Berita Palembang

Perayaan Gap Go Meh di Pulau Kemaro Palembang 2023, Panitia Siapkan Jembatan dan Kapal Gratis

Perayaan Gap Go Meh di Pulau Kemaro Palembang 2023, panitia menyiapkan jembatan tongkang dan kapal gratis bagi warga yang akan menyeberang.

Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Vanda Rosetiati
DOK TRIBUN SUMSEL
Perayaan Gap Go Meh di Pulau Kemaro Palembang 2023, panitia menyiapkan jembatan tongkang dan kapal gratis bagi warga yang akan menyeberang. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Perayaan Gap Go Meh di Pulau Kemaro Palembang 2023, panitia menyiapkan jembatan tongkang dan kapal gratis bagi warga yang akan menyeberang.

Perayaan Cap Go Meh Tahun 2023 di Pulau Kemaro digelar 3-4 Februari mendatang.

"Untuk pemasangan jembatan penyeberangan menggunakan tongkang akan dilakukan pada 31 Januari mendatang," kata Panitia Cap Go Meh Tjik Harun saat dikonfirmasi, Jumat (27/1/2023)

Tjik Harun yang juga Ketua Walubi Sumatera Selatan (Sumsel) menjelaskan, pemasangan jembatan dari tongkang cukup satu hari sehingga sorenya sudah bisa digunakan.

"Jembatan penyeberangan ke Pulau Kemaro ini dibuka sampai tanggal 4 Februari, karena acara Cap Go Meh nya di tanggal 3 Februari," ungkapnya.

Baca juga: Resep Lontong Cap Go Meh dan Sambal Goreng Hati Ampela, Makanan Khas Cap Go Meh 2023

Menurut Tjik Harun, hingga kini persiapan Cap Go Meh terus berjalan seperti bersih-bersih dan lain-lain.

Untuk lampion tidak ada, karena tidak sempat lagi.

Kemudian untuk stand-stand juga belum tahu ada atau tidaknya. Lalu kalau barongsai itu penyemarak, dan biasanya itu dari donatur.

"Yang kita utamakan untuk upacara keagamaan. Untuk itu bukan dilihat ramainya, melainkan bisa beribadah dengan aman dan baik," ungkapnya

Menurutnya, kalau untuk yang wista susah diprediksi, harapannya ramai. Cuma tetap tidak bisa diprediksi, namun berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah ramai.

"Untuk ke Pulau Kemaro ini bisa dua alternatif dari jalan darat kita siapkan jembatan penyeberangan dari tongkang dan untuk dari sungai kita sediakan kapal," katanya

Masih kata Harun, untuk yang mau naik kapal dari Kelenteng Serikat di 16 Ilir Seberang Kelenteng Dewi Kwan Im. Itu gratis, namun hanya di tanggal 3 Februari.

Untuk jumlah kapal yang disediakan berapa belum bisa diinformasikan, karena masih dalam persiapan.

Harun juga menjelaskan tentang Cap Go Meh, merupakan puncak perayaan Imlek yang yang dirayakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa yang tersebar di berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia.

Legenda Pulau Kemaro

Pulau Kemaro adalah sebuah tempat wisata yang ada di Palembang Sumatera Selatan.

Untuk mengunjungi tempat wisata itu, anda harus naik speadboat karena Pulau Kemaro terletak di tengah-tengah Sungai Musi.

Tahukah kalian bahwa dibalik keindahan Pulau Kemaro terdapat Kisah yang sudah turun temurun?

Pada zaman Kerajaan Sriwijaya, ada seorang raja yang bijaksana.

Raja yang bijaksana tersebut memiliki seorang anak perempuan yang cantik jelita bernama Siti Fatimah.

Suatu hari datanglah rombongan saudagar kaya raya dari tanah tiongkok yang dipimpin oleh Tan Bun An.

Rombongan tersebut datang dengan niat untuk melakukan pelesir menikmati keindahan tanah Sriwijaya.

Karena kecantikan Siti Fatimah, suatu hari Nakhoda kapal memberikan usul kepada Tan Bun An untuk menemui anak Raja yang Bijaksana tersebut.

Rombongan Tan Bun An datang dengan arak-arakan barongsai yang meriah menuju istana.

Mendengar kehebohan di depan istana, Siti Fatimah akhirnya keluar untuk melihat rombongan tersebut.

Fatimah terkesan dengan arak-arakan itu dan ingin bertemu dengan pimpinan rombongan.

Akhirnya Tan Bun An dan Siti Fatimah bertemu, saat bertemu tersebut tumbuhlah benih-benih cinta di antara ke duanya.

Pada akhirnya Raja mengetahui hubungan mereka dan memanggil Tan Bun An untuk menghadap.

Saat menghadap Raja, Tan Bun An mengungkapkan isi perasaannya terhadap Siti Fatimah kepada Raja.

Mendengar pengakuan Tan Bun An, Raja memberikan dua syarat kepadanya.

Yang pertama mereka berdua harus tinggal di negeri ini, dan yang kedua Tan Bun An harus menyerahkan emas sebanyak sembilan guci.

Untuk syarat pertama Tan Bun An menyanggupinya karena sudah kepalang jatuh cinta kepada Siti Fatimah.

Lalu Tan Bun An mengirimkan burung merpati pos kepada orangtuanya di tanah Tiongkok untuk meminta emas sebanyak sembilan guci.

Beberapa hari kemudian datanglah balasan dari orangtua Tan Bun An yang menyetujui permintaan anaknya.

Untuk menghindari pencurian oleh perompak, orangtua Tan Bun An memasukkan sayur-sayuran busuk di atas guci yang berisi emas.

Namun setelah kapal dari orangtua Tan Bun An sudah sampai ke dermaga kerajaan, Tan Bun An marah besar karena hanya menemukan sembilan guci berisi sayuran busuk.

Tan Bun An marah besar kepada orangtuanya sehingga membuang guci-guci tersebut ke Sungai Musi.

Saat guci kesembilan hendak dilempar, Tan Bun An terpeleset jatuh lalu gucinya pecah.

Melihat guci yang sudah pecah belah dan ternyata berisi emas, ia kaget dan menyesal karena ternyata di balik sayur-sayuran yang busuk tersebut terdapat banyak emas yang dimintanya.

Karena menyersal Tan Bun An terjun ke Sungai Musi untuk mengambil kembali emas yang terbuang di Sungai Musi.

Melihat hal tersebut Fatimahpun ikut terjun untuk menyelamatkan emas-emas mereka.

Namun semenjak terjun, mereka tidak kunjung muncul kembali ke permukaan.

Di tempat Tan Bun An dan Siti Fatimah tersebut terjun, bertahun-tahun kemudian muncul endapan tanah yang terus meluas.

Karena endapan tanah semakin meluas akhirnya penduduk sekitar membuat masjid dan kelenteng untuk mengenang cerita mereka berdua

Selain versi di atas, ada satu versi lagi yang menyebar di masyarakat sebagai berikut:

Versi lain dari Cerita Rakyat Legenda Pulau Kemaro (Versi Tiongkok-Islam)

Pada zaman dahulu, datanglah seorang pangeran dari Negeri Cina, bernama Tan Bun An.

Ia datang ke Palembang untuk berdagang.

Suatu hari dia bertemu dengan anak seorang bangsawan yang bernama Siti Fatimah.

Tan Bun An langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah.

Mereka akhirnya menjalin kasih dan berniat untuk menikah.

Karena Siti Fatimah merupakan anak seorang bangsawan dari Palembang Darusalam, tentu saja keluarga Siti Fatimah merasa berat hati jika harus menerima lamaran dari Tan Bun An yang berbeda agama dan budaya dengan mereka.

Akhirnya Ayah Siti Fatimah meminta syarat yang sulit untuk menghindari pernikahan tersebut.

Ayah Siti Fatimah meminta tujuh guci berisi emas yang di datangkan langsung dari Tiongkok.

Namun tak disangka, tanpa ragu Tan Bun An langsung menyetujui dan mengabarkan kepada keluarganya secepat mungkin.

Mendengar kabar bahwa Tan Bun An menyetujui syarat tersebut Ayah Siti Fatimah terkejut dan pasrah terhadap apa yang akan terjadi.

Karena Palembang dan Tiongkok berjarak sangat jauh, keluarga Tan Bun An menutupi emas di dalam guci tersebut dengan sawi/sayur asin agar terhindar dari perompak.

Berbulan bulan diperjalanan, sayur sayur asin tersebut telah membusuk.

Tan Bun An marah melihat isi guci yang seharusnya berisi emas tetapi malah berisi sayur yang sudah membusuk dan berulat.

Tanpa berpikir panjang Tan Bun An langsung membuang guci guci tersebut ke dalam sungai.

Lalu guci terakhir terjatuh di atas dek dan pecah, alangkah kagetnya ia melihat ternyata di dalam guci tersebut terdapat emas.

Tanpa berpikir panjang lagi ia terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya.

Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul. Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi.

Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved