Penerimaan Siswa Baru

Tiga Juta Anak Putus Sekolah, Imbas Tak Lolos PPDB, Pendidikan Swasta Mahal Orang Tua Tak Mampu

Karena itu, kata Ubaid, pihaknya mengampanyekan sekolah tanpa biaya karena semua anak memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan.

Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com
Tiga Juta Anak Putus Sekolah, Imbas Tak Lolos PPDB, Pendidikan Swasta Mahal Orang Tua Tak Mampu 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Imbas banyaknya siswa yang tidak lolos Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), jumlah anak putus sekolah meningkat tajam. Hal tersebut lantaran banyak orang tua yang tidak mampu membiayai pendidikan yang dinilai sudah sangat mahal di sekolah swasta.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan di sekolah swasta, orangtua harus membayar SPP, uang seragam, uang pangkal, uang buku, uang ekstrakurikuler, dan lainnya.

Bahkan, terdapat anak yang tetap sekolah di swasta meskipun mereka tidak mampu membayar. Ketika lulus, ijazah mereka ditahan pihak sekolah karena tanggungannya belum lunas.

"Padahal Pasal 34 Undang-Undang Sisdiknas, Pasal 31 Undang-Undang Dasar1945 itu jelas bahwa semua anak Indonesia punya hak yang sama untuk mendapatkan akses layanan pendidikan," tutur Ubaid.

Karena itu, kata Ubaid, pihaknya mengampanyekan sekolah tanpa biaya karena semua anak memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan.

"Karena itu tujuan kami yang pertama adalah mengajak partisipasi masyarakat supaya mereka sadar tentang haknya sehingga jangan mau lagi ada PPDB sistem kompetisi karena mereka punya hak yang sama," ujar Ubaid.

Ubaid Matraji juga mengungkapkan akibat sistem PPDB yang belum berkeadilan, tahun 2023 lalu misalnya ditemukan jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang masih menggunung. Berdasarkan data BPS 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang, SD (0,67 persen), SMP (6,93 persen), dan SMA/SMK (21,61 persen).

“Jika kalkulasi, JPPI mengestimasi populasi ATS ini mencapai 3 juta lebih. Ini jumlah yang sangat besar. Itu data anak yang dipastikan tidak sekolah dan putus sekolah. Sementara data Kemendikbudristek tahun 2023, ditemukan sejumlah 10.523.879 peserta didik yang terdiskriminasi di sekolah swasta karena harus berbayar,” ujar Ubaid.

Ubaid mengungkapkan per 20 Juni 2024, berdasarkan laporan pengaduan dan pemantauan JPPI, terkumpul sebanyak 162 kasus, yatu tipu-tipu nilai di jalur prestasi (42 persen), manipulasi KK di jalur zonasi (21) dan mutasi (7 persen), serta ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi (11 persen). Di luar itu, ada juga kasus laporan dugaan adanya gratifikasi (19 persen), ini dilakukan melalui dua jalur gelap yang disebut jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam.

“Ini semua adalah kasus rutin dan tahunan terjadi. Tidak ada yang baru. Ya gitu-gitu saja tiap tahun,” kata Ubaid.

Permasalahan PPDB ini juga menjadi sorotan Ombudsman.

911 Dianulir

Ombudsman mengungkap temuan sementara perihal persoalan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024-2025. Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengatakan, bahwa terdapat persoalan-persoalan yang cukup menonjol yang pihaknya temukan dalam pelaksanaan PPDB di sejumlah wilayah tanah air.

"Ini adalah hal-hal yang cukup menonjol dimana kalau ditanya apakah tidak ada di semua provinsi, ada. Tapi ini yang cukup menonjol, karena yang lain adalah masalah klasik," ucap Indraza.

Kemudian ia pun memaparkan sejumlah temuan yang pihaknya dapati perihal PPDB tersebut salah satunya soal jalur prestasi. Pada jalur itu kata Indraza terdapat beberapa peserta PPDB yang melakukan penyimpangan prosedur daripada jalur prestasi tersebut.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved