Mata Lokal Desa

Asal Usul Nama Desa Karang Manik OKU Timur Sumsel, Dahulu Jadi Lokasi Transmigrasi dari Pulau Bali

Asal-usul nama Desa Karang Manik OKU Timur Sumsel memiliki cerita yang cukup panjang yang dulunya wilayah transmigrası swakarya dari Pulau Bali.

TRIBUNSUMSEL.COM/CHOIRUL ROHMAN
Asal-usul nama Desa Karang Manik, Kecamatan Belitang II, Sumsel memiliki cerita panjang yang dahulu wilayah masih hutan sebelum ada transmigrasi. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Desa Karang Manik merupakan salah satu dari 27 desa yang berada di Kecamatan Belitang II, Kabupaten OKU Timur, Provinsi Sumatera Selatan. 

Jarak dari Desa Karang Manik ke Kecamatan Belitang II sejauh 8 km, lalu dari Desa Karang Manik ke ibu kota kabupaten sejauh 81 Km. Sedangkan jarak Desa Karang Manik ke Palembang sejauh 200 km.

Untuk jumlah penduduk Desa Karang Manik adalah 2.013 Jiwa yang tersebar dalam 4 Dusun. Dengan jumlah Kepala Keluarga 533 Kepala keluarga.

Agar dapat menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai kualitas SDM yang tinggi. 

Penanganan kependudukan sangat penting sehingga potensi yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan.

Khususnya pembanguna Desa Karang Manik Berkaitan dengan kependudukan, aspek yang penting antara lain perkembangan jumlah penduduk, kepadatan dan persebaran serta strukturnya.

Asal-usul nama Desa Karang Manik sendiri memiliki cerita yang cukup panjang seperti yang diceritakan oleh Kepala Desa Karang Manik Widiono, bahwa dulunya pada tahun 1965 sebelum menjadi Desa Karang Manik wilayah ini masih berupa hutan belantara.

Lalu pada tanggal 29 Juli 1965 diberangkatkanlah transmigrası swakarya dari Pulau Bali yang kemudian beranggotakan 350 Kepala Keluarga (KK).

"Rombongan transmigrasi swakarya ini tiba di lokasi pada tanggal, 14 Agustus 1965, pada tanggal, 30 Oktober 1965 dimulai gotong royong perombakan hutan untuk dijadikan lahan pemukiman," cerita Widiono kepada wartawan media ini, Minggu (01/12/2024).

Lanjut kata dia, dari 350 KK rombongan transmigrasi swakarya yang ikut merombak hutan yang sekarang menjadi Desa Karang Manik hanya 105 KK sedang sisanya 245 KK merombak hutan di wilayah lain.

"Dari rombongan 105 KK ini di Kepalai oleh seorang Kepala Rombongan yaitu Pan Watre dan terdiri dari 7 kelompok dan masing - masing kelompok diketuai oleh seorang Ketua Kelompok dan beranggotakan 15 KK per-Kelompok," ucapnya.

Ia membeberkan kala itu untuk Kelompok I diketuai olen Pan Sumatre, Kelompok II diketuai oleh Gede Simpen, Kelompok III diketuai oleh Pan Longo, lalu Kelompok IV diketuai oleh Pan Kobeng.

Kemudian, Kelompok V diketuai oleh Pan Londro, Kelompok VI diketuai oleh Pan Suwarko, Kelompok VII diketuai oleh I Wayan Redana.

Selanjutnya pada tahun 1969 ruas jalan dan lahan pekarangan sudah terbentuk dan bersih.

Para penduduk mulai membuat gubuk - gubuk rumah pemukiman.

"Mulai saat itulah wilayah tersebut terkenal dengan sebutan Obyek Way Hitam 2," ujarnya.

Kemudian para warga Obyek Way hitam 2 mengusulkan nama wilayah kepada pejabat Way Hitam pada waktu itu dengan nama Bali Sentana.

"Kenapa Bali Sentana? karena pada waktu itu penduduknya 100 persen orang Bali Sedangkan Bali Sentana sendiri mengandung arti Keturunan Warga Bali," ceritanya.

Namun lanjut kata dia, nama itu tidak disetujui pada waktu itu karena mengandung unsur 'Bali'. Kemudian disarankan oleh pejabat Way Hitam waktu itu dengan nama 'Sentana Raya'.

"Akan tetapi warga kala itu menolak karena 'Raya' itu Keraya - raya atau terkatung - katung, kemudian para warga berembuk kembali," ujarnya.

Lalu pada saat itu banyak warga yang hamil kemudian mengambil inisiatif memberikan usul nama Manik yang artinya bakal atau benih dan Karang yang artinya empat atau wilayah.

"Jadi tercetuslah nama Karang Manik lalu nama ini diusulkan kembali kepada Pejabat Way Hitam barulah mendapat persetujuan. Sejak saat itulah terkenal dengan sebutan Karang Manik sampai sekarang," bebernya.

Selanjutnya ia juga bercerita, pada pertengahan tahun 1969 Kepala Rombongan Pan Watre digantikan oleh I Wayan Redana menjadi Ketua rombongan selama 1 tahun dari tahun 1969 - 1970.

Pada pertengahan tahun 1970 Kepala Rombongan diganti oleh Pan Sumatre.

Kemudian pada tahun 1972 Desa Karang Manik diserahkan kepada Pejabat Pemerintah Daerah yang pada waktu itu disebut dengan sebutan Pesirah yang dijabat oleh H Hamzah.

Kemudian Kepala Rombongan Desa Karang Manik di Kriyo yang dijabat oleh Pan Sumatre dan pendampingnya disebut ganti dengan sebutan Punggawo yang dijabat oleh I Wayan Redana.

Pada tahun yang sama yakni tahun 1972 barulah kelompok Transmigrasi dari Pulau Jawa berdatangan di Desa Karang Manik.

Pada tahun 1975 Pejabat Pemerintah Daerah Pesirah dibubarkan dan digantikan dengan nama Camat.

Lalu Kriyo diganti menjadi Lurah atau Kepala Desa yang dijabat oleh Pan Sumatre.

Serta Punggawo diganti menjadi Kepala Dusun yang dijabat oleh I Wayan Redana.

Lalu pada tahun 1986 lurah disebut juga Kepala Desa atau Kades sedangkan Kepala Dusun.

Lalu Carik atau Sekdes, maka dibentuklah pengurus Kepala Dusun, yang waktu itu Kepala Desa dijabat oleh Pan Sumatre.

Lebih lanjut ia juga menjelaskan, penduduk Desa Karang Manik terdiri dari 71,2 persen memeluk agama islam. Lalu 5,4 persen memeluk agama Kristen, 21,5 persen memeluk agama Hindu. Serta 1,9 persen memeluk agama Buddha.

"Dalam kehidupan beragama kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan sangat berkembang dengan baik dan kerukunan umat beragama terjaga dengan baik pula," pungkasnya.

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved