Satu Dari Tiga Perempuan Ternyata Pernah Alami Kekerasan

Banyak persoalan diskriminatif terhadap perempuan yang masih belum terpecahkan hingga sekarang, dan terus menjadi PR bersama bagi kita semua.

Editor: Slamet Teguh
SRIPOKU.COM / SYAHRUL
RENTAN -- Isu seksisme, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender masih menjadi persoalan yang sering dialami perempuan, baik di ranah privat maupun publik. Perlu terus disosialisasikan pemahaman dan kesadaran semua orang untuk menghentikannya. 

TRIBUNSUMSEL.COM - MOMEN Peringatan Hari Ibu (PIH) selalu mengingatkan kita tentang sosok perempuan tak hanya ibu.

Banyak persoalan diskriminatif terhadap perempuan yang masih belum terpecahkan hingga sekarang, dan terus menjadi PR bersama bagi kita semua.

Salah satu persoalan perempuan meski di zaman modern seperti sekarang adalah masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di dunia bukan hanya di Indonesia saja.

Lily Widia Puspasari, Aktivis Perempuan asal Palembang mengatakan perempuan masih sangat rentan alami kekerasan.
"Dari data 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan fisik/ seksual oleh pasangan atau kekerasan seksual bukan dari pasangannya," jelasnya, Selasa (21/12). Fakta lain, lebih dari 1 dari 5 anak perempuan di dunia ini pernah mengalami pelecehan seksual di masa kecil.

"Dari data ini 72 persen terjadi di ranah privat dan 28 persen di ranah publik," ungkap Lily yang pernah menjabat sebagai Programme Management Specialist UN Women Indonesia tahun 2015-2020 dan kini aktif sebagai Managing Director PT Sinaraw Malaya Nusantara, PMA Konsultan Manajemen dengan fokus Pengembangan Organisasi dan Pemberdayaan Perempuan ini.

Alumnus Unsri ini mengatakan secara global kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan berakar kuat pada relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki. "Juga diperkuat oleh sikap, norma dan praktik diskriminatif dan bias gender," tegasnya.

Selain itu, pemerkosaan dan penyerangan seksual merupakan kejahatan terutama terhadap perempuan dan merupakan bagian penting dari kisah kekerasan terhadap perempuan.

"Sayangnya hukum di Indonesia belum mengatur secara jelas pelecehan di tempat umum misalnya, baru sebatas UU KDRT dan UU pornografi," ujar Lily.

Dijelaskannya, Sexisme (seksisme) atau perlakuan tidak adil atau diskriminasi berdasarkan status seks atau gender seseorang beragam bentuknya.

Contoh seksisme yang ada di sekeliling kita yakni mengomentari beberapa jenis pekerjaan sebagai "pekerjaan perempuan".

Kelakar yang melecehkan, mengomentari penampilan dll.

"Di setiap acara perempuan selalu dinobatkan sebagai "tim konsumsi", ada juga membuat pernyataan bahwa gaji perempuan tak perlu besar karena mereka punya suami yang sudah mencari nafkah bagi keluarga dan lain sebagainya," ungkap dia.

Hal-hal seperti ini sebenarnya seksisme terhadap perempuan yang secara tidak langsung sangat merugikan perempuan yang artinya belum memiliki kesetaraan yang sama.

Lalu bagaimana menghentikan seksisme, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender ini?

Lily mengajak semua orang untuk mengambil peran menyuarakan agar sikap-sikap tersebut tidak terjadi dengan meakukan perubahan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved