peroperti yang digunakan tetap menggunakan lading atau pisau tajam.
"Seiring perkembangan zaman, sudah banyak gerakan tarian yang berubah. Namun, tetap menggunakan pisau sebagai gerakan tariannya," tuturnya.
Meskipun saat ini tidak susah dalam mencari generasi penerus para penari, namun Ia tetap berharap agar para generasi muda khususnya dari Desa Tempirai bisa menjaga dan melestarikannya.
"Pesan kami kepada para generasi muda untuk menjaga dan melestarikannya agar tidak habis dan dilupakan. Serta berharap agar menjadi lebih baik lagi,"ucapnya.
Ditambahkan Abdul Muthalib, pakar budaya asal Tempirai, kecamatan Penukal Utara, ia juga mengatakan bahwa Tari Lading sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Dimana, nenek moyang marga Tempirai pada saat itu termotivasi untuk mengisi acara lewat seni dilengkapi senjata tajam.
"Selain itu, ada mantra sebelum menari. Dan mantra itu tidak sembarang orang yang bisa menggunakannya. Tari Lading juga memiliki dua peran, yaitu untuk mengisi acara dan menjaga diri serta membunuh para musuh,"kata dia.
Ia juga mengatakan tarian lading sendiri memiliki ciri khas menggunakan benda tajam sejenis pisau dengan panjang 30 centimeter.
Tentunya hal tersebut membuat gerakan tarian ini sangat ekstrim, karena pisau yang digunakan memang asli benda tajam yang ditusukkan dibagian kepala ataupun perut dengan cara bagian runcing pada pisau diarahkan langsung menyentuh pada kulit penari.
"Yang lebih khas lagi dari tarian ini, tari lading ini tidak bisa ditarikan oleh sebarangan orang, harus ditarikan oleh perempuan yang memiliki keturunan langsung dari Desa Tempirai, baik keturunan orang tua laki-laki ataupun orang tua perempuan,"ujarnya.
Dijelaskan nya, ragam gerak yang terdapat pada tari Lading meliputi gerak pembuke dudok, gerak melangkah Lading, gerak Lading di lidah atau ucap mantra, gerak Lading di perut, gerak Lading di lengan, gerak Lading di pelipis mata dan gerak lading di silang.Selain itu, tarian ini memiliki 3 (tiga) gerak penghubung yaitu, gerak begenjot, gerak berputar dan gerak mentang.
"Gerak tari Lading menggambarkan tentang pembelaan diri kaum perempuan dari bahaya yang sewaktu-waktu datang, yang menunjukkan bahwa kaum perempuan itu tidak lemah, dia juga berani membela diri dan gerak tari Lading juga menggambarkan bahwa kaum perempuan itu bisa diandalkan,"ujar Abdul Mutholib.
Sementara untuk musik atau iringan tari lading.disebut seluang mudik. Iringan seluang mudik digunakan untuk mengiringi lagu ataupun tarian dengan tempo cepat dan suasana gembira.
Karena tari Lading diciptakan dengan tempo yang cepat maka untuk musik atau iringannya menggunakan seluang mudik.
Seluang bagi masyarakat Sumatera Selatan merupakan ikan kecil yang biasa hidup di sungai atau rawa, ikan seluang dikenal sebagai ikan kecil yang sangat lincah.
Sementara mudik dapat diartikan perjalanan. Iringan seluang mudik bertempo cepat karena menggambarkan kelincahan ikan seluang yang bergerak di dalam air.
Tari Lading ditampilkan menggunakan musik atau iringan secara langsung yang dimainkan oleh 6 (orang) pemusik, dua laki-laki dan empat perempuan,
untuk mengiringi musik atau iringan tari lading memiliki beberapa Instrumen atau alat-alat musik yang digunakan yaitu biola, Keyboard, Gong, Gong Kecil dan Gendang.
"Tari lading juga memiliki suatu musik atau iringan yang didalamnya berisikan bait-bait pantun yang isinya disesuaikan pada acara-acara tertentu," terangnya.
Sedangkan untuk tata rias dan busana tari ladingmenggunakan rias korektif.Tidak ada aturan khusus dalam tata rias penari.
Busana yang dipakai berupa, kain tenun atau bisa juga menggunakan kain songket, kain tengkuluk, teratai, ikat pinggang, anting-anting, dan kalung tiga susun.
"Seperti halnya tata rias, busana yang digunakan juga tidak memiliki aturan khusus baik dalam segi warna maupun bentuknya,"terangnya.
Abdul Mutholib berharap, kesenian tari lading warisan leluhur ini tetap lestari, dan makin banyak generasi muda lainya yang mempelajari tari lading.
Tentunya kami berharap kesenian tradisional marga Tempirai ini tetap lestari dan semakin banyak generasi muda yang mempelajarinya," tandasnya.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com
KWT Mekar Arum Desa Karang Manik OKU Timur Kembangkan Usaha Bibit Cabai, Raih Omzet Jutaan |
![]() |
---|
Pemdes Peracak Jaya OKU Timur Perbaiki Jalan Desa Demi Sukseskan Jalan Sehat HUT ke-80 RI |
![]() |
---|
Warga OKI Ubah Pelepah Kelapa Sawit Jadi Kerajinan Tirai Bernilai Seni, Diwariskan Turun Temurun |
![]() |
---|
Perahu Ketek, Bukan Sekadar Alat Transportasi Tapi Jantung Kehidupan Warga Perairan OKI |
![]() |
---|
Ronda Malam Kembali Dihidupkan Warga Tulang Bawang OKU Timur, Bangun Rasa Aman Lewat Kebersamaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.