Warga dan Dewan Tolak Batubara Melintas di Jalan Umum PALI
Meski sempat batubara dilarang beroperasi selama dua pekan karena masa izin melintas di jalan umum sudah berakhir tanggal 30 Agustus 2016 lalu.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALI - Keberadaan angkutan batubara melintas di jalan umum Kabupaten PALI menjadi pro kontra di kalangan masyarakat.
Ribuan truk batubara melintas di sepanjang wilayah Bumi Serepat Serasan, akan menimbulkan premanisme terhadap masyarakat yang sering meminta uang kepada sopir truk batubara.
Dampak negatif lainnya, banyak truk batubara yang melintas membuat jalan di Kabupaten PALI berlubang, cepat rusak dan debu batubara mengganggu kesehatan warga.
Namun, di sisi lain angkutan batubara juga membantu perekonomian sopir, dan pekerja lainnya.
Meski sempat batubara dilarang beroperasi selama dua pekan karena masa izin melintas di jalan umum sudah berakhir tanggal 30 Agustus 2016 lalu.
Akan tetapi fakta di lapangan saat ini, truk batubara makin bertambah banyak melintas dari pertambangan batubara Kabupaten Lahat, menuju stock pile (pengepulan) batubara di pelabuhan PT Energate Prima Indonesia (EPI) yang terletak pinggiran sungai di Desa Prambatan, Abab, PALI perbatasan dengan Kabupaten Banyuasin, Sumsel.
Hal ini, menjadi tanda tanya di kalangan masyarakat. Mereka bertanya apakah izin perpanjangan angkutan batubara melintas di jalan umum sudah diperpanjang oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sumsel maupun sebaliknya.
Dari penelusuran Tribun, awal pekan ini, khususnya di malam hari. Truk muatan batubara, dari Kabupaten Lahat, tepatnya saat hendak masuk simpang tiga Desa Talang Bulang, PALI menuju pelabuhan PT EPI konvoi truk batubara mencapai puluhan dan memenuhi bahu jalan umum.
Di setiap desa yang dilewati truk batubara, terdapat 4 sampai 8 titik kumpulan warga mulai dari anak-anak sampai orang dewasa meminta uang kepada sopir truk batubara.
Saat siang hari truk batubara bermuatan kosong juga melintas secara konvoi menuju Kabupaten Lahat, hal ini sangat mengganggu kenyamanan pengendara dan warga lainnya.
Dari data yang dihimpun Tribun, dari petugas Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) PALI, dalam satu malam sekitar 1000 unit truk muatan batubara masuk di Kabupaten PALI hal ini,dibuktikan setiap TPR mendapatkan uang berkisar Rp 2 juta sampai Rp 4 juta.
Kemudian sebagian uang retribusi itu, akan disetorkan ke Dishubkominfo PALI sebagai Pendapatan Asil Daerah (PAD) PALI.
"Angkutan batubara sangat mengganggu kenyamanan kami sebagai pengendaran sangat terganggu, konvoi batubara mencapai puluhan, tanpa memperhatikan pengendara lainnya," kata Edo, warga Talang Ubi, Jumat(30/9).
Ia mengeluhkan, dampak batubara yang melintas melebih tonase, membuat jalan umum di Kabupaten PALI cepat rusak dan debunya mengganggu kesehatan warga.
"Lihat saja jalan umum yang dilewati truk batubara, banyak jalan rusak dan berlubang, ini menyebabkan banyak kecelakaan. Terus bungkahan batubara yang jatuh menjadi debu dan terhisap warga mengganggu kesehatan, seperti kena Ispa dan dampak kesehatan lainnya," keluh Edo.