Sekolah Gratis

Sosok Riris Risma Ajiningrum, PNS yang Berhasil Menangkan Gugatan SD-SMP Gratis di Indonesia

Penulis: Aggi Suzatri
Editor: Weni Wahyuny
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENANGKAN GUGATAN MK- Ilustrasi siswa SD dan SMP. Riris Risma Ajiningrum bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), berhasil menangkan gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar gratis

TRIBUNSUMSEL.COM - Mengenal sosok Riris Risma Ajiningrum, yang berhasil memenangkan gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar tanpa memungut biaya alias gratis.

Gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas dilayangkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Ajiningrum.

Diketahui, Riris Risma Ajiningrum bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Baca juga: Dedi Mulyadi Larang Pelajar di Jabar Keluar Malam Mulai Pukul 21.00, Orang Tua Siswa Protes

Sementara, Fathiyah dan Novianisa Rizkika merupakan seorang ibu rumah tangga.

Putusan SD-SMP dilaksanakan secara gratis itu dibacakan saat sidang di gedung MK Selasa (27/5/2025).

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian terhadap gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo membaca putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025, Selasa (27/5/2025).

Dalam pertimbangan MK, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknaiĀ 

"Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."

MK berpandangan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.

Hal tersebut, menurut MK, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.

Baca juga: Sosok Abdullah Ubaid, Dosen Unusia Jakarta Berhasil Menangkan Gugatan SD-SMP Gratis di Indonesia

Dalam kondisi tersebut, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.

Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dalam norma a quo memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah/madrasah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.

"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih membaca pertimbangan hukum Mahkamah.

Data tersebut menunjukkan, masih adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di swasta akibat terbatasnya kuota.

Halaman
123

Berita Terkini