Rumah Pilkada Sumsel
Pengamat Ungkap Cara Culas Kandidat Kepala Daerah Enggan Lawan Kotak Kosong, Begini Modusnya
"Tiba- tiba ada orang muncul yang track record dak jelas, apa kepentingannya jadi pertanyaan. Fenomena kotak kosong kita tinggalkan
Penulis: Arief Basuki Rohekan |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian menerangkan, ada beberapa upaya yang dilakukan kandidat untuk menghindari melawan kotak kosong.
Namun, mengakali agar tidak melawan kotak kosong, seorang kandidat kadang memunculkan orang yang tidak jelas.
"Tiba- tiba ada orang muncul yang track record dak jelas, apa kepentingannya jadi pertanyaan. Fenomena kotak kosong kita tinggalkan, dan hanya berulang saja," ucapnya pada diskusi publik usai Launching Rumah Pilkada 2020 Sriwijaya Post (Sripo) - Tribun Sumsel.
Ia menilai jika bicara penyelenggara pemilu terlengkap, ada di Indonesia.
• Kesaksian: Tak Hanya Minta Fee Proyek, Ahmad Yani dan Juarsah Juga Minta Uang Entertain ke Roby
Mengingat selain ada penyelenggara pemilu terdapat juga DKPP.
Namun, pelanggaran ataupun kecurangan tetap saja marak terjadi.
"Peserta pemilu yang ada tak dipungkiri adalah yang terbaik dari terburuk, mau tidak mau itulah kandidat dari politik dan masyarakat yang ada.
• KPU Sebut Tren di Pilkada Lawan Kotak Kosong Terus Meningkat
Namun, politik harus bicara kedepan, dan tidak boleh ngomong kebelakang," tandasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyambut baik upaya untuk memberikan edukasi pemilu ke masyarakat luas.
"Kita harus apresiasi keberadaan Rumah Pilkada 2020, apalagi ia digawangi media terkemuka Sripo- Tribun Sumsel, yang jelas keberpihakannya pada terselenggaranya kontestasi yang adil dan demokratis," cap Titi
Menurut Titi, hak pilih adalah instrumen penghargaan tertinggi untuk kemanusiaan kita. Karena ia lintas sekat dan batas.
• Link Pengumuman Hasil Administrasi CPNS 2019 Wilayah Sumatera Selatan, Pemkab, Pemkot, Pemprov
"Warga negara diperlakukan setara, untuk ikut menentukan siapa yang ia kehendaki menjadi pemimpin daerahnya.
Karena memilih adalah representasi martabat warga negara, maka ia mesti terbebas dari kebohongan, informasi yang menyesatkan, maupun tekanan pada pemili," tuturnya.
Ditambahkan Titi, pemilih tak boleh ditekan oleh uang, intimidasi fisik, ataupun pengaruh kekuasaan.
"Maka Rumah Pilkada menjadi sangat esensial. Rumah Pilkada menjadi manifesto kita, untuk memerdekakan pemilih dan membuat pilkada sebagai perhelatan yang beradaban" tandasnya.