Kasus Sumbangan 2 Triliun
PPATK Sebut 3 Hal Mencurigakan dari Sumbangan Rp 2 Triliun Akidi Tio, Singgung Soal Inkonsistensi
"Jadi memang tugas utama kita melakukan yang dianggap mencurigakan. Itu adalah suatu kewajiban pokok PPATK,"
Dalam konteks sistem keuangan di Indonesia tidak boleh dipakai untuk main-main, apalagi untuk kejahatan.
"Untuk itulah PPATK terus melakukan penelitian sampai nantinya dihasilkan analisis yang akhirnya akan disampaikan ke Kapolri. Memang harus diakui secara domestik, sampai siang ini data transaksi itu memang belum ada," cetusnya.
Menurutnya, itu bisa dikatakan sesuatu yang bisa dimemonitor, karena PPATK mempunyai kewenangan untuk memonitor sistem keuangan.
Sebagai contoh kalau ada transfer sebesar ini maka sudah jadi kewajiban untuk diperiksa dan bank segera mungkin untuk melaporkan ke PPATK, kalau ada keuangan yang mencurigakan.
Jangan salah paham dulu, ini bukan dalam konteks suatu kejahatan.
Tapi ini transaksi keuangan yang mencurigakan dan harus diperiksa PPATK.
Kalau jumlah uang biasa juga harus dilakukan klarifikasi, tapi biasa.
Kalau yang sebesar ini pemerikasaan nya harus diperluas dan diperlebar, hasilnya dilaporkan ke PPATK.
"Sebetulnya kategori uang besar, transaksi besar biasanya dalam hal bisnis sudah biasa. Kalau tidak ada isu maka uangnya mudah saja ditransfer. Tetapi kalau ada isu tentunya akan jadi persoalan, misalnya uang ini dari mana dan apakah ada terkait dengan kejahatan dan lain-lain," katanya.
Tapi kalau uangnya tidak ada permasalahan maka mudah saja ditransfer dalam jumlah berapapun dengan sistem elektronik yang dimiliki saat ini.
"Kenapa ini jadi isu ya karena jumlah nilainya cukup besar Rp 2 Triliun. Kalau menurut pengamatan kita, ketika profilnya orang tersebut dengan jumlah uang dan pejabat itu menjadi sesuatu yang jadi isu utama kenapa kita perlu menelitinya," katanya.
Kalau sumbangan itu biasa banyak yang nyumbang tinggi sebab masyarakat Indonesia suka memberikan bantuan, itu sesuatu yang perlu diapresiasi.
Makanya kalau sampai terjadi seperti ini harus ditangani dengan baik.
"Tapi kalau yang nyumbang itu misal 10 konglomerat di Indonesia, tentu itu tidak akan jadi masalah. Karena profilnya sudah pas dan kalau nyumbang satu dua triliun juga nggak masalah, sebab kredibilitas bisa dilihat kasat mata," ungkapnya. (Tribunsumsel.com/Linda Trisnawati)