Rumah Pilkada Sumsel

KPU Sebut Tren di Pilkada Lawan Kotak Kosong Terus Meningkat

Diakui Arief pihak KPU sendiri harus membuat regulasi, termasuk membuat desain musuh kotak kosong, agar tahapan tetap berjalan

Tribunsumsel.com/Arief
Diskusi publik dengan tema Pilkada damai tanpa kotak kosong, yang diselenggarakan Rumah Pilkada Tribun Sumsel- Sripo, Selasa (3/11/2019). 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Melawan kotak kosong pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020, masih mungkin terjadi.

Ketua KPU RI Arief Budiman menjelaskan, adanya kotak kosong tidak dilarang dalam aturan yang ada.

"Trennya meningkat di Pilkada sejak tahun 2015 hingga 2018," kata Arief Budiman, dalam diskusi publik dengan tema Pilkada damai tanpa kotak kosong, diselenggarakan Rumah Pilkada Tribun Sumsel- Sripo, Selasa (3/11/2019).

Menurut Arief, pihaknya tidak mengetahui secara pasti fenomena peningkatan Pilkada melawan kotak kosong tersebut.

Dimana ia mencatat perdebatan akan adanya fenomena tersebut terjadi di Surabaya pada 2015 lalu

Sehingga ada keinginan masyarakat dan parpol untuk menolaknya, dengan mendaftarkan pasangan calon di saat jelang penutupan.

Kesaksian: Tak Hanya Minta Fee Proyek, Ahmad Yani dan Juarsah Juga Minta Uang Entertain ke Roby  

"Seperti di Surbaya waktu itu ada calon kuat, sehingga terjadi orang enggak mau nyalon. Sehingga ada gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dikabulkan. Atas putusan MK itu, KPU harus tetap melakukan meski KPU sudah berusaha maksimal untuk membuka peluang kandidat maju Pilkada," capnya.

Diakui Arief pihak KPU sendiri harus membuat regulasi, termasuk membuat desain musuh kotak kosong, agar tahapan tetap berjalan.

"Pada 2016 ada 3 daerah melawan kotak kosong, 2017 ada 9 daerah, dan 2018 ada 16 daerah. Tahun 2020 ada 237 daerah naik lagi tidak? karena ada 1 daerah (kota Makasar) ngulang lagi karena saat Pilkada 2018 menang kotak kosong," ujar Arief.

Diterangkan Arief, adanya Pilkada melawan kotak kosong itu karena beberapa faktor, dimana regulasi yang ada tidak membatasi partai 100 persen mendukung kandidat tertentu.

"Diaturan tidak ada larangan maksimal 75 persen, atau parpol mengusulkan sendiri, termasuk paslon perorangan syaratnya berapa regulasi terakhir jumlah dukungan meningkat.

Sehingga jalur maju kepala daerah peluangnya hanya 1 pintu, melalui jalur parpol, sedangkan jalur perorangan semakin berat," bebernya.

Selanjutnya, ada pada peserta pemilu yang sebenarnya bisa melalui jalur parpol atau perseorangan.

Namun, keinginan jangan muncul calon tunggal tidak bisa dihentikan.

"Keinginan masyarakat jika tidak jalur parpol, maka bisa didorong perorangan. Sebab Kompetisi itu tidak mungkin melawan dengan kotak kosong.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved