Berita Eksklusif Tribun Sumsel

Eddy Yusuf Tolak Menyerah, Kawal Pilkada Lawan Kotak Kosong

Banyak orang pikir usai gagal mendaftar akan pulang dengan mata sembab, tapi itu tidak terjadi. Saya punya tanggung jawab besar untuk daerah ini.

Editor: Vanda Rosetiati
Tribun Sumsel/ Arief Basuki Rohekan
Mantan Wakil Gubernur Sumsel Eddy Yusuf. 

Eddy menambahkan kekecewaan itu tidak hanya dialami dirinya tapi juga oleh para banyak orang pendukungnya yang ada seantero kecamatan di wilayah Kabupaten OKU.

Namun kekecewaan itu langsung direspon positif dengan mengajak para pendukungnya untuk tidak melakukan tindakan anarkis dan menjadi golput atau tidak mencoblos dalam pilkada mendatang.

"Tugas saya mengawal demokrasi, jangan ada pendukung yang marah berlebihan atau golput dalam pilkada," tegasnya
Eddy menegaskan tidak akan menyerah, dan telah menyiapkan strategi khusus dalam mengawal kolom kosong. Selain mensosialisasikan, ia mengaku akan merekrut saksi kolom kosong.

Para saksi yang dilengkapi name tag akan berkeliling di setiap TPS untuk mengawal perolehan suara kolom kosong. Tujuannya tentu tidak ada kecurangan.

"Banyak orang pikir usai gagal mendaftar akan pulang dengan mata sembab, tapi itu tidak terjadi. Saya punya tanggung jawab besar untuk daerah ini sampai pemilu berlangsung."

"Kalau masyarakat masih bingung kalau milih kotak kosong nanti bupatinya siapa? Maka akan saya jawab dengan tegas, kalau pilih kotak kosong itu bupatinya, Eddy Yusuf," tutupnya.

Jumlah Kursi Jadi Acuan

Sementara, Politisi asal OKU Selatan, Wahab Nawawi menilai calon tunggal dalam pilkada ada karena aturan pemilu hanya mengatur ambang batas minimal tapi tidak ada ambang batas maksimal dukungan.

"Jadi yang punya kemampuan finansial, karena partai politik tidak terlepas dari finansial. Semua butuh cost, untuk ke jakarta, ngurus partai, semua itu ada cost."

"Celah aturan itu digunakan oleh incumbent, supaya tidak repot kedepan maka borong partai saja, ini demokrasi kita, mudah-mudahan kedepan makin disempurnakan," kata mantan calon Bupati OKU Selatan itu.

Wahab menyebut mahar politik untuk mendapatkan dukungan sangat bergantung pada partai masing- masing. Ada yang tidak menetapkan mahar, tapi terkadang bagi calon kalau tidak ada mahar tidak dapat dukungan.

Mahar untuk partai kerap diartikan sebagai biaya untuk melakukan kunjungan ke daerah dalam rangka sosialiasikan calon. Tapi nyatanya setelah menjadi calon ketika ada kunjungan, calon tetap diminta untuk memfasilitasi.

"Ada yang mengacu jumlah kursi, seandainya satu kursi harganya berapa gitu. Biasanya gitu. Kalau sekarang harga itu saya tidak tahu karena saya tidak mengikuti lagi," jelasnya

Disinggung mahar politik untuk maju dalam pilkada OKUS beberapa tahun yang lalu, Wahab mengaku pergaulannya dengan beberapa petinggi partai membuat mahar tidak begitu besar.

Mereka tidak mematok, tapi calon membantu biaya untuk urus dukungan itu. Jumlahnya tentu tidak begitu besar. Sementara, saat Wahab disinggung alasan tidak maju dalam pilkada 2020 ini.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved