TRIBUNSUMSEL.COM, MUARA ENIM - Kenaikan upah minum sebesar 6,5 persen di tahun 2025 ternyata tak membuat para buruh merasa puas.
Pasalnya, kenaikan rata-rata upah minimun yang telah ditetapkan pemerintah tidak berpengaruh dengan kesejahteraan para buruh.
Sebab kenaikan upah tersebut belum seimbang dengan kenaikan harga kebutuhan pokok khususnya sembako saat ini.
"Kenaikan 6,5 persen tersebut belum sesuai. Kecuali pemerintah menurunkan harga sembako dan harga pangan lainnya minimal 20 persen, itu baru mungkin bisa mengangkat daya beli dengan adanya kenaikan 6,5 persen tersebut," kata Ketua Federasi Serikat Buruh Bersatu Muara Enim (F-SBBM) Rahmansyah SH MH, Selasa (3/12/2024).
Menurut Rahmansyah, dengan kenaikan rata-rata upah menimun 6,5 persen tidak sesuai dengan kondisi perekonomian buruh saat ini, sebab harga kebutuhan pangan terus melonjak.
Sebab jika dibandingkan dengan kondisi saat ini masih kurang karena harga-harga kebutuhan bahan pokok sudah naik.
Baca juga: Naik 6,5 Persen, UMP Sumsel 2025 Menjadi Rp 3.681.570, Pemprov Masih Tunggu Petunjuk Kemenaker
Baca juga: Pernyataan Sikap Apindo, Setelah Pemerintah Tetapkan UMP Naik 6,5 Persen, Tunggu Rapat di Sumsel
Seyogyanya kenaikan UMP minimal 12 persen sehingga dapat merangsang daya beli pekerja buruh.
"Bukannya kita tidak bersyukur dan alhamdulilah ada kenaikan. Tetapi kenaikan UMP dinilai masih terlalu rendah karena tidak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan pokok. Jika pemerintah menaikan harga BMM, dipastikan harga kebutuhan pokok ikut naik khususnya pangan, artinya kenaikan 6,5 persen belum seimbang," jelas pengacara ini.
Lanjutnya, kenaikan UMP kali ini memang lebih tinggi akan tetapi belum cukup untuk meningkatkan daya beli pekerja sambil tetap menjaga daya saing usaha.
Kenaikan upah minimum 6,5 persen tersebut lebih tepat bagi buruh yang bekerja di bawah 1 tahun dan masih lajang.
Karena sudah ditetapkan, kedepan pemerintah harus dapat menutupi kelemahan-kelemahan daya beli masyarakat dengan menormalkan harga-harga terutama kebutuhan pokok.