Berita Nasional

Rafael Alun Trisambodo Marah Usai Kekayaanya Disebut Tak Wajar, Akhirnya Bicara Usai Diperiksa KPK

Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini juga marah jika hartanya disebut tak wajar.

Editor: Slamet Teguh
Kompas
Rafael Alun Trisambodo Marah Usai Kekayaanya Disebut Tak Wajar, Akhirnya Bicara Usai Diperiksa KPK 

TRIBUNSUMSEL.COM - Tak pernah berkomentar terkait kasus yang menimpanya.

Kini, Rafael Alun Trisambodo bicara soal kasus yang kini menimpanya.

Mulai dari hartanya yang disebut tak wajar, hingga disebut ada niatnya kabur ke luar negeri.

Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini juga marah jika hartanya disebut tak wajar.

Rafael Alun juga mengaku jika dirinya tidak memiliki niat kabur ke luar negeri.

"Tak ada sedikitpun niat saya untuk kabur ke luar negeri, untuk pergi dari sini (Indonesia--red)," kata Rafael Alun melalui keterangan tertulis.

Hal itu dikatakan Rafael menanggapi pemeriksaannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (24/3/2023).

Lembaga antirasuah itu memeriksa Rafael Alun dalam rangka penyelidikan berkaitan dengan harta kekayaannya.

Rafael Alun tak sendiri, dia diperiksa oleh KPK bersama dengan sang istri dan anaknya.

Rafael memastikan kabar yang mengatakan dirinya akan kabur ke luar negeri tak bisa dipertanggungjawabkan.

"Tidak benar kabar soal itu (kabur ke luar negeri, red). Saya selalu hadir saat diminta keterangan oleh KPK dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu untuk mengklarifikasi harta saya," kata dia.

Tak hanya itu, Rafael Alun juga keberatan jika dirinya disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dia mengklaim selalu melaporkan kepemilikan harta dan sumber pendapatan serta dapat menjelaskan asal usul perolehan harta tersebut.

Rafael menyebut keterangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pemblokiran rekening konsultan pajak karena diduga membantunya melakukan TPPU adalah tak masuk akal dan anggapan sepihak tanpa dasar.

"Saya tidak pernah menggunakan jasa konsultan pajak. Jika memang diduga ada bantuan dari konsultan pajak mohon dijelaskan bantuannya seperti apa?" kata Rafael.

Terkait hartanya yang kini tengah diusut oleh KPK, Rafael juga tak habis pikir. Pasalnya, dia mengaku selalu melaporkan harta kekayaannya sejak 2011.

Dan, saat itu dirinya sudah beberapa kali diklarifikasi mengenai asal-muasal hartanya, baik oleh KPK tahun 2016 dan 2021, serta Kejaksaan Agung tahun 2012.

Sejak 2011, dia mengklaim tidak pernah ada penambahan aset tetap, sehingga penambahan nilai semua karena peningkatan nilai jual objek pajak.

"Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya, jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan. Selain itu pada tahun 2016 dan 2021 sudah klarifikasi oleh KPK, serta tahun 2012 telah diklarifikasi di Kejaksaan Agung," kata dia.

Lagi pula, lanjut Rafael, terkait perolehan harta yang dia miliki juga sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Ditjen Pajak sejak tahun 2002 dan penambahan hartanya juga telah dilaporkan rutin dalam SPT pada saat harta tersebut diperoleh.

Atas dasar itu, dia merasa heran mengapa kepemilikan hartanya dipermasalahkan sekarang.

"Perolehan aset tetap saya sejak tahun 1992 hingga tahun 2009, seluruhnya secara rutin tertib telah saya laporkan dalam SPT-OP sejak tahun 2002 hingga saat ini dan LHKPN sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini. Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program TA (Tax Amnesty) tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah," kata dia.

Baca juga: KPK Sebut Rafael Alun Trisambodo Berpotensi Kabur Keluar Negeri, Namun Kini Belum Bisa Dicekal

Baca juga: Rafael Alun Trisambodo Diultimatum Tak Kabur ke Luar Negeri, KPK : Dihadapi Saja Prosesnya

Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menyelesaikan penyelidikan dugaan harta jumbo nan janggal milik Rafael Alun Trisambodo.

"Yang pasti KPK komitmen selesaikan proses penyelidikan yang sedang kami lakukan ini. Kami butuh waktu untuk hal tersebut," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (24/3/2023) malam.

Namun Ali tak bisa mengonfirmasi soal kabar pemeriksaan Rafael bersama anak dan istrinya di KPK pada hari ini karena masih berstatus penyelidikan.

"Kegiatan penyelidikan tidak bisa kami sampaikan ya materinya," kata dia.

Meskipun demikian, Ali menegaskan KPK akan mendalami temuan-temuan peristiwa pidana terkait Rafael Alun.

"Kami dalami untuk menemukan peristiwa pidana dan pihak yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," kata dia.(tribun network/ham/dod)

KPK Sebut Rafael Alun Trisambodo Berpotensi Kabur Keluar Negeri, Namun Kini Belum Bisa Dicekal
KPK Sebut Rafael Alun Trisambodo Berpotensi Kabur Keluar Negeri, Namun Kini Belum Bisa Dicekal (Kolase Tribunsumsel.com)

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan jika Rafael Alun Trisambodo bisa saja kabur keluar negeri atas kasus yang menjeratnya.

Rafael Alun diketahui memiliki harta yang janggal hingga ia harus menjalani pemeriksaan di KPK.

Meski berpotensi kabur keluar negeri, nyatanya KPK tak bisa mencekal Rafael Alun Trsiambodo.

Sebab, menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, pihaknya belum bisa mengeluarkan surat perintah cekal berhubung masih dalam tahap penyelidikan.

Namun, pihaknya terus memantau keadaan Rafael, sebab bisa saja dengan uang yang dimiliki berkolusi dengan pejabat yang berwenang.

"Tentunya saya yakin, walau ada informasi dari rekan-rekan, saudara RAT sebagai warga negara yang baik juga aparatur pemerintahan akan berani bertanggung jawab dan menghadapi proses ini," ucapnya, Senin (20/3/2023).

"Kami juga mengimbau tidak lari atau kabur ke mana pun. Dihadapi saja prosesnya," imbuh Asep.

Asep mengatakan, pihaknya belum bisa melakukan pencegahan terhadap Rafel Alun Trisambodo.

Sebab, kasus yang menjerat Rafael masih dalam tahap penyelidikan.

Sedangkan, cegah keluar negeri baru bisa dilakukan apabila kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.

Asep pun memastikan KPK baru akan mencegah Rafael ketika kasusnya sudah naik penyidikan.

"Nanti setelah naik penyidikan kita akan lakukan pencegahan," kata Asep.

Diketahui, KPK sebelumnya mengklarifikasi kekayaan Rafael Alun Trisambodo pada 1 Maret lalu.

Kekayaannya Rp56,1 miliar sebagaimana tertuang dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dicurigai.

Rafael Alun juga dicurigai melakukan pencucian uang.

Belakangan, ia disebut memiliki safe deposit box berisi Rp37 miliar dalam pecahan mata uang asing yang diduga berasal dari suap.

KPK kemudian meningkatkan kasus Rafael ke tahap penyelidikan.

Pada proses ini, KPK mencari alat bukti dugaan tindak pidana korupsi.

Isi Surat PPATK

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap isi surat Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK yang dinilai menonjol terkait dengan transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.

Ia mengungkap isi surat tersebut agar definisi pencucian uang dan transaksi mencurigakan yang sebelumnya disebutkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD bisa dipahami dengan baik.

Hal tersebut disampaikannya usai rapat bersama Menkopolhukam Mahfud MD dengan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).

"Satu surat yang sangat menonjol dari PPATK ini adalah surat nomor 205/PR.01/2020, dikirimkan pada 19 Mei 2020, pas tengah-tengah Covid kita," kata Sri Mulyani.

"Satu surat dari PPATK itu saja menyebutkan transaksi sebesar Rp189,273 trilun. Bayangkan tadi totalnya Rp349 triliun, ini satu surat saja Rp189,273 triliun," sambung dia.

Karena angka transkasi ya terbilang besar, oleh karena itu Kemenkeu langsung melakukan penyelidikan.

Ia kemudian meminta Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk melihat dan meneliti surat tersebut.

"Disebutkan oleh PPATK ada 15 individu dan entitas, perusahaan, dan nama orang yang tersangkut Rp189,273 triliun tersebut. Ini adalah transaksi 2017 hingga 2019 sebelum pandemi," katanya.

Ditjen Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK, kata dia, kemudian melakukan penelitian terhadap nama-nama 15 entitas tersebut.

Mereka, kata Sri Mulyani, adalah pihak yang melakukan ekspor-impor emas batangan, emas perhiasan, money changers, dan kegiatan lainnya.

"Bea cukai kemudian melakukan seluruh penelitian terhadap 15 entitas itu. Umpamanya import barang emas batangan Rp326 M tahun 2017, naik ke Rp5,6 trilun. 2019 turun drastis ke Rp8 triliun. Eksportnya Rp4,7 triliun 2017. Turun ke Rp3,5 triliun, dan 2019 turun ke Rp3,5 triliun," kata dia.

Dari transaksi tersebut, lanjut dia, kemudian dilakukan penelitian dan kemudian dilakukan pembahasan bersama PPATK.

Kejadian tersebut, kata dia, terjadi pada tahun 2020 dan sudah ditindaklanjuti oleh Ditjen Bea Cukai.

Pada saat yang sama, kata dia, Bea Cukai mengatakan kecurigaan tersebut tidak ditemukan di Bea Cukai.

Oleh karena itu, kata dia, Ditjen Pajak kemudian melakukan penelitian.

Direktorat Jenderal Pajak, kata dia, kemudian mendapatkan surat tembusan terkait hal tersebut sekaligus surat nomor 595 dari PPATK.

Di dalam surat 595 tersebut, kata dia, transaksinya lebih besar lagi yaitu Rp205 triliun dan jumlah entitas dari 15 menjadi 17 entitas.

"Maka, pajak melakukan juga penelitian dari sisi pajak dari 2017 sampai 2019. Satu, figurnya pakai inisial SB. Ini di dalam data PPATK disebutkan omsetnya mencapai Rp8,247 triliun," katanya.

"Data dari SPT pajak adalah Rp9,687 triliun, lebih besar pajak daripada yang diberikan oleh PPATK. Itupun kita tetap gunakan data PPATK. PPATK tadi Rp8,2 trilun, pajak Rp9,6 trilun," imbuhnya.

Karena orang tersebut memiliki saham dan perusahaan di PT BSI, kata dia, pihaknya meneliti PT BSI yang namanya juga tercantum di dalam surat PPATK.

PT BSI ini, kata dia, berdasarkan data PPATK menunjukkan transaksi senilai Rp11,77 triliun.

Sedangkan SPT pajaknya dari tahun 2017 sampai 2019 kata dia, menunjukkan pajaknya Rp11,56 triliun.

Dengan demikian, kata dia, ada perbedaan sebesar Rp212 M.

"Itupun tetap dikejar, dan kalau memang buktinya nyata maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," kata dia.

Kemudian PT yang ketiga dengan inisial PT IKS 2018-2019 berdasarkan data PPATK menunjukkan transaksi senilai Rp4,8 trilun sedangkan SPT-nya menunjukkan Rp3,5 triliun.

Kemudian, kata dia, ada seseorang berinisial DY yang SPT-nya hanya senilai Rp38 miliar, tetapi PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp8 triliun.

"Perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil yang bersangkutan. Muncul modus bahwa tadi si SB menggunakan nomor account-nya lima orang yang merupakan karyawannya," kata dia.

"Termasuk kalau kita bicara transaksi, ini adalah transaksi money changer. Jadi, anda bisa bayangkan bahwa money changer cash in, cash out," sambungnya.

Ia menegaskan pihaknya sangat menghargai data dari PPATK.

Pada kenyataan justru PPATK, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea Cukai telah bekerja sama.

Kerja sama antara ketiga instansi tersebut, kata dia, untuk saling bertukar informasi dan data.

"Di dalam rangka untuk memerangi dan memberantas tidak hanya korupsi tetapi juga TPPU," tandasnya.

Konflik Kepentingan

 Nama Rafael Alun Trisambodo masih terus menjadi perhatian publik.

Kali ini, nama Rafael Alun dikaitkan dengan wakil ketua KPK, Alexander Marwata.

Keduanya dikaitkan karena sama-sama lulusan dari STAN.

Sementara Rafael Alun kini menjadi perhatian KPK karena harta tak wajar dari Rafael Alun.

Karena hal itu, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) bakal mengawasi gerak-gerik Wakil Ketua Alexander Marwata dan eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.

Karena sebagaimana diketahui, Alex dan Rafael sama-sama lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada tahun 1986.

Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, pengawasan bertujuan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam pengusutan kasus Rafael Alun.

"Dewas selalu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK," kata Alebertina melalui pesan tertulis, Sabtu (18/3/2023).

Albertina menyebut bahwa pengawasan insan KPK memang sudah tugas dewas.

Hal itu sebagaimana termaktub dalam dalam Pasal 37B Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019.

"Sesuai dengan tugas Dewas dalam Pasal 37B UU No. 19 tahun 2019," jelas Albertina.

Adapun informasi awal mengenai Alexander Marwata dan Rafael Alun Trisambodo satu almamater adalah Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW kemudian meminta Alex untuk mendeklarasikan ke publik bahwa dalam pengusutan Rafael Alun tidak terdapat unsut conflict of interest.

Alex lantas merespons ICW. Alex mengaku mengenal baik Rafael Alun.

Namun, dia berani memastikan tidak ada benturan kepentingan antara dirinya dengan Rafael. 

"Enggak ada benturan kepentingan. Saya enggak ada hubungan bisnis dengan yang bersangkutan (Rafael Alun)," kata Alex kepada Tribunnews.com, Kamis (16/3/2023).

KPK melalui juru bicara kemudian menyentil balik ICW yang menyinggung potensi benturan kepentingan dalam penyelidikan Rafael Alun Trisambodo. 

"Menanggapi pendapat (ICW) itu, kami tentunya juga sudah sangat paham tentang ketentuan tersebut," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (16/3/2023). 

"Bahwa terkait satu alumni, satu angkatan, bahkan misalnya ada hubungan kekerabatan antara insan KPK dengan pihak yang sedang diusut kasusnya, sering kali terjadi karena kita semua makhluk sosial," imbuhnya. 

Ali memastikan penyelesaian setiap kasus di KPK dilakukan secara profesional dalam sebuah sistem kelembagaan dengan mekanisme yang ketat dan terukur. 

"Termasuk ketika pengambilan keputusan, bila ada potensi benturan kepentingan maka setiap insan KPK tersebut paham dan menyatakan bahwa ada hubungan dengan para pihak sehingga tidak ikut dalam suara pengambilan keputusan," kata Ali.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan Wartakotalive.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved