Berita Viral
Alasan Faisal Tanjung Tak Terima Dimaafkan PGRI Lutra usai Abdul Muis-Rasnal Terima SK ASN
Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tak terima dimaafkan PGRI Luwu Utara usai Abdul Muis dan Rasnal menerima pengaktifkan
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
Ringkasan Berita:
- Faisal Tanjung menolak dimaafkan PGRI Lutra usai 2 guru terima SK ASN.
- Faisal Tanjung pelapor Abdul Muis dan Rasnal kasus pungli Rp20 ribu.
- Ia mengklaim dirinya tidak bersalah melaporkan dua guru tersebut.
TRIBUNSUMSEL.COM - Anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Faisal Tanjung, tak terima dimaafkan PGRI Luwu Utara usai Abdul Muis dan Rasnal menerima pengaktifkan SK ASN.
Hal itu lantaran dirinya merasa tidak bersalah karena telah melaporkan dua guru tersebut terkait kasus pungutan liar (pungli) Rp 20 ribu hingga dipecat.
Lewat Facebook miliknya @faisal tanjung, ia meminta PGRI Lutra untuk berpikir.
Menurut Faisal jika dirinya dianggap salah, maka seharusnya PGRI Lutra melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung untuk membantah putusan tersebut.
Hal itu guna jelas permasalah tersebut.
Ia juga mengaku sebagai masyarakat hanya menjalankan sosial kontral berdasarkan laporan siswa.
"Kenapa PGRI cara berpikirnya begini, kalau saya dimaafkan berarti yang salah saya..
Kalau memang dianggap salah, silakan lakukan PENINJAUAN KEMBALI (PK) KE MAHKAMA AGUNG (MA), untuk membantah bawah PUTUSAN itu tidak benar..supaya jelas, saya hanya masyarakat yang menjalankan sosial kontrol," tulisnya.
Baca juga: Diposting Faisal Tanjung, Isi Putusan MA Bikin Guru SMAN 1 Lutra di PTDH, Kantongi Uang Rp11 Juta
Dalam unggahannya itu juga, Faisal membagikan dokumen bukti isi putusan Mahkamah Agung.
Abdul Muis dan Rasnal, sempat menjalani proses hukum pidana dan juga kena PTDH sebagai ASN, karena memungut sumbangan Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa demi membantu guru honorer yang tak digaji.
Putusan isi MA menjelaskan bahwa dalam periode 2018 hingga 2021, dana yang dihimpun dari orang tua/wali murid mencapai angka fantastis, yakni sebesar Rp770.808.000.
MA menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara sesuai Putusan MA Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023.
Hakim memvonis mereka bersalah atas kasus gratifikasi.
Dana tersebut disimpan pada rekening saksi Abdul Muis Muharram dan sejatinya diperuntukkan bagi berbagai kebutuhan operasional sekolah; mulai dari honor guru, tunjangan wali kelas, Tunjangan Hari Raya (THR), hingga upah cleaning service.
Namun, majelis hakim kasasi yang terdiri dari tiga hakim H Eddy Army sebagai Ketua, serta Hakim Anggota Ansori dan Prim Haryadi menilai adanya penyimpangan fatal.
Praktik pengambilan bagian pribadi oleh Rasnal dan Abdul Muis sebesar Rp11,100.000 tersebut dipandang sebagai perbuatan pidana.
MA secara tegas menyatakan bahwa rangkaian perbuatan tersebut telah menyalahi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016.
Regulasi tersebut mengatur bahwa Komite Sekolah hanya diperbolehkan menerima sumbangan yang bersifat sukarela, dan dilarang keras menarik pungutan yang memberatkan atau mengikat.
Oleh sebab itu, Mahkamah Agung menilai tindakan kedua guru tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Keduanya dinyatakan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas pertimbangan tersebut, MA mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 56/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mks tanggal 15 Desember 2022, karena dinilai tidak tepat mempertahankan putusan sebelumnya.
Putusan ini tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 pada halaman 26 dari 29 halaman dokumen resmi.
PGRI Luwu Utara Maafkan Faisal Tanjung
Sebelumnya, PGRI Luwu Utara, yang sejak awal gigih mendampingi kedua guru, menegaskan bahwa mereka memilih untuk memaafkan pihak pelapor dan menganggap kasus ini telah tuntas.
Menurut PGRI Luwu Utara, fokus utama perjuangan mereka selama lima tahun terakhir adalah semata-mata untuk mengembalikan hak-hak dua guru yang sempat divonis 1 tahun penjara dan menerima Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Hal itu disampaikan oleh Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin saat tiba di Luwu Utara, Selasa (18/11/2025)
“Untuk saudara kami yang melaporkan kasus ini, kami tidak akan melakukan apa-apa. Kami menganggap semuanya selesai,” kata Ismaruddin.
Pernyataan ini mengakhiri ketegangan yang sempat terjadi di tengah-tengah sorotan publik, di mana Faisal Tanjung sempat menjadi sasaran kemarahan warganet setelah keputusan rehabilitasi presiden muncul.
Dengan kembalinya status Rasnal dan Abdul Muis sebagai tenaga pendidik, pihak PGRI menyatakan sangat bersyukur dan fokus untuk kembali mengabdi di dunia pendidikan tanpa ada lagi stigma kasus hukum.
Ismaruddin telah terlibat aktif dalam memperjuangkan hak dua rekannya tersebut.
Ia bersama ribuan guru di Luwu Utara sebelumnya menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Luwu Utara.
Tidak berhenti di situ, ia turut mendampingi Rasnal dan Abdul Muis mengadu ke DPRD Sulsel, hingga akhirnya bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto di Jakarta.
PGRI Luwu Utara bahkan memasang sejumlah spanduk ucapan terima kasih untuk Prabowo di berbagai titik d Luwu Utara.
“Terima kasih ayahanda Presiden Prabowo. Terima kasih juga untuk saudaraku semua di PGRI yang telah berjuang bersama,” ujar Ismaruddin.
Kini Abdul Muis dan Rasnal akan kembali mengajar ke SMAN 1 Luwu Utara.
Penjelasan MA
Sementara, Ketua MA Sunarot mengatakan proses pidana terhadap dua guru tersebut telah berjalan mulai dari proses penyidikan oleh polisi, penuntutan oleh jaksa, sidang pengadilan, hingga kasasi.
Setelah membaca kasus terkait dua guru tersebut, kata Sunarto, terbukti ada penarikan dana sekitar Rp 780 juta.
Sunarto mengatakan itu setelah menghadiri acara Konferensi Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata (ADHAPER) 2025 & Upgrading Hukum Acara Perdata Tahun 2025 di Aula Gedung GRHA William Soeryadjaya Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta pada Rabu (19/11/2025).
Dikatakan Sunarto, kedua guru tersebut menikmati uang sebesar Rp11 juta dari iuran komite.
"Terus, kalau saya baca kasusnya, ada Rp 11 juta yang dinikmatin oleh pelaku. Otomatis dihukum, setelah dihukum, selesai menjalani, itu proses hukum selesai," ujar Sunarto.
"Tapi Presiden punya hak prerogatif untuk memberikan rehabilitasi (memulihkan nama baik). Tidak ada tumpang tindihnya, Presiden punya hak," ungkap dia.
Ia pun menjelaskan kekuasaan negara dibagi tiga.
Kekuasaan eksekutif dipegang Presiden, kekuasaan yudikatif dipegang Mahkamah Agung, dan kekuasaan legislatif dipegang DPR.
Undang-Undang Dasar, kata dia, memberi kewenangan kepada Presiden untuk memberikan rehabilitasi kepada terpidana.
Sehingga, apa yang dilakukan presiden melalui rehabilitasi dua guru tersebut bukanlah bentuk intervensi terhadap putusan pengadilan.
Kedua guru tersebut, kata dia, juga telah menjalani putusan pengadilan.
Kendati begitu, ia menegaskan putusan MA terbukti benar.
"Apakah salah? Ya, putusan pengadilan tetap harus dianggap benar. Sampai dengan adanya putusan lain yang menyatakan itu putusan salah. Jadi memang putusannya benar-benar terbukti kok," ucapnya.
"Tapi tidak tahu, ternyata beritanya seperti itu. Kalau saya baca, saya kan baca berkasnya. Itu seperti itu kondisinya. Jadi tidak ada pertentangan antara putusan pengadilan dengan keputusan Presiden, tidak ada," pungkasnya.
Kronologi Laporan Versi Faisal
Faisal Tanjung, seorang dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Luwu Utara (Lutra) Sulawesi Selatan (Sulsel) angkat bicara usai namanya disudutkan.
Faisal melaporkan dugaan pungutan liar terhadap dua guru SMAN 1 Luwu Utara Rasnal dan Abdul Muis imbas menggalang sumbangan Rp 20.000 dengan dalih membantu guru honorer tidak digaji selama 10 bulan.
Saat melaporkan kasus dugaan pungli 2 guru SMAN 1 Luwu Utara, Faisal menjabat sebagai Ketua Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI) Kabupaten Luwu Utara.
Pria asal Masamba itu mengklaim bahwa laporannya berawal dari aduan siswa SMAN 1 Luwu Utara berinisial F.
Setelah menerima aduan tersebut, Faisal menindaklanjuti guna meminta konfirmasi dari pihak sekolah.
"Dari situ saya datangi Pak Muis. Saya tanyakan apakah benar ada pungutan. Tapi katanya itu sumbangan, bukan pungutan. Saya bilang, kalau sumbangan kenapa ada target Rp20 ribu per siswa? Lalu dijawab, itu sudah kesepakatan orang tua," kata Faisal kepada wartawan Jumat (14/11/2025), dilansir dari Tribuntimur.com.
Menurutnya, meski sudah kesepakatan dari wali murid dan dari regulasi yang ia pahami memang diperbolehkan menerima sumbangan, tidak diperbolehkan untuk memantok nominal dari sumbangan tersebut.
Hal itu diketahuinya berdasarkan aturan Peremendikbud dan Undang-Undang.
"Setahu saya, kalau sumbangan itu boleh, tapi dalam bentuk barang, bukan uang dengan target tertentu," terang Faisal.
Ia lalu mendatangi kediaman Abdul Muis, guru sekaligus bendahara komite sekolah tersebut, Namun, dalam pertemuannya menimbulkan ketegangan.
Hal itu lah yang membuatnya merasa ditantang untuk mengadukan kepada polisi.
"Ya sudah, saya buat laporan. Tujuan saya hanya untuk memastikan dugaan itu, bukan untuk menjatuhkan siapa pun," kata Faisal.
Faisal Tanjung meyakini dirinya tidak salah dalam laporannya kepada Polres Lutra soal pungutan di sekolah tersebut.
Ia menegaskan kapasitasnya hanya berperan sebagai pelapor.
Menurutnya, framing seolah dirinya yang menjadi pemicu pemecatan kedua guru tersebut tidak tepat.
Sebab, pengadilan dan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukum dan menentukan benar salahnya kasus tersebut.
"Sekarang saya justru seakan-akan diframing seolah saya bersalah. Padahal kapasitas saya hanya sebagai pelapor. Benar atau salahnya, biar pengadilan yang menentukan," tegas Faisal Tanjung.
Ia menilai, jika pengadilan telah menjatuhkan hukuman pidana terhadap Rasnal dan Abdul Muis selama satu tahun, maka laporan yang ia buat sudah melalui proses hukum yang sah.
"Saya melapor berdasarkan informasi yang saya dapatkan. Kalau akhirnya terbukti di pengadilan, berarti saya tidak salah. Kenapa saya yang disalahkan, sementara dua guru itu dianggap benar?" kata Faisal Tanjung.
Lebih lanjut, Faisal Tanjung menegaskan dirinya tidak pernah menerima sogokan dalam langkahnya melaporkan kasus tersebut.
"Yang beredar, saya disogok. Itu tidak benar sama sekali," tandas Faisal Tanjung.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
| Detik-detik Ketua DPRD Luwu Timur Ober Datte Kecelakaan, Mobil Masuk ke Drainase |
|
|---|
| Kisah Pengantin di Pasuruan Beri Mahar 2 Sound Horeg untuk Nikahi Kekasih, Choirul: Permintaan Istri |
|
|---|
| 8 Fakta Iuran Komite SMAN 1 Lutra Picu 2 Guru Kena PTDH, Dugaan Gratifikasi, Terkumpul Rp770 Juta |
|
|---|
| Penjelasan Ketua MA Abdul Muis & Rasnal Terbukti Terima Uang Rp11 Juta dari Iuran: Dinikmati Pelaku |
|
|---|
| Rincian Iuran Komite SMAN 1 Lutra Rp770 Juta Selama 3 Tahun, Abdul Muis Rasnal Disebut Dapat Bagian |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.