Berita Nasional

Rafael Alun Trisambodo Marah Usai Kekayaanya Disebut Tak Wajar, Akhirnya Bicara Usai Diperiksa KPK

Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini juga marah jika hartanya disebut tak wajar.

Editor: Slamet Teguh
Kompas
Rafael Alun Trisambodo Marah Usai Kekayaanya Disebut Tak Wajar, Akhirnya Bicara Usai Diperiksa KPK 

Pada proses ini, KPK mencari alat bukti dugaan tindak pidana korupsi.

Isi Surat PPATK

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap isi surat Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK yang dinilai menonjol terkait dengan transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.

Ia mengungkap isi surat tersebut agar definisi pencucian uang dan transaksi mencurigakan yang sebelumnya disebutkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD bisa dipahami dengan baik.

Hal tersebut disampaikannya usai rapat bersama Menkopolhukam Mahfud MD dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).

"Satu surat yang sangat menonjol dari PPATK ini adalah surat nomor 205/PR.01/2020, dikirimkan pada 19 Mei 2020, pas tengah-tengah Covid kita," kata Sri Mulyani.

"Satu surat dari PPATK itu saja menyebutkan transaksi sebesar Rp189,273 trilun. Bayangkan tadi totalnya Rp349 triliun, ini satu surat saja Rp189,273 triliun," sambung dia.

Karena angka transkasi ya terbilang besar, oleh karena itu Kemenkeu langsung melakukan penyelidikan.

Ia kemudian meminta Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk melihat dan meneliti surat tersebut.

"Disebutkan oleh PPATK ada 15 individu dan entitas, perusahaan, dan nama orang yang tersangkut Rp189,273 triliun tersebut. Ini adalah transaksi 2017 hingga 2019 sebelum pandemi," katanya.

Ditjen Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK, kata dia, kemudian melakukan penelitian terhadap nama-nama 15 entitas tersebut.

Mereka, kata Sri Mulyani, adalah pihak yang melakukan ekspor-impor emas batangan, emas perhiasan, money changers, dan kegiatan lainnya.

"Bea cukai kemudian melakukan seluruh penelitian terhadap 15 entitas itu. Umpamanya import barang emas batangan Rp326 M tahun 2017, naik ke Rp5,6 trilun. 2019 turun drastis ke Rp8 triliun. Eksportnya Rp4,7 triliun 2017. Turun ke Rp3,5 triliun, dan 2019 turun ke Rp3,5 triliun," kata dia.

Dari transaksi tersebut, lanjut dia, kemudian dilakukan penelitian dan kemudian dilakukan pembahasan bersama PPATK.

Kejadian tersebut, kata dia, terjadi pada tahun 2020 dan sudah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai.

Pada saat yang sama, kata dia, Bea Cukai mengatakan kecurigaan tersebut tidak ditemukan di Bea Cukai.

Oleh karena itu, kata dia, Ditjen Pajak kemudian melakukan penelitian.

Direktorat Jenderal Pajak, kata dia, kemudian mendapatkan surat tembusan terkait hal tersebut sekaligus surat nomor 595 dari PPATK.

Di dalam surat 595 tersebut, kata dia, transaksinya lebih besar lagi yaitu Rp205 triliun dan jumlah entitas dari 15 menjadi 17 entitas.

"Maka, pajak melakukan juga penelitian dari sisi pajak dari 2017 sampai 2019. Satu, figurnya pakai inisial SB. Ini di dalam data PPATK disebutkan omsetnya mencapai Rp8,247 triliun," katanya.

"Data dari SPT pajak adalah Rp9,687 triliun, lebih besar pajak daripada yang diberikan oleh PPATK. Itupun kita tetap gunakan data PPATK. PPATK tadi Rp8,2 trilun, pajak Rp9,6 trilun," imbuhnya.

Karena orang tersebut memiliki saham dan perusahaan di PT BSI, kata dia, pihaknya meneliti PT BSI yang namanya juga tercantum di dalam surat PPATK.

PT BSI ini, kata dia, berdasarkan data PPATK menunjukkan transaksi senilai Rp11,77 triliun.

Sedangkan SPT pajaknya dari tahun 2017 sampai 2019 kata dia, menunjukkan pajaknya Rp11,56 triliun.

Dengan demikian, kata dia, ada perbedaan sebesar Rp212 M.

"Itupun tetap dikejar, dan kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," kata dia.

Kemudian PT yang ketiga dengan inisial PT IKS 2018-2019 berdasarkan data PPATK menunjukkan transaksi senilai Rp4,8 trilun sedangkan SPT-nya menunjukkan Rp3,5 triliun.

Kemudian, kata dia, ada seseorang berinisial DY yang SPT-nya hanya senilai Rp38 miliar, tetapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp8 triliun.

"Perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil yang bersangkutan. Muncul modus bahwa tadi si SB menggunakan nomor account-nya lima orang yang merupakan karyawannya," kata dia.

"Termasuk kalau kita bicara transaksi, ini adalah transaksi money changer. Jadi, anda bisa bayangkan bahwa money changer cash in, cash out," sambungnya.

Ia menegaskan pihaknya sangat menghargai data dari PPATK.

Pada kenyataan justru PPATK, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea Cukai telah bekerja sama.

Kerja sama antara ketiga instansi tersebut, kata dia, untuk saling bertukar informasi dan data.

"Di dalam rangka untuk memerangi dan memberantas tidak hanya korupsi tetapi juga TPPU," tandasnya.

Konflik Kepentingan

 Nama Rafael Alun Trisambodo masih terus menjadi perhatian publik.

Kali ini, nama Rafael Alun dikaitkan dengan wakil ketua KPK, Alexander Marwata.

Keduanya dikaitkan karena sama-sama lulusan dari STAN.

Sementara Rafael Alun kini menjadi perhatian KPK karena harta tak wajar dari Rafael Alun.

Karena hal itu, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) bakal mengawasi gerak-gerik Wakil Ketua Alexander Marwata dan eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.

Karena sebagaimana diketahui, Alex dan Rafael sama-sama lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada tahun 1986.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, pengawasan bertujuan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam pengusutan kasus Rafael Alun.

"Dewas selalu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK," kata Alebertina melalui pesan tertulis, Sabtu (18/3/2023).

Albertina menyebut bahwa pengawasan insan KPK memang sudah tugas dewas.

Hal itu sebagaimana termaktub dalam dalam Pasal 37B Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019.

"Sesuai dengan tugas Dewas dalam Pasal 37B UU No. 19 tahun 2019," jelas Albertina.

Adapun informasi awal mengenai Alexander Marwata dan Rafael Alun Trisambodo satu almamater adalah Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW kemudian meminta Alex untuk mendeklarasikan ke publik bahwa dalam pengusutan Rafael Alun tidak terdapat unsut conflict of interest.

Alex lantas merespons ICW. Alex mengaku mengenal baik Rafael Alun.

Namun, dia berani memastikan tidak ada benturan kepentingan antara dirinya dengan Rafael. 

"Enggak ada benturan kepentingan. Saya enggak ada hubungan bisnis dengan yang bersangkutan (Rafael Alun)," kata Alex kepada Tribunnews.com, Kamis (16/3/2023).

KPK melalui juru bicara kemudian menyentil balik ICW yang menyinggung potensi benturan kepentingan dalam penyelidikan Rafael Alun Trisambodo. 

"Menanggapi pendapat (ICW) itu, kami tentunya juga sudah sangat paham tentang ketentuan tersebut," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (16/3/2023). 

"Bahwa terkait satu alumni, satu angkatan, bahkan misalnya ada hubungan kekerabatan antara insan KPK dengan pihak yang sedang diusut kasusnya, sering kali terjadi karena kita semua makhluk sosial," imbuhnya. 

Ali memastikan penyelesaian setiap kasus di KPK dilakukan secara profesional dalam sebuah sistem kelembagaan dengan mekanisme yang ketat dan terukur. 

"Termasuk ketika pengambilan keputusan, bila ada potensi benturan kepentingan maka setiap insan KPK tersebut paham dan menyatakan bahwa ada hubungan dengan para pihak sehingga tidak ikut dalam suara pengambilan keputusan," kata Ali.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan Wartakotalive.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved