Berita Palembang

Sengketa Tapal Batas Muba-Muratara Masih Berlarut, Pakar Hukum Berikan 2 Solusi

Persoalan tapal batas masih kerap terjadi di sejumlah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan (Sumsel). Salah satunya di Muba- Muratara.

Penulis: Hartati | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUNSUMSEL.COM/HARTATI
Diskusi publik dengan tema eksaminasi publik terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyoal pengujian batas daerah Kabupaten Musi Banyuasin dengan Kabupaten Musi Rawas Utara Sumatera Selatan yang digelar Kolegium Jurist Institute (KJ Institute) di hotel Arista, Rabu (16/10/2024). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Persoalan tapal batas masih kerap terjadi di sejumlah Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan (Sumsel). 

Salah satunya yang melibatkan wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dengan Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). 

Melalui paparannya, Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Sriwijaya, Prof Febrian mengatakan konflik tapal batas muncul jika suatu daerah mulai pesat perkembangannya.

Faktor ekonomi yakni jika suatu kawasan maju maka mulai ada konflik antar dua daerah yang memperebutkannya. Sebaliknya saat kawasan itu dulu belum maju justru aman saja.

Belum lagi untuk pengembangan wilayah juga akan terkendala karena daerah konflik tapal batas dianggap abu-abu sehingga jika semua akan dibangun kawasan ekonomi, kemudian urung karena kendala konflik tapal batas.

Dari sisi sosial, masyarakat juga sulit mengurus administrasi kependudukan karena tidak mungkin akan berlaku surut pengurusan administrasi kependudukan jika nanti kawasan itu sudah ditetapkan.

"Konflik tapal batas ini harus bisa segera diselesaikan karena berdampak pada faktor ekonomi, sosial dan masyarakat," ujarnya disela diskusi publik dengan tema eksaminasi publik terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyoal pengujian batas daerah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dengan Kabupaten Musi Rawas Utara
Sumatera Selatan yang digelar Kolegium Jurist Institute (KJ Institute) di hotel Arista, Rabu (16/10/2024).

Prof Febri menyebut bahwa pengaturan batas wilayah dari kedua kabupaten tersebut sebelumnya tidak menjadi soal.

Namun menjadi sebuah isu dikarenakan terbitnya Permendagri No 76 Tahun 2014 yang mengurangi cakupan wilayah Kab. Musi Banyuasin dan dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan berkaitan
penegasan batas wilayah yaitu UU No. 16 Tahun 2013.

“Terdapat satu desa yaitu Desa Sako Suban yang sebelumnya berada di wilayah Kabupaten Muba, setelah perubahan Permendagri menjadi bagian Kabupaten Muratara,” ujarnya.

Febrian menyebutkan bahwa perubahan cakupan wilayah terdapat kekeliruan karena seharusnya pengambilan koordinat dari patok batas utama yang telah disepakati bersama sebelumnya.

Sementara itu Prof Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, sengketa yang ditetapkan oleh peraturan, maka harus kembali pada penyelesaian sengketa yang mengenai peraturan itu.

Penyelesaiannya hanya dimungkinkan dua hal saja, pertama melalui uji materil di Mahkamah Agung yang kedua, kalaupun misalnya terkait dengan undang-undang, maka bisa dilakukan yudisial review atau pengujian undang undang atas undang undang dasar di Mahkamah Agung.

Karena nampaknya muncul masasalah ini bukan cuma dari Mendagri saja tapi juga muncul karena undang-undang pembentukan kabupaten Muratara salah satunya memberikan delegasi yang sangat besar ke Mendagri untuk menetapkan batas wilayah bagi Muratara secara pasti di lapangan.

"Kalimat pasti di lapangan muncul daerah, karena pada aturan yang sama sudah ada batas wilayah di lapangan, ketika ada kewenahan memberikan kewenangan ke kemendagri muncul masalah itu," kata mantan Ketua Ketua Komisi Yudisial itu.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved