Berita Muratara

Duel Alat Berat Ekskavator di Lokasi Konflik Batas Wilayah Muratara-Muba, Saling Serang Ayun Bucket

Duel dua alat berat ekskavator di lokasi konflik batas wilayah Muratara-Muba videonya tersebar di media sosial, saling serang ayunkan bucket.

Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Vanda Rosetiati
DOK WARGA/META
Duel dua alat berat ekskavator di lokasi konflik batas wilayah Muratara-Muba videonya tersebar di media sosial, saling serang ayunkan bucket. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Duel dua alat berat ekskavator di lokasi konflik batas wilayah Muratara-Muba videonya tersebar di media sosial, saling serang ayunkan bucket.

Konflik tapal batas antara Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dan Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel), masih terjadi.

Warga di wilayah perbatasan antara dua kabupaten dalam satu provinsi tersebut akhir-akhir ini kembali bersitegang.

Dari beberapa video yang beredar di medsos, dua kelompok warga terlibat adu mulut dengan argumen masing-masing.

Pada video lain, tampak dua alat berat berupa ekskavator saling berhadap-hadapan hanya dipisahkan parit.

Dua ekskavator itu sama-sama mengayunkan bucket-nya tampak seperti saling menyerang.

"Alat berat belago (berkelahi)," ujar pemosting menyertai video memperlihatkan dua ekskavator saling berhadapan dilihat TribunSumsel.com di medsos Meta, Senin (5/2/2024).

Baca juga: Pj Bupati OKU Teddy Meilwansyah Jenguk Bayi Penderita Hygroma Colli dan RDS, Bagian Dagu Membesar

Situasi yang sempat tegang justru diwarnai gelak tawa tatkala aksi dua alat berat tersebut menjadi tontonan warga di lokasi kejadian.

Bahkan, dalam video yang beredar, sejumlah warga terdengar tertawa saat menyaksikan dua ekskavator itu beradu bucket.

Informasi didapat dua kelompok warga yang bersitegang merupakan para pekerja dari dua perusahaan yang sama-sama mempertahankan wilayah masing-masing.

Walau tegang, dua kelompok warga yang sudah sama-sama panas tidak sampai terjadi adu fisik.

Dalam video lain yang beredar, tensi amarah antara kedua kelompok itu sempat mendingin setelah bermusyawarah atas hal-hal yang diributkan.

"Musyawarah untuk mufakat," tulis pemosting video.

Sebelumnya, Bupati Muratara Devi Suhartoni saat ditanya soal polemik tapal batas tersebut menegaskan persoalan itu sebenarnya tak perlu dipermasalahkan lagi.

Sebab, kata dia, batas wilayah antara Muratara dan Muba sudah final.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 76 Tahun 2014.

Kemudian diperkuat oleh surat dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

"Kalau ditanya soal itu, pertama komentar saya, Permendagri 76 itu sudah final, batas-batas wilayahnya sudah final," kata Devi Suhartoni kepada TribunSumsel.com, belum lama ini.

Selain itu, kata Devi, antara Muratara dan Muba sebenarnya tak perlu berpolemik, apalagi masih satu provinsi yakni Sumatera Selatan.

"Antara Muratara dan Muba ini kan satu provinsi, kemudian kita satu NKRI, kita ini bersaudara, tidak perlu lah ribut-ribut," katanya.

Menurut Devi, sebenarnya dengan adanya Permendagri 76 tersebut Muratara masih rugi, karena hampir 12.000 hektare masuk ke wilayah Muba.

"Kemudian Suban IV juga masuk ke Muba
Permen 76 itu kalau kita bicara senang atau tidak senang itu bukan menjadi tolak ukur, Tapi kembali lagi kita ini bersaudara, satu provinsi, dan ini NKRI," ujar Devi.

Ditanya soal sikap Pemkab Muratara merespon polemik ini, Devi menegaskan pihaknya tentu berpegang teguh pada Permendagri 76.

"Tidak perlu lah ribut-ribut. Waktu Pak Beni sebagai Pj Bupati Muba saya sudah bicara, sudahlah tidak usah ribut, karena kita satu provinsi, saudara tetangga, dan ini NKRI," kata Devi.

Pemkab Muratara juga tidak mengambil langkah apapun soal ini, namun bila terus diusik maka akan melakukan komunikasi ke Pemkab Muba.

"Kita tidak ada langkah apapun, kita hanya pegang Permen 76, kemudian ada juga surat dari Kementerian ATR bahwa wilayah Muratara itu ya itu tadi Permen 76 itu."

"Karena di Permen 76 itu sudah komplit, dasar-dasar hukumnya, titik koordinatnya, dan lain-lain, sudah final," beber Devi.

Dia mengimbau masyarakat Muratara untuk tidak terprovokasi atas adanya polemik ini.

Pihaknya sudah berbicara dengan Pemkab Muba misalnya soal lowongan kerja di wilayah perbatasan agar kiranya juga terbuka untuk masyarakat Muratara.

"Imbauan kami kepada masyarakat ngapain mau ribut, kita bersaudara dengan Muba, satu provinsi, dan ini NKRI."

"Kalau misalnya ada perusahaan, contoh misalnya di ConocoPhillips, dulu saya sudah bilang ke Bupati Muba waktu itu masih Pak Beni."

"Saya bilang kalau misalnya banyak penerimaan tenaga kerja tolong dong kasih info supaya warga kami bisa ikut bekerja juga, karena itu di wilayah perbatasan," kata Devi.

Selain itu, Devi juga merespons soal isu ada pihak yang ingin mengganggu Permendagri 76/2014 agar berubah kembali seperti Permendagri 50/2014.

Menurut Devi, bila batas wilayah Muratara-Muba dikembalikan seperti tertuang dalam Permendagri 50/2014, maka yang sangat dirugikan adalah Muratara.

"Kalau Permen 50 itu bahkan sampai kantor Camat Rawas Ilir itu masuk ke Muba, sedangkan saya kan orang Rawas Ilir, saya tahu sejarah di sana," katanya.

Disinggung soal dugaan adanya kepentingan bisnis di balik polemik perbatasan Muratara-Muba, Devi mengatakan pemerintah tak bisa ikut campur.

"Kalau masalah kepentingan bisnis ya silakan saja mereka bisnis to bisnis, kita tidak bisa ikut campur, kita pemerintah itu hanya menjalankan aturan," katanya.

Devi menjelaskan, bila ada investor yang ingin meminta izin berbisnis, maka sesuai perintah negara bahwa pemerintah daerah akan menjalankan aturan dan tidak mempersulit.

Namun begitu, pemerintah daerah harus menekankan kepada investor untuk menjaga lingkungan hidup, berbisnis dengan benar, dan pajak harus dibayar.

Devi menegaskan ke bawahannya sebagai instansi terkait untuk mengecek wilayah administrasi yang akan menjadi tempat beraktivitas investor tersebut.

"Wilayah administrasinya itu punya kita apa bukan, kemudian cek RTRW-nya, kalau tidak masuk ngapain dikasih. Kemudian cek status hutannya, kalau hutannya HP dia harus ada IPPKH."

"Kemudian menyangkut sosiologi, di situ banyak masyarakat mana, baru nanti bisnis to bisnis, nah masalah dia bersepakat seperti apa, pemerintah daerah tidak bisa ikut campur," jelas Devi.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved