Berita OKU Timur

Dari Tepi Bendung Perjaya ke Dunia Digital, Ibu-ibu Pengusaha Bekasam di OKU Timur Diajak Naik Kelas

Selama puluhan tahun, mereka mengandalkan pengunjung yang kebetulan melintas di sekitar bendungan untuk menjual hasil tangan mereka.

Penulis: CHOIRUL RAHMAN | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Choirul Rahman
PENDAMPINGAN -- Tim dosen FISIP Universitas Sriwijaya memberikan pendampingan kepada kelompok ibu-ibu pembuat bekasam di Desa Keromongan, Kecamatan Martapura, OKU Timur, Senin (10/11/2025). Program hibah BIMA Kemdiktisaintek 2025 ini membantu warga mengembangkan kemasan dan pemasaran digital produk bekasam khas Bendungan Perjaya. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MARTAPURA - Di tepian Bendung Perjaya, aroma khas bekasam selalu menguar setiap pagi.

Di sinilah sekelompok ibu-ibu di Desa Keromongan, Kecamatan Martapura, OKU Timur, Sumsel menggantungkan hidup dari olahan ikan fermentasi khas Sumatera Selatan tersebut.

Selama puluhan tahun, mereka mengandalkan pengunjung yang kebetulan melintas di sekitar bendungan untuk menjual hasil tangan mereka.

Namun tahun 2025 membawa babak baru bagi mereka berkat sentuhan teknologi dan semangat pemberdayaan dari kampus.

Tiga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sriwijaya (Unsri) berhasil meraih hibah BIMA Kemdiktisaintek dalam skema Pengabdian Berbasis Masyarakat.

Dana sebesar Rp35,7 juta akan digunakan selama delapan bulan untuk melaksanakan program bertajuk “Pemberdayaan dan Pemasaran Digital Produk Bekasam dalam Pemanfaatan Aliran Sungai di Bendung Perjaya.”

Tim ini diketuai oleh Trecy Austin, bersama dua dosen Program Studi Administrasi Publik FISIP Unsri lainnya, Rindy Putri Hapsari dan Galuh Efnol Adzan, yang turut melibatkan mahasiswa dalam proses pendampingan.

“Alhamdulillah, proposal kami lolos seleksi hibah BIMA. Ini kesempatan kami untuk membantu ibu-ibu tak hanya soal alat produksi, tapi juga promosi digital agar bekasam bisa dikenal lebih luas dan mendukung kesejahteraan warga sekitar Bendung Perjaya,” ujar Trecy Austin, Senin (10/11/2025).

Kelompok yang dipimpin Masning yang beranggotakan sepuluh orang.

Sejak 1989, mereka mengolah ikan hasil tangkapan keluarga di sungai Komering menjadi bekasam.

Dalam sepekan, mereka mampu memproduksi 5–6 kilogram bekasam saat ikan melimpah, dan 1–2 kilogram saja bila tangkapan menipis.

“Ikan kami gunoke dari hasil tangkapan suami atau keluarga di bendungan irigasi Perjaya. Kadang satu minggu biso buat 5-6 kilo, tapi kalau ikannyo sedikit, paling satu-dua kilo bae,” tutur Masning.

Baca juga: Sertin Agustina Raih Gelar Magister Administrasi Publik di FISIP Universitas Sriwijaya, IPKnya 4.0

Baca juga: Sosok Rudi Irawan, Jabat Kadispora Sumsel, Awali Karier di Pemkab Musi Rawas, Alumni FISIP Unsri

Produk bekasam dijual seharga Rp25.000–Rp35.000 per kilogram, dengan produksi bulanan 20–30 kilogram dan pendapatan sekitar Rp500.000 hingga Rp1 juta.

Meski berada di lokasi strategis yang ramai wisatawan, 90 persen penjualan masih bergantung pada pembeli yang kebetulan lewat.

Menurut Galuh Efnol Adzan, persoalan utama bukan pada rasa, tetapi pada tampilan dan strategi penjualan.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved