Ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta

Sosok Alexandre Bissonnete dan Brenton Tarrant, Nama Teroris di Senjata Mainan di SMAN 72 Jakarta

Sebuah ledakan dilaporkan terjadi di Masjid SMAN 72 Jakarta saat menggelar salat jumat, (7/11/2025)

Editor: Moch Krisna
Kolase: Tribunnews.com/Istimewa, dan HEAVY.COM
SOSOK TERORIS - (Kiri) Alexandre Bissonnette, teroris penembakan di Pusat Kebudayaan Islam Kota Quebec, sebuah masjid di lingkungan Sainte-Foy, Kota Quebec, Kanada, pada 29 Januari 2017 malam; (Tengah) Senjata mainan yang ditemukan di Masjid SMAN 72 Jakarta; dan (Kanan) Brenton Tarrant, teroris penembakan di dua masjid di Selandia Baru, pada 15 Maret 2019 
Ringkasan Berita:
  • Sebuah ledakan terjadi di Masjid SMAN 72 Jakarta saat salat jumat.
  • Ditemukan senjata laras panjang diketahui mainan bertuliskan nama dua teroris luar negeri.
  • Dua teroris luar negeri itu yakni Brenton Tarrant dan Alexandre Bissonnette

 


TRIBUNSUMSEL.COM --
Sebuah ledakan dilaporkan terjadi di Masjid SMAN 72 Jakarta saat menggelar salat jumat, (7/11/2025)

Ketika khotib masih membacakan doa di khutbah kedua, tiba-tiba ada ledakan.

Sebanyak 54 orang terluka dari tingkat ringan hingga sedang akibat ledakan tersebut.

Mengejutkanya, ditemukan dua benda mirip senjata berada disamping terdua pelaku yang belakangan dikonfirmasi adalah senjata mainan.

Senjata tersebut dipenuhi dengan tulisan, termasuk ada dua nama teroris luar negeri, yakni Brenton Tarrant dan Alexandre Bissonnette.

Lalu  siapa Brenton Tarrant dan Alexandre Bissonnette? berikut sosoknya melansir dari Tribunnews.com

 

LEDAKAN SMAN72- Penampakan Senpi laras panjang terdapat banyak tulisan yang salah satunya Welcome to Hell dan Natural Selection.  Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (wamenkopulkam) Lodewijk Freidrich Paulus pun mengungkapkan fakta bahwa, laras panjang yang ditemukan di SMAN 72 Kelapa Gading adalah senjata mainan. 
LEDAKAN SMAN72- Penampakan Senpi laras panjang terdapat banyak tulisan yang salah satunya Welcome to Hell dan Natural Selection. Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (wamenkopulkam) Lodewijk Freidrich Paulus pun mengungkapkan fakta bahwa, laras panjang yang ditemukan di SMAN 72 Kelapa Gading adalah senjata mainan.  (Tribunnews.com/Istimewa)

 

1. Alexandre Bissonnette dan Penembakan di Masjid Kanada

Alexandre Bissonnette merupakan seorang pemuda yang melakukan penembakan massal di Pusat Kebudayaan Islam Kota Quebec, sebuah masjid di lingkungan Sainte-Foy, Kota Quebec, Kanada, pada 29 Januari 2017 malam.

Pemuda yang kala itu masih berumur 27 tahun secara membabi buta menembaki jamaah dalam masjid.

Akibat kejadian ini, 6 orang tewas dan 19 orang terluka.

Lebih dari 50 orang berada di masjid ketika penembakan dimulai saat salat Isya. 

Serangan yang berlangsung kurang dari tiga menit.

Setelah penembakan, Alexandre Bissonnette ditangkap oleh petugas enam mil dari masjid.

Dikutip dari Aljazeera, Perdana Menteri Kanada yang kala itu dijabat oleh Justin Trudeau mengecam tindakan Alexandre Bissonnette.

Ia menyebutnya sebagai “serangan teroris”.

Di sisi lain, Alexandre Bissonnette dalam persidangan menolak dirinya dicap sebagai teroris.

"Saya malu atas perbuatan saya," ujarnya di ruang sidang Quebec saat itu. 

"Saya bukan teroris, saya bukan Islamofobia," lanjutnya, dikutip dari BBC.

Pada tanggal 8 Februari 2019, Bissonnette dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dengan kemungkinan pembebasan bersyarat setelah dipenjara 40 tahun.

Namun setelah mengajukan banding, Pengadilan Banding Quebec memutuskan bahwa 40 tahun tanpa pembebasan bersyarat adalah hukuman yang kejam dan tidak biasa secara inkonstitusional.

Sehingga ada penyesuaian hukuman menjadi penjara seumur hidup dengan pembebasan bersyarat setelah dipenjara 25 tahun.

Artinya dengan putusan pengadilan banding Alexandre Bissonnette akan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat dalam 25 tahun, bukannya 40 tahun.

Berdasarkan hukum Kanada, Bissonnette bisa dipenjara selama 150 tahun — atau 25 tahun untuk setiap enam kematian.

Pemotongan masa pembebasan bersyarat itu menuai kecaman keras, termasuk dari salah satu pendiri Masjid Quebec, Mohamed Labidi.

Ia mengatakan pihaknya sangat kecewa dengan hukuman hakim, yang menurutnya tidak memberikan keadilan terhadap kejahatan yang mengerikan.

"Kekerasan ini membuat anak-anak kehilangan orang tua, menghancurkan kehidupan, dan pria ini bisa bebas setelah 40 tahun? Kami sangat sedih dan sedih," katanya kepada The New York Times, pada Februari 2019 lalu.

Mohamed Labidi menilai, tindakan Alexandre Bissonnette sudah direncanakan, tidak beralasan, dan keji” 

Serta dimotivasi oleh “kebencian mendalam terhadap umat Muslim," katanya.

 

2. Brenton Tarrant dan Penembakan di Selandia Baru

Brenton Tarrant merupakan teroris yang melakukan aksi penembakan di dua masjid di Selandia Baru pada 15 Maret 2019.

Ia menyerbu Masjid Al Noor di Christchurch dengan bersenjatakan senjata semi-otomatis bergaya militer.

Dikutip dari Reuters, Brenton Tarrant menembaki umat Muslim yang sedang berkumpul untuk salat Jumat tanpa pandang bulu.

Mirisnya lagi, ia sambil memfilmkan pembantaian yang dilakukannya dari kamera yang dipasang di kepala dan memutar lagu kebangsaan anti-Muslim Serbia lewat Facebook.

Dia membunuh 44 orang di Al Noor, yang termuda seorang anak laki-laki berusia tiga tahun ditembak dari jarak dekat.

Aksinya berlanjut dengan menyerang masjid kedua di pinggiran Kota Linwood, menewaskan tujuh orang lainnya.

Perdana Menteri Selandia Baru kala itu, Jacinda Ardern, menyebut Brenton Tarrant sebagai teroris.

"Orang itu tidak akan pernah melihat cahaya matahari. Trauma 15 Maret memang tidak mudah disembuhkan, tetapi saya harap hari ini adalah hari terakhir kita mendengar atau menyebut nama teroris di baliknya," katanya.

"Ia pantas dibungkam sepenuhnya seumur hidup," lanjut Jacinda Ardern.

Kasus Brenton Tarrant mencapai puncaknya saat dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus 2020.

Ini adalah pertama kalinya pengadilan di Selandia Baru menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seseorang.

Hakim Pengadilan Tinggi Christchurch Cameron Mander mengatakan terdakwa tidak menunjukkan penyesalan dan tidak peduli berapa lama ia dipenjara, itu tidak akan cukup untuk menebus kejahatannya.

"Kejahatanmu begitu jahatnya sehingga meskipun kamu ditahan sampai mati, itu tidak akan memenuhi tuntutan hukuman dan kecaman," kata hakim saat menjatuhkan hukuman.

"Sejauh yang dapat saya ukur, Anda tidak memiliki empati terhadap korban Anda," tegasnya, dikutip dari Reuters.

(*)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved