Mahasiswi Unsri Meninggal

Mahasiswi Unsri Meninggal Aborsi, Beli Obat Pengugur Kandungan Online, Tanggapan IDI Palembang

Mahasiswi Unsri meninggal aborsi usai dipaksa pacarnya minum obat untuk penggugur kandungan yang dibeli secara online.

KOLASE TRIBUN SUMSEL/ARIF/EKO/GOOGLE.COM
Mahasiswi Unsri meninggal aborsi usai dipaksa pacarnya minum obat untuk penggugur kandungan yang dibeli secara online. Kejadian ini ditanggapi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Palembang Dr dr H Zulkhair Ali, Senin (20/11/2023). 

TRIBUNSUMSEL. COM, PALEMBANG - Mahasiswi Universitas Sriwijaya (Unsri) meninggal aborsi usai dipaksa pacarnya minum obat untuk penggugur kandungan yang dibeli secara online.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Palembang Dr dr H Zulkhair Ali mengungkapkan, jika penggunaan obat-obatan yang terbilang dosis tinggi haruslah dengan rekomendasi dokter.

Termasuk juga obat aborsi yang dijual bebas selama ini, pastinya tidak sembarangan bisa dibeli karena untuk aborsi jelas harus ada kriteria sendiri.

"Sebetulnya obat aborsi itu bukan obat bebas, jadi bukan obat untuk aborsi. Tetapi obat-obat itu dipakai yang memang ada indikasi tertentu, dan yang berhak meresepkannya adalah dokter kandungan, " kata Zulkhair.

Dengan begitu, jelas tidak boleh diperjualbelikan secara bebas obat yang memiliki dosis tinggi, dan pastinya pihak apotik pun mengetahuinya.

"Meski saya tidak mengetahui secara pasti informasinya, namun jelas itu tidak dibenarkan apapun obatnya (jual bebas). Apakah itu obat yang sifatnya resmi (farmasi) tidak boleh diperjual kan bebas, " jelasnya.

Baca juga: Diat Buang Janin ke Kloset Kamar Kos, Fakta Baru Mahasiswi Unsri Meninggal Aborsi, Dipaksa Pacar

Ditambahkan Zulkhair, bisa saja yang bersangkutan (berkaca dari kasus mahasiswa meninggal karena aborsi) meminum obat yang bukan untuk aborsi sehingga menyebabkan seseorang meninggal.

"Takutnya dia bukan hanya pakai obat aborsi, namun juga obat sembarangan. Jadi yang ia beli diduga obat aborsi informasi dari kawan-kawan. Namun apapun jenisnya obat-obat tersebut bukanlah obat yang bebas diperjualbelikan, " paparnya.

Ditambahkannya, jikapun seseorang yang hendak melakukan aborsi, setahu dirinya hal itu harus ada hal yang membenarkan dan memang sesuai medis dan aturan.

"Jadi, kalau untuk penggunaan obat aborsi harus ada resep dokter, karena obatnya tidak bisa dibeli sembarangan dan harus ada indikasi tertentu. Istilahnya aborsi dilakukan karena penyakit tertentu, untuk menyelamatkan nyawa ibu, dan itu dilakukan di rumah sakit dan diresepkan pihak rumah sakit, bukan dirumah, " tandasnya.

Mengenai syarat dan ketentuan boleh melakukan aborsi karena medis, pastinya dalam pengawasan peredaran obat-obat an dosis tinggi ini diungkapkannya adalah kewenangan BPPOM.

"Artinya ada syarat dan ketentuan kalau diluar itu bisa kriminal, dan yang mengawasi peredaran obat-obatan itu badan POM yang mana setiap provinsi ada. Kalaupun dikatakan apakah ada laporan ke IDI rasanya belum ada, karena biasanya BPPOM dan pastinya dilakukan dengan rekomendasi resep dokter untuk membelinya, " papar Zulkhair.

Dilanjutkannya, selaku Ketua IDI Palembang mereka mengingatkan ke masyarakat luas, apapun obat itu baik aborsi atau penyakit lainnya termasuk anti biotik dan nyeri harus hati-hati dalam penggunaannya, serta harus dengan resep dokter.

" Kecuali obat-obat yang bebas selama ini yang telah diberikan batasan oleh pemerintah seperti demam, flu satu hari boleh, dan kalau kita lihat batasan obat bebas itu klau penyakit terus berlangsung disarankan periksa ke dokter. Mengingat obat-obatan itu terkandung zat kimia yang kemungkinan ada bahayanya bagi tubuh kita. Prinsipnya jangan mengkonsumsi obat sembarangan, baik obat aborsi maupun lainnya apalagi sifatnya yang tidak bebas obat yang keras, dan ada tanda-tanda (obat keras) dan pihak apotik yang lebih tahu dan harus ada resep, " pungkasnya.

Sosok RF

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved