Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

Ferdy Sambo Divonis Mati, Rosti Simanjuntak Menangis Histeris Pegang Foto Brigadir J

Reaksi Ferdy Sambo usai divonis hukuman mati Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2/2023).

|
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV
Ucapan Syukur Ibu Brigadir J Saat Ferdy Sambo Divonis Mati, ia menangis sembari memeluk foto Brigadir J 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Aggi Suzatri

TRIBUNSUMSEL.COM- Reaksi Ferdy Sambo usai divonis hukuman mati Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2/2023).

Dalam sidang digelar, Ferdy Sambo diminta berdiri dari tempat duduknya untuk mendengarkan vonis majelis hakim.

Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

"Menyatakan, mengadili terdakwa Ferdy Sambo SH. SiK MH, dipidana mati," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2/2023).

Baca juga: Alasan Hakim Jatuhkan Vonis Hukuman Mati ke Ferdy Sambo Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat

Ferdy Sambo Divonis Mati Hakim
Ferdy Sambo Divonis Mati Hakim (Kompas)

Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu.

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak merusak sistem informasi sehingga tidak bekerja semestinya,"kata majelis hakim Wahyu.

Putusan ini lebih berat dibandingkan tuntutan dari jaksa yang menuntut Ferdy Sambo dengan pidana seumur hidup.

Ferdy Sambo bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).

Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dalam kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J.

Pasca dibacakan vonisan hukuman mati, Ferdy Sambo kemudian duduk di kursi terdakwa.

Kedua matanya tampak terus berkedip.

Dalam sidang digelar, Ferdy Sambo diminta berdiri dari tempat duduknya untuk
Dalam sidang digelar, Ferdy Sambo diminta berdiri dari tempat duduknya untuk mendengarkan vonis majelis hakim.

Baca juga: Breaking News : Ferdy Sambo Divonis Mati Hakim, Mantan Kadiv Propam Polri Hanya Bisa Terdiam

Tak lama kemudian hakim menutup sidang.

Ferdy Sambo lalu mendekati para kuasa hukumnya dan terlihat mereka tengah mengobrol beberapa menit.

Setelah itu Ferdy Sambo meninggalkan ruang sidang.

Tangis ibunda Brigadir Yosua Hutabarat, Rosti Simanjuntak, pecah saat mendengarkan vonis hukuman mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan berencana terhadap anaknya.

Rosti memegang foto Yosua mengenakan seragam jas Polri, ia nampak berteriak.

'Terima Kasih Tuhan, Kau Hadir di Sini' Ucapan Syukur Ibu Brigadir J Saat Ferdy Sambo Divonis Mati
'Terima Kasih Tuhan, Kau Hadir di Sini' Ucapan Syukur Ibu Brigadir J Saat Ferdy Sambo Divonis Mati (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)

Sorak riuh pengunjung PN Jaksel

Sorak sorai puluhan pengunjung memenuhi ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Suasana ruang sidang yang semula senyap berubah riuh dengan teriakan pengunjung ketika Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso membacakan vonis mati Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), pada Senin (13/2/2023).

Mereka mendukung vonis mati yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Jaksel terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

Suasana berangsur mereda ketika Wahyu Iman Santoso yang memimpin sidang kian lantang membacakan vonis mati tersebut.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.

Baca juga: Foto Peluk Ayah, Trisha Eungelischa Banjir Support Netizen Usai Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

alam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi, serta dua ajudannya, yaitu Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR.

Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.

Kronologi Kejadian Menurut Dakwaan

Peristiwa pembunuhan Brigadir J berawal saat Putri Candrawathi berada di rumah pribadi Magelang, Jawa Tengah.

Pada 6 Juli 2022, Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo merayakan anniversary atau hari jadi pernikahan.

Saat itu sejumlah ajudan Sambo hadir dan ikut merayakan.

Setelah perayaan tersebut, Ferdy Sambo lebih dahulu pulang ke Jakarta.

Sehingga di rumah Magelang hanya tersisa Putri Candrawathi, ART Susi, Kuat Maruf, ajudan Ricky Rizal, Brigadir J, dan Bharada E.

Esok harinya pada 7 Jul 2022, terjadi insiden dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi dengan terduga Brigadir J.

Ketegangan sempat terjadi di rumah Magelang, bahkan saat itu Kuat Maruf membawa pisau dapur untuk berjaga-jaga.

Ferdy Sambo divonis, Senin (13/2/2023)
Ferdy Sambo divonis, Senin (13/2/2023) (Kolase Tribun)

Sementara Ricky Rizal saat itu mengaku langsung mengamankan senjata api Brigadir J untuk mengantisipasi terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

Atas saran Kuat Maruf, Putri Candrawathi pun lantas menelepon Ferdy Sambo yang sudah berada di Jakarta pada Rabu malam.

Putri Candrwathi pun menceritakan bila dirinya menjadi korban pelecehan.

"Mendengar cerita sepihak yang belum pasti kebenarannya tersebut membuat terdakwa Ferdy Sambo menjadi marah, dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota Kepolisian sehingga Terdakwa Ferdy Sambo. Berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun strategi untuk merampas nyawa korban," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaan di PN Jaksel pada Senin (17/10/2022).

Esok harinya, 8 Juli 2022, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Ricky Rizal, Susi serta Brigadir J pulang dari Magelang menuju Jakarta.

Rombongan tersebut pun tida di rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Jakarta Selatan pada sore hari.

Putri Candrawathi pun kembali menceritakan peristiwa yang dilaminya di Magelang.

Mendengarhal tersebut, Ferdy Sambo lantas memanggil ajudannya.

Pertama yang dipanggil adalah Ricky Riza

Saat itu Sambo meminta Ricky untuk menembak Brigadir J.

Namun, Ricky menolak karena beralasan dirinya tidak berani dan tidak kuat mental.

Setelah itu Ricky Rizal memanggil Bharada E untuk menemui Sambo.

Baca juga: Profil Hakim Wahyu Iman Santoso Vonis Ferdy Sambo Hukuman Mati, Pernah Dilaporkan Pihak Kuat Maruf

Ferdy Sambo awalnya bercerita soal kejadian istrinya yang diduga dilecehkan Brigadir J di rumah Magelang kepada Bharada E.

Bharada E saat itu siap membacup Ferdy Sambo jika Brigadir J melawan.

"Berani kamu tembak Yosua?" tanya Ferdy Sambo.

"Siap Komandan!" jawab Bharada E dalam dakwaan.

Lalu, Sambo pun menyerahkan 1 kotak peluru berisikan 9 mm kepada Bharada E.

Lalu, Sambo meminta agar Bharada E mengisi peluru yang ada di senjata api miliknya dengam merk Glock 17.

Detik-detik Brigadir J Ditembak

Setelah itu, Putri Candrawathi, Brigadir J, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf berangkat menggunakan mobil dari rumah pribadi jalan Saguling III menuju rumah dinas di duren tiga.

Alasannya, mereka harus menjalani isolasi mandiri (isoman) seusai menjalani swab PCR usai perjalanan dari Magelang.

Sesampainya di Duren Tiga, mereka pun mulai menjalankan rencana pembunuhan terhadap Brigadir J. Adapun Brigadir J turun terlebih dahulu turun dari mobil dan membuka pagar rumah.

Lalu, Putri Candrawathi turun dari mobil yang lalu diikuti oleh Kuat Maruf masuk ke dalam rumah dinas lewat garasi menuju dapur. Sedangkan, Bripka RR tetap berada di garasi halaman rumah tersebut.

Lalu, Kuat Maruf diam-diam menutup pintu depan rumah dan menutup pintu balkon yang diduga sebagai persiapan sebelum mengeksekusi Brigadir J. Pasalnya, saat itu kondisi luar rumah masih dalam keadaan terang benderang.

"Kuat Maruf langsung menutup pintu rumah bagian depan dan naik ke lantai dua tanpa disuruh langsung menutup pintu balkon padahal saat itu kondisi matahari masih dalam keadaan terang benderang. Apalagi tugas menutup pintu itu bukan tugas keseharian Kuat Maruf melainkan tugas itu merupakan pekerjaan dari saksi Diryanto sebagai asisten rumah tangga," ungkap JPU.

Selanjutnya, Bharada E pun juga menyusul masuk ke kamar ajudan di lantai 2.

Di sana, Bharada E berdoa untuk meyakinkan kehendaknya untuk bisa mengeksekusi Brigadir J.

Di tempat lain, Brigadir J masih bersama Bripka RR di garasi rumah tersebut.

Bripka RR yang mengetahui rencana pembunuhan tersebut tidak memberitahukan kepada Brigadir J.

Padahal, saat itu merupakan kesempatan terakhir Bripka RR mengingatkan Brigadir J untuk pergi dari rumah dinas tersebut. Namun, dia memilih diam dan membiarkan rencana pembunuhan terus bergulir.

Kemudian pukul 17.08 WIB, Ferdy Sambo bersama dengan ajudannya Adzan Romer dan sopir pribadi Prayogi Iktara berjalan dari rumah pribadi menuju rumah dinas di Duren Tiga.

Setibanya di sana, Ferdy Sambo pun langsung bergegas turun dari mobil.

Namun baru berjalan beberapa langkah, senjata api berjenis HS yang dibawanya tak sengaja terjatuh.

Saat itu, Adzan Romer sempat berupaya untuk membantu Sambo mengambil senjata tersebut.

Namun, hal itu dilarang dan Sambo memilih mengambil senjata api tersebut sendiri.

"Adzan Romer melihat terdakwa Ferdy Sambo sudah menggunakan sarung tangan hitam dan senjata api HS tersebut dimasukkan dalam kantong celana sebelah kanan terdakwa Ferdy Sambo," ungkap JPU.

Selanjutnya pada pukul 17.11 WIB, Ferdy Sambo pun masuk ke dalam rumah dan menemui Kuat Maruf di lantai satu. Saat itu, raut wajah Sambo telah dalam kondisi emosi dan marah.

"Watt! Dimana Ricky dan Yosua. Telpon!" seru Sambo.

Lalu, Bharada E yang mendengar teriakan Sambo langsung turun dari lantai 2.

Dia langsung diminta Sambo untuk mengokang senjatanya untuk bersiap mengeksekusi Brigadir J.

Pada pukul 17.12 WIB, Kuat Maruf yang telah mengetahui rencana Ferdy Sambo juga langsung menemui Bripka RR yang berada di luar.

Tujuannya, keduanya masuk ke dalam rumah untuk menemui Sambo.

Lalu, Bripka RR menghampiri Brigadir J untuk bisa masuk ke dalam rumah bersama.

Kemudian, Brigadir J pun menyanggupinya tanpa rasa curiga sedikitpun bahwa ternyata dirinya bakal dieksekusi.

"Atas penyampaian saksi Ricky Rizal Wibowo tersebut menyebabkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tanpa sedikitpun merasa curiga berjalan masuk ke dalam rumah melewati garasi dan pintu dapur menuju ruang tengah dekat meja makan diikuti dan diawasi terus oleh saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Kuat Ma'ruf," kata JPU.

Ferdy Sambo dan Brigadir J pun bertemu di meja makan.

Tanpa basa basi, Ferdy Sambo langsung memegang leher dan mendorong Brigadir J ke depan sehingga posisi Brigadir J tepat berada di depan tangga.

Saat kejadian ini, Putri Candrawathi berada di dalam kamar yang letaknya hanya 3 meter dari lokasi Brigadir J dieksekusi.

Sedangkan, Bripka RR masih berada di halaman rumah.

Lalu, Bharada E berada di samping Sambo dan Kuat Maruf berada di belakang Sambo dengan maksud berjaga-jaga dengan pisau jika Brigadir J melakukan perlawanan.

Setelah itu, Ferdy Sambo meminta kepada Brigadir J untuk jongkok di hadapan Ferdy Sambo.

Selanjutnya, Brigadir J yang kebingungan akhirnya jongkok sambil mengangkat tangan.

"Jongkok kamu!!," kata Sambo kepada Brigadir J.

"Ada apa ini?" jawab Brigadir J.

Selanjutnya, Ferdy Sambo memerintahkan agar Bharada E menembak Brigadir dengan berteriak dengan suara yang keras.

"Woy! kau tembak ! kau tembak cepat!! Cepat woy kau tembak!," kata Sambo kepada Bharada E.

Atas perintah Ferdy Sambo, Bharada E akhirnya menembak Brigadir J sebanyak tiga atau empat kali tembakan hingga korban terkapar penuh darah.

Namun, penembakan itu mengakibatkan sejumlah luka tembak masuk di tubuh Brigadir J. Di antaranya, dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang.

"Ferdy Sambo menghampiri Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan," ungkap Jaksa.

Lalu, Ferdy Sambo turut ikut menembak Brigadir J sebanyak satu kali untuk memastikan Brigadir J meninggal dunia.

Tembakan itu tepat mengenai di bagian kepala bagian belakang.

Kemudian, Ferdy Sambo pun langsung menembak ke arah dinding-dinding rumahnya.

Tujuannya, dia berusaha merekayasa kasus seolah-olah kematian Brigadir J akibat baku tembak dengan Bharada E.

Setelah itu, Ferdy Sambo pun keluar rumah dinas sekitar pukul 17.16 WIB dan berpapasan dengan ajudannya Adzan Romer.

Saat itu, Romer sedang berlari menuju ke dalam rumah karena mendengar adanya suara tembakan.

Lalu, Ferdy Sambo pun mulai menjalankan skenario dengan menyalahkan Adzan Romer karena tidak bisa menjaga istrinya hingga mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir J.

Selanjutnya pada pukul 17.17 WIB, Putri Candrawathi dengan suatu alasan tertentu masih sempat berganti pakaian ketika masuk ke rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Awalnya, Putri Candrawathi berpakaian sweater warna coklat dan celana legging warna hitam. Namun ketika keluar dari rumah dinas, Putri sudah berganti pakaian model blus kemeja warna hijau garis-garis hitam dan celana pendek warna hijau garis-garis hitam.

"Lalu terdakwa Putri Candrawathi dengan tenang dan acuh tak acuh (cuek) pergi meninggalkan rumah dinas Duren Tiga No. 46," jelas JPU.

Dalam persidang Ferdy Sambo membantah soal peritah menembak kepada Bharada E.

Ferdy Sambo mengatakan saat itu ia hanya bilang 'Hajar'.

Tetapi Bharadae tetap pada pengakuannya bila perintah Ferdy Sambo adalah 'tembak'.

Baca artikel menarik lainnya di Google News

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved