Satu Dari Tiga Perempuan Ternyata Pernah Alami Kekerasan

Banyak persoalan diskriminatif terhadap perempuan yang masih belum terpecahkan hingga sekarang, dan terus menjadi PR bersama bagi kita semua.

Editor: Slamet Teguh
SRIPOKU.COM / SYAHRUL
RENTAN -- Isu seksisme, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender masih menjadi persoalan yang sering dialami perempuan, baik di ranah privat maupun publik. Perlu terus disosialisasikan pemahaman dan kesadaran semua orang untuk menghentikannya. 

Misalnya tidak membedakan keahlian anak perempuan dan anak laki-laki dalam keluarga.

"Anak perempuan misalnya, perlu juga diajari berenang atau memanjat pohon agar dia bisa survive bila ada bencana alam," ujarnya.

Langkah kedua adalah melakukan aksi nyata, apa yang bisa diperbuat untuk mengkampanyekan hak kesetaraan gender.

Lalu yang ketiga adalah menghentikan seksisme. Ya jangan mengolok perempuan, jangan membuly orang, jangan diskriminatif, dimulai dari diri sendiri. "Amun dek pacak ngiluk’i, jangan merusak," kata perempuan asal Lahat ini. (rie/lis)

Aktivis Perempuan Asal Palembang, Lily Widia Puspasari
Aktivis Perempuan Asal Palembang, Lily Widia Puspasari (Dokumen)

Baca juga: Inklusi Keuangan Bagi Perempuan

Baca juga: Peringati Hari Ibu ke-93, Fauziah Mawardi Yahya Minta Peran Perempuan Makin Ditingkatkan

Saya Syok dan Cuma Bisa Menangis

SALAH satu perempuan, S yang pernah menjadi korban kekerasan saat bekerja di lapangan.

"Ya, waktu itu saya pernah mengalami kekerasan dari salah satu oknum ketika saya bekerja di lapangan," ujarnya.

Kala itu, ia mengaku memang sudah menjalankan kerja sesuai prosedur namun pihak bersangkutan langsung merampas handphone miliknya.

"Karena ia tak senang kita rekam padahal itu juga tempat umum dan kami menjalankan sesuai prosedur yang ada," ungkap dia.

Ketika mendapatkan kekerasan seperti itu ia mengaku hanya bisa pasrah dan menangis saja.

"Sempat melawan tapi ya kita wanita masih kalah dengan laki-laki," tegasnya yang enggan disebutkan namanya.

Hal yang sama juga diungkapkan Mutia, ibu rumah tangga ini sempat mendapatkan bullyan ditempat kerjanya dulu hingga akhirnya ia resign dari pekerjaanya.

"Ya, dulu saya sampai sempat takut mau ketemu orang. Apalagi setiap datang ke kantor pasti selalu digosipin sama teman-teman kantor dan dijauhi," ujarnya.

Ia mengatakan masalah ia dibully lantaran keadaan orangtua mereka yang bercerai sehingga menjadi bullyan rekan kerjanya.

"Itu pengalaman yang sulit saya lupakan sampai sekarang sampai akhirnya saya resign dan menikah. Alhamdulilah sekarang suami selalu support dan keluarga kami juga baik-baik saja selama ini,"ungkap dia.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved