Berita Nasional

Pemindahan IKN di Kalimantan Buka Peluang Capres di Luar Jawa

Ray Rangkuti mengatakan sistem politik atau pemilu di Indonesia adalah sistem terbuka, sehingga tidak bertendensi untuk memenangkan Capres tertentu.

Editor: Slamet Teguh
Instagram/Nyoman_Nuarta
Pemindahan IKN di Kalimantan Buka Peluang Capres di Luar Jawa 

Pada sisi lain diungkapkan Alfitri bisa dicairkan bagaimana orang Jawa Itu bisa menghargai bahasa Indonesia, yang itu akarnya adalah bahasa Melayu di sinilah sebetulnya pembelajaran demokrasi di Indonesia. Kemudian yang kedua ke tokohan yang tadi singgung Soekarno Hatta yang memang begitu tunggal ini, adalah model politik awal dalam membangun Indonesia ke depan.

Nah, selanjutnya memang ada semacam branding bahwa presiden harus orang Jawa dan luar Jawa, Soekarno-hatta, Soeharto- Adam Malik kemudian Jokowi-JK ini adalah sebuah perpaduan. 

"Menurut saya bagaimana jalan tengah yang dipilih untuk memimpin Indonesia dengan keberagaman, jadi pluralistik Indonesia ini merupakan sebuah kekuatan di mana itu sudah dibangun oleh para pendiri bangsa ini. Termasuk pada saat Orde Baru menerapkan politik ekspansi dengan program transmigrasinya di sinilah, memulai bahwa peradaban peradaban ini Jawa dan luar Jawa ini mulai membaur, dalam kacamata tadi yang unggah-ungguhnya mulai luntur kemudian otokrasinya juga mulai memudar termasuk juga budaya di Melayu itu sudah lebih Jawa daripada orang lain ini yang kita lihat, bahwa sudah terjadi semacam persilangan dimana orang sekarang bermimpi terhadap keadilan," jelasnya.

Dalam melihat ketokohan tokoh-tokoh Sumatera ini sendiri Alfitri, bagaimana orang menawarkan keadilan ini sekarang ini meski dalam geografis tidak bisa bandingkan.

Tetapi kalau misal ada tokoh yang bisa mengusung prinsip keadilan, terutama di dalam membangun Indonesia peluang itu akan besar dengan tidak memandang dia dari mana. 

"Menurut saya di pada pemilu 2024 akan menarik, dan ditunggu oleh publik, bagaimana keadilan itu bisa menjadi tawaran bagi calon-calon kedepan, " tambahnya. 

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Profesir M. Sirozi mengungkapkan, dilihat dari pemilih pemula atau generasi Z yaitu anak muda yang usia antara 17 sampai 23 tahun, lalu ada namanya generasi milenial itu usia 24 sampai 39 tahun, yang merupakan generasi yang dibesarkan di era digital. 

"Pemilih pemula sekarang ini saya kira memang akan akan punya satu karakter yang berbeda, dan selera politik yang juga berbeda, tapi sebelumnya kita harus melihat secara kuantitatif, karena suara ini sangat penting karena kalau saya baca data dari statistik ygenerasi Z itu merepresentasikan 28 persen dari penduduk kita dan generasi milenial itu merepresentasikan 24 % , sehingga kalau dikombinasikan merepresentasikan hampir 58

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved