Berita Eksklusif Tribun Sumsel
Ibu-ibu Memeras Lumpur, Mengais Rezeki di Tambang Ilegal , Berkali-kali Terbakar Warga Tak Kapok
Ibu-ibu yang tidak punya pekerjaan, mereka datang ke sini bawa kain sama jerigen, mereka memeras minyak yang bercampur lumpur, dapatlah dikit-dikit
Penulis: Rahmat Aizullah | Editor: Vanda Rosetiati
Ia mengatakan, pengeboran minyak dilakukan warga secara berkelompok dengan beranggotakan mencapai 30 orang.
"Kami modalnya sama-sama, satu kelompok itu ada yang sampai 30 orang, hasilnya bagi-bagi, kami kerja sendiri, tidak ada bos (cukong)," ungkapnya.
Ubai menambahkan pendapatannya dalam sehari tak menentu, terkadang banyak namun tidak jarang hanya mendapatkan minyak sedikit.
"Dapatnya tidak tentu, tergantung rejeki, kadang sehari cuma satu drum (200 liter), harga satu drum 650 ribu, kadang sudah banyak biaya habis ternyata tidak ada minyak, terpaksa pindah titik lain, biaya lagi," ceritanya.
Penambang lain, Bustomi mengatakan sejak beraktivitas pada Juli 2020 lalu, tambang minyak rakyat tersebut sudah menjadi sumber penghidupan banyak orang.
Menurut dia, para pengebor sangat berharap lokasi pengeboran minyak itu tidak ditutup, namun dilegalkan agar warga dapat menikmati isi bumi.
"Banyak warga makan di sini, harga karet murah, kerja di perusahaan di-PHK, kalau ini ditutup apa tidak kasihan, ini urusan perut, kami mohon janganlah ditutup," pintanya.
Diakui Bustomi, adanya pengeboran minyak mendatangkan rejeki bagi banyak orang, sehingga warga yang mendapat berkah dari tambang rakyat itu kecewa bila tambang ditutup.
Tak hanya bagi pengebor, bahkan warga yang tidak memiliki lahan dan modal untuk mengebor pun kebagian rejeki dari adanya penambangan minyak tersebut.
"Ibu-ibu yang tidak punya pekerjaan, mereka datang ke sini bawa kain sama jerigen, mereka memeras minyak yang bercampur lumpur, dapatlah dikit-dikit untuk dijual, uangnya buat makan," kata Bustomi.
Salah seorang wanita pemeras lumpur, Tri Jaya mengatakan sudah beberapa bulan ia melakoni pekerjaan itu untuk mencari pundi-pundi rupiah.
"Saya sudah lama begini, kalau orang lain mungkin tidak mau, karena kotor, badan kita lumpur semua, yah beginilah cari uang, saya dulu kerja di perusahaan sawit kena PHK," ujarnya.
Tri Jaya mengungkapkan pendapatannya dari mengumpulkan minyak dengan cara memeras lumpur tidak menentu.
"Saya mulai dari jam enam pagi tadi sampai sore ini cuma dapat satu jerigen (35 liter), kalau dijual nanti satu jerigen ini uangnya 80 ribu rupiah," ungkapnya.
Wanita pemeras lumpur lainnya, Maya mengatakan, mereka memeras lumpur bercampur minyak yang keluar melimpah dari sumur bor saat pengeboran.