Pemilu 2024

Banyak Caleg Gila Gegara Pemilu Terbuka, MK Tolak Permohonan Gugatan Sistem Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Hal itu karena Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan

|
Editor: Rahmat Aizullah
mkri.id
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023). 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Hal itu karena Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dimana permohonan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 itu untuk mengganti sistem pemilu legislatif dari terbuka ke tertutup.

Dilansir dari Tribunnews.com, Kamis (15/6/2023), Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Afriansyah Noor pernah mengatakan banyak orang gila muncul karena caleg gagal terpilih akibat proposional terbuka.

Karena itu, pihaknya turut mendorong MK mengabulkan permohonan gugatan agar Pemilu 2024 menggunakan sistem proposional tertutup.

Menurut Afriansyah, sistem proposional terbuka yang digunakan saat ini membuat sejumlah orang jadi gila karena tak lolos saat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg).

"Di zaman terbuka ini banyak orang-orang gila yang muncul karena gagal jadi caleg," kata Afriansyah saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023) lalu.

Afriansyah memberi contoh beberapa kasus seperti ada caleg yang menyumbang keramik hingga seng atap lalu minta dibongkar.

"Mas Febby pernah lihat? (ada caleg) sudah nyumbang mesjid, sumbang keramik, nyumbang seng atap, nyuruh bongkar. Pernah kan? Ini adalah sistem terbuka sehingga polarisasi uang itu luar biasa," ujarnya.

Afriansyah menuturkan sistem pemilu proposional terbuka juga memakan biaya yang cukup tinggi.

"Sesama dapil (daerah pemilihan) itu misalkan kursi yang diperebutkan lima, itu lima-limanya ini bertarung keras bagaimana supaya mereka dapat suara terbanyak dari partai yang sama," ucap dia.

Selain itu, ia mengungkapkan jika melalui sistem pemilu proposional terbuka bahwa nomor urut tidak menjadi patokan karena sistem suara terbanyak.

"Partai pun diabaikan, otomatis kan orang akan mensosialisasikan dirinya. Pak Febby, nomor satu, Pak Afriansyah Feri nomor dua. Nah mensosialisasikan dirinya," ungkap Afriansyah.

Afriansyah menjelaskan dengan mensosialisasikan dirinya, maka program partai terabaikan dan tidak berjalan.

Bahkan, sejumlah spanduk yang terpampang hanya mensosialisasikan individu caleg, bukan program partai.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved