Warga vs Gajah, Konflik Menahun di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir yang Tak Kunjung Selesai

BEBERAPA tahun belakang kawanan gajah“ menyerang” pemukiman warga di kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Editor: Slamet Teguh
Istimewa
Warga vs Gajah, Konflik Menahun di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir yang Tak Kunjung Selesai 

Dampak konfik yang terjadi jelas sudah banyak kerusakan yang ditimbulkan.

Tanaman warga semisal sayuran, padi hingga kebun tidak luput dari serangan hewan belalai Panjang ini. Bahkan gajah juga tidak segan untuk merusak rumah dan gubuk-gubuk warga. Lebih mengerikan lagi, sudah ada korban jiwa melayang akibat berbagai rentetan serangan hewan tersebut.

Warga tidak tinggal diam atau pasrah saja. Berbagai upaya dilakukan termasuk melakukan demonstrasi di halaman Gedung DPRD Kabupaten Sumsel. Mereka menuntut kejelasan tentang ancaman gajah. Harus apa dan bagaimana.

Ada juga warga pada saat itu berunjuk rasa di sebuah perusahaan terbesar se - Asia Tenggara terkait serangan gajah liar. Mengapa mereka berunjuk rasa pada perusahaan itu? Saya tidak tahu. Mungkin warga salah alamat. Hee..

Kami Wong Jaloer..

Perkenalkan: Saya bukanlah siapa-siapa, hanya warga biasa.

Saya juga bukan warga kecamatan Air sugihan ataupun warga yang terdampak konflik dengan gajah.

Hanya saja, saya adalah putra transmigrasi asli generasi pertama yang kebetulan sama dengan mereka. Singkatnya kami sama-sama warga transmigrasi. Bila mereka berada di kecamatan Air Sugihan yang secara administrasi masuk kabupaten OKI, wilayah kami masuk wilayah kabupaten Banyuasin, kecamatan Muara Padang. Nah disitulah dulu identitas kami tercatat.

Saya sendiri adalah keturunan generasi pertama dari program sang penguasa Orde Baru, Presiden Soeharto. Orang tua Kami adalah satu diantara ratusan atau mungkin ribuan warga yang bertempat tinggal di Kawasan transmigrasi hingga saat ini.

Setelah beberapa tahun orang tua mendiami bumi transmigrasi kala itu lahirlah kami sebagai generasi pertama dan hingga sekarang beranak pinak.

Secara geografis, wilayah kecamatan Air Sugihan-Muara Padang hanya dipisahkan oleh sungai Sugihan yang mengalir hingga ke laut Bangka. Mobilisasi warga kecamatan beda kabupaten ini sangat padat. Untuk menyatukan dua kawasan terpisahkan sungai, mula-mula penyeberangan perahu sebagai sarana penyeberangan utamanya. Sementara, jembatan yang bakal menyatukan dua kabupaten dalam provinsi Sumsel ini sudah rampung. Namun belum diresmikan.

Kawasan transmigrasi di tempat kami tidak hanya berada di dua kecamatan saja. Ada beberapa kecamatan lagi yang merupakan wilayah transmigrasi secara serentak kala itu. Tempatnya pun tidak begitu berjauhan, hanya dipisahkan sungai-sungai alam saja. Masih ada kecamaran Air Saleh, Kecamatan Muara Telang, hingga Makarti Jaya.

Menariknya, kawasan transmigrasi ini penamaannya tak lepas dari kata Jaloer/Jalur. Banyaknya aliran sungai buatan yang memisahkan desa-desa menjadi penanda dan nama dari sebuah kawasan desa. Jaloer dimaksudkan yakni jalur air, sebenarnya. Misal, Jaloer 20, Jaloer, 18, Jaloer 8 dan seterusnya. Dari itupula, kami bangga dan tak keberatan disebut sebagai Wong Jaloer.

Struktur desa, lanskap alam dan tata ruang lahan hampir sama. Tidak jauh berbeda. Banyak jalur sungai-sungai kecil dan besar, banyak jembatan kecil dan sebagainya. Tata ruang lahan perkebunan dan lokasi pekarangan rumah hingga jalan tidak jauh berbeda. Banyak persamaannya. Anda, jika sudah mengenal satu desa di kawasan itu maka tidak akan binggung bila berkelana dikawasan sana.

Baik warga Kecamatan Air Sugihan maupun Muara Padang dan kecamatan lainnya, mayoritas adalah warga pindahan dari Jawa; Jawa Tengah, Jawa Timur ataupun Jawa Barat. Kala itu terdapat program transmigrasi tahun 80-an, ketika zaman orde baru. Zamannya pak Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. Program serentak yang hampir berdekatan tahunnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved