Mayat Dalam Karung Mengapung di Sungai
Motif Sengketa Lahan Jadi Indikasi Terkuat Pembunuhan Keji Keluarga Tapsir
"Saya dapat informasi itu dari menantunya (Tapsir), Sutar itu, katanya memang pak Tapsir sedang ada konflik lahan, terutama pada dua dari empat kavlin
TRIBUNSUMSEL.COM, BANYUASIN - Kepolisian Resort Banyuasin, setelah dua hari melakukan pengumpulan alat bukti di tempat kejadian peristiwa (TKP), memastikan akan melanjutkan ke tahap penyelidikan.
"Untuk olah TKP dan pengumpulan barang bukti sudah selesai seluruhnya, kami akan melanjutkan ke tahap penyelidikan," ungkap Kasat Reskrim Polres Banyuasin, AKP Agus Sunandar SIK dijumpai Tribun, Senin ( 16/5) petang di lokasi kejadian.
Kasat Reskrim tidak secara gamblang merinci sejumlah barang bukti yang diamankan dari lokasi kejadian, tetapi sejumlah indikasi motif pembunuhan tersebut sudah mulai terlihat.
Polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi untuk memperkuat dugaan, terutama menyangkut sengketa lahan yang melibatkan korban.
"Kalau untuk informasi yang terang benderang, nanti saja setelah kami berhasil membekuk pelaku, saat ini kami sudah mengantongi sejumlah nama," tegasnya.
Transaksi Lahan
Informasi dihimpun Tribun di lapangan, motif sengketa lahan memang menjadi indikasi terkuat menjadi penyebab pembunuhan itu.
Warga mengatakan, sebelum ditemukan tewas mengambang di sungai, Tapsir sedang sibuk menyelesaikan sengketa pembelian lahan sawah.
"Saya dapat informasi itu dari menantunya (Tapsir), Sutar itu, katanya memang pak Tapsir sedang ada konflik lahan, terutama pada dua dari empat kavling lahan sawah yang baru dibelinya sebulan lalu," kata Takim (35), warga desa.
Dua dari empat kavling itu bermasalah karena tidak ada dokumen Surat Pengakuan Hak (SPH). Masalah kian rumit karena pemilik lahan itu merasa tidak menjual tanah kepada Tapsir.
Takim mengatakan, dalam transaksi pembelian empat kaveling atau delapan hektare lahan itu, Tapsir berurusan dengan Agus Mubarok, yang merupakan pemilik dari dua kaveling lahan lainnya yang tidak bermasalah.
"Pak Tapsir membeli dari Agus yang memang memiliki dua kaveling dari empat kaveling itu, katanya dua kaveling lain merupakan milik kerabat pak Agus, jadi sekalian maksudnya," kata Takim.
Belakangan pemilik dua kaveling, yang diakui Agus sebagai saudaranya, merasa tidak menjual dua kavling tanahnya.
Bahkan sampai terjadi keributan antara Tapsir dengan pemilik lahan itu ketika Tapsir hendak menyemprot lahan yang baru dibelinya.
Persoalan itu hendak diselesaikan secara kekeluargaan. Rencananya dilakukan pertemuan antara Tapsir dan Agus, pada Rabu (11/5), dengan mengajak serta Sudar, menantu Tapsir, yang tinggal di desa itu.
"Rencana itu belum sempat terwujud karena pada Hari H, Sutar yang sebelumnya telah dimintai tolong oleh ayah mertuanya sudah menunggu di rumah, tapi pak Tapsir tidak kunjung datang," kata Takim.