Warga vs Gajah, Konflik Menahun di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir yang Tak Kunjung Selesai

BEBERAPA tahun belakang kawanan gajah“ menyerang” pemukiman warga di kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Editor: Slamet Teguh
Istimewa
Warga vs Gajah, Konflik Menahun di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir yang Tak Kunjung Selesai 

Kehidupan awal jelas hampir sama. Kawasan yang kami tempati dulu adalah hutan rimba belantara yang disulap menjadi pemukiman. Saya masih ingat ada banyak kayu-kayu berukuran besar tumbang dan berdiri dimana-mana. Sebagaimana bekas hutan rimba lah.

Jadi, bagi saya dan kami warga transmigrasi pada umumnya, warga kecamatan Air Sugihan yang ndelalah dalam beberap tahun belakang dilanda "bencana serangan" gajah, bukanlah “orang luar”. Mereka saudara kami, dulur kami dan tetangga kami. Lebih romantisnya senasib sepenanggungan. Mereka tengah kesusahan, kami juga ikut prihatin dan terenyuh hati ini.

Kami sudah lebih dulu

Saya bisa memahami bagaimana kesusahan mereka. Sebab, waktu kecilpun saya pernah merasakan hal yang sama. Konflik dengan gajah.

Megenai hal ini -serangan gajah terhadap pemukiman, tanaman bahkan warga- sebenarnya saya lebih dahulu merasakannya. Sebab saya dan warga desa punya kisah sendiri bagaimana "mbah gajah" -biasa kami menyebutnya- sowan ke pemukiman tempat kami.

Kala itu, kami mendiami bumi transmigrasi tepatnya di kecamatan Muara Padang kisaran tahun 1983. Sebagai pendatang yang ikut program pemrintah, kami menempati sebuah rumah sederhana dalam sebidang pekarangan. Benar bahwa tempat kami adalah hutan rimba yang diubah menjadi pemukiman.

Berjalannya waktu kami bertahan dengan segala kesusahan, kekurangan, keterbatasan dan sekaligus kesenangan. Bercocok tanam berbagai macam tanaman baik yang umur pendek ataupun tahunan. Kami -lebih tepatnya orang tua kami- dengan tekun menjalani itu semua.

Hingga dikisaran tahun 1990-an, "malapetaka" itu datang menghampiri desa kami. Mbah gajah, entah darimana datangnya menyambangi areal kebun di desa kami. Hewan belalai itu tidak sendirian mereka berkelompok, sekitar berpuluh-puluh ekor. Gajah-gajah itu memakan tanaman apa saja yang biasa mereka makan. Pohon kelapa, pisang hingga tanaman padi disantap bak hidangan makan malam.

Saya yang masih belum sekolah kala itu sudah memberanikan diri ikut orang-orang mengusir dan menjaga tanaman. Kami bawa obor, petasan hingga teriakan-teriakan. Tidak hanya malam saja, pagi siang dan sore ancaman gajah nyata. Was-was, ketar ketir, kuatir dan takut nampak jelas dalam ekspresi wajah kami. Lelah? Sudah pasti.

Memang serangan gajah di tempat kami itu tidak lama, kurang lebih satu tahun. Akhirnya hewan itu digiring entah kemana oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. Setelahnya gajah tidak pernah ke tempat kami lagi, memang ada sekali dua kali datang kembali tapi tidak sampai membuat trauma lagi. Hingga sekarang kawanan gajah sudah tidak pernah muncul kembali.

Sesekali pawang gajah mebawa satu dua ekor ke desa untuk dijadikan pertunjukan. Warga tentu antusias dengan hewan itu. Apalagi mereka yang belum lahir ketika serangan gajah terjadi. Kalau kami, sudah "kenyang".

Butuh peranan semua pihak

Berbicara tentang konflik manusia dengan hewan terlebih gajah akan banyak kontroversi. Sebagian berpendapat manusialah yang salah karena merusak habitatnya, sebagian lagi kebalikannya. Ada banyak pandangan dan itu sah-sah saja menurutku.

Terpenting sebenarnya bagaimana persoalan tersebut tidak berlarut-larut dan seolah tanpa ada solusi. Apakah kita tidak merasa iba dengan kondisi warga yang selalu terhantui, dan atau bagaimana gajah yang hanyabsekedar mencari makan saja harus selalu diusir dan terusir? Entahlah. Atau haruskah semua pihak yang berkepentingan terlibat? Kurasa demikian.

Berharap konflik ini segera berakhir. Warga hidup tenang pun demikian gajah. Lebih nyaman jika selaras dan berdampingan, jangan malah Ra Wes Wes. (Citizen Journalism/ Wong Jaloer)

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung bersama saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved