Berita Viral
Peran 2 Atasan Bunuh Brigadir Nurhadi, Korban Dianiaya Hingga Tak Sadarkan Diri, Didorong ke Kolam
Peran Aris Chandara alias Ipda Aris dan Made Yogi alias Kompol Yogi kasus pembunuhan Brigadir Muhamad Nurhadi di Gili Trawangan,
Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Kharisma Tri Saputra
Ringkasan Berita:
- Pelaku bunuh Brigadir Nurhadi pukul hingga piting korban.
- Pelaku emosi korban tak sopan hingga berduaan dengan Misri di kolam.
- Korban dianiaya hingga didorong ke kolam kondisi tak sadar diri.
TRIBUNSUMSEL.COM - Peran Aris Chandara alias Ipda Aris dan Made Yogi alias Kompol Yogi kasus pembunuhan Brigadir Muhamad Nurhadi di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu 16 April 2025.
Diketahui, sidang perdana kas us kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Paminal Polda NTB yang tewas di Gili Trawangan, digelar secara terbuka di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Mataram, Senin (27/10/2025).
Dalam sidang pertama tersebut Jaksa mengungkap peran kedua terdakwa yang diduga melakukan kekerasan terhadap korban Brigadir Nurhadi saat berada di Villa Tekek The Beach House Resort, Gili Trawangan, pada 16 April 2025.
Kejadian berawal saat terdakwa Haris Candra, terdakwa Yogi dan korban Nurhadi pergi ke pulau Gili Trawangan untuk berpesta.
Mereka pergi bersama saksi Misri yang merupakan teman kencan Kompol Yogi dan saksi Meylani Putri teman kencan Ipda Aris.
Sekitar pukul 16.40 Wita, mereka melakukan pesta sambil berendam di kolam dan menikmati minuman keras serta bersama-sama mengkonsumsi narkoba jenis ekstasi.
Baca juga: Siasat Licik Atasan Bunuh Brigadir Nurhadi, Rekayasa Kematian, Larang Dokumentasi, Hapus CCTV
Usai pesta, korban Nurhadi masih berada di kolam Villa Tekek bersama saksi Misri di pinggir kolam, sementara terdakwa Yogi berada di tempat tidur.
Sedangkan, terdakwa Aris Candra dan saksi Meylani, kembali ke Natya hotel yang berada bersebelahan.
Baca juga: Bukan Tenggelam, Reaksi Istri Brigadir Nurhadi usai Suami Ternyata Dibunuh Atasan: Dihukum Berat
Korban Dipukul dan dipiting
Jaksa Penuntut Umum menyebutkan, kejadian pemukulan terjadi usai pesta di kolam Villa Tekek. Saat itu, terdakwa Aris kembali ke Villa Tekek untuk memberikan telepon video call terkait tahanan narkotika yang kabur.
Pada saat video call berlangsung pukul 19.59 Wita tersebut, terdakwa Aris sempat menunjukkan korban Nurhadi yang masih berendam di kolam, kepada lawan bicaranya yaitu salah satu perwira Propam Polda NTB melalui video call.
Melihat ucapan dan tingkah laku korban Nurhadi yang dianggap tidak sopan dan kurang menghormati senior, terdakwa Aris lalu memberi teguran kepada korban sambil mendorong dan memukul wajah korban.
"Sambil mendorong tubuh korban dan memukuli pada bagian wajah menggunakan tangan kiri terkepal yang salah satu jari menggunakan cincin," kata Budi saat membaca surat dakwaan, dikutip Kompas.com
Setelah memukul wajah korban, terdakwa Aris lalu kembali ke hotel Natya dan membiarkan korban Nurhadi bersama saksi Misri di pinggir kolam.
Jaksa menyebutkan, berdasarkan hasil otopsi jenazah Nurhadi, dari pukulan tersebut mengakibatkan luka lecet pada dahi kiri, benjolan pada alis, luka lecet pada pipi kiri dan luka lecet pada pipi kanan.
Selanjutnya, setelah pukul 20.30 - 21.00 Wita, terdakwa Yogi terbangun, melihat kolam renang dan mendapati korban Nurhadi masih bersama Misri, padahal waktu sudah malam.
Hal tersebut menyebabkan terdakwa Yogi merasa marah dan kesal terhadap kelakuan korban sebagai bawahan.
Jaksa menyebutkan, terdakwa Yogi langsung memiting korban sambil menariknya ke belakang dan menindih korban hingga korban dalam posisi terkunci.
"Korban merasa kesakitan, tetap berusaha melepaskan kuncian atau pitingan tersebut dengan cara meronta dan merangkak sehingga korban mengalami luka lecet pada lutut, punggung, lecet kaki kanan, patah tulang lidah, patah leher, sebagai luka antemortem yang berkontribusi terhadap kematian," Sebut Budi.
Setelah korban lemas dan hilang kesadaran, korban lalu didorong ke kolam.
Setelah beberapa saat, terdakwa Yogi kemudian mengangkat korban Nurhadi ke atas kolam dan berusaha memberikan pertolongan pertama dan memanggil petugas medis, namun nyawa korban Nurhadi tidak tertolong. Budi mengatakan, surat dakwaan yang disampaikan di persidangan hari ini berdasarkan pada sejumlah alat bukti.
"Surat dakwaan yang tadi disampaikan itu berdasarkan alat bukti, ada alat bukti saksi, alat bukti ahli dan ada beberapa menggunakan scientific crime investigation karena sejak awal ada usaha sedemikian rupa untuk menghilangkan beberapa barang bukti," kata Budi.
JPU mendakwa dua pelaku pembunuhan itu dengan pasal 338 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau pasal 345 ayat (2). JPU juga membacakan pasal alternatif terhadap kedua terdakwa ini yakni pasal 351 ayat (3) dan/atau pasal 221 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rekayasa Kematian
Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap siasat dua terdakwa.
Jaksa menyebutkan, setelah Brigadir Nurhadi dinyatakan meninggal dunia oleh dokter di Klinik Warna Gili Trawangan, Aris melarang pihak klinik untuk mendokumentasikan jenazah korban.
"Sehingga dengan adanya pelarangan tersebut, saksi bersama tim medis Klinik Warna Medika tidak berani membuat foto dan rekam medis sebagai data pelengkap membuat surat kematian," kata Ahmad Budi Muklish mewakili JPU, dikutip Tribunlombok.com
Padahal itu bagian dari standar operasional prosedur (SOP), sebagai bahan penyusunan rekam medis, kartu identitas dan surat kematian yang dapat digunakan sebagai barang bukti untuk mengungkap suatu peristiwa kejahatan.
Tim medis di Klinik Warna juga membuat surat kematian tertanggal mundur 16 April 2024 padahal peristiwa itu terjadi 2025, kemudian waktu kejadian juga dicatat mundur menggunakan Waktu Indonesia Barat (WIB) seharusnya menggunakan Wita.
Selanjutnya dua terdakwa ini juga melarang petugas patroli untuk melakukan identifikasi terhadap jenazah korban, Aris meminta pada saat itu agar dirinya saja yang mengurus jenazah Nurhadi dan membuat seolah yang meninggal bukan anggota polisi.
"Terdakwa (Aris Candra) juga melarang saksi Brian Dwi Siswanto (anggota patroli) untuk melakukan pengecekan jenazah dan mengecek kamar di Klinik Warna Medika," kata Muklish.
Karena dua terdakwa merupakan anggota Paminal Bid Propam Polda NTB, saksi Brian tidak berani untuk melakukan identifikasi itu karena keduanya memiliki pengaruh di Polda NTB.
Namun saksi Brian sempat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) secara diam-diam, tetapi karena takut ketahuan ia tidak melakukannya secara mendalam misalnya dengan memasang garis polisi.
Manajamen Villa Tekek yang merupakan lokasi tempat Nurhadi meregang nyawa juga keberatan jika dipasangkan garis polisi, karena dianggap akan menggangu tamu hotel.
Terdakwa Yogi juga meminta kepada Aris dan Misri yang merupakan teman kencannya untuk menghapus isi percakapan di handphone mereka, termasuk isi percakapan dengan Meylani Putri yang merupakan teman kencan Aris.
Setelah itu, Yogi dan Aris menghubungi Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahaean untuk menghapus rekaman CCTV di hotel itu.
Yogi juga terus meminta perkembangan hasil olah TKP yang dilakukan Polres Lombok Utara, Yogi juga menyampaikan kepada Kasat Reskrim Polres Lombok Utara bahwa Nurhadi meninggal akibat salto di kolam.
Namun karena Kasat Reskrim Polres Lombok Utara itu takut, ia mengatakan bahwa penanganan kasus ini akan diambil alih Polda NTB.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
| Siasat Licik Atasan Bunuh Brigadir Nurhadi, Rekayasa Kematian, Larang Dokumentasi, Hapus CCTV |
|
|---|
| Bukan Tenggelam, Reaksi Istri Brigadir Nurhadi usai Suami Ternyata Dibunuh Atasan: Dihukum Berat |
|
|---|
| Sempat Minta Beras, Curhat Terakhir Safitri Sebelum Pulang ke Aceh Selatan usai Dicerai Suami PPPK |
|
|---|
| Titik Terang Motif Pembunuhan Brigadir Nurhadi oleh Senior di Gili Trawangan, Dianggap Tak Sopan |
|
|---|
| Keberadaan Safitri saat Suami Dilantik PPPK, Cari Uang karena Tak Diajak, Padahal Ingin Foto Bersama |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.