TRIBUNSUMSEL.COM - Mantan Menko Polhukam sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD ikut dibuat terkejut dengan putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis Ronald Tannur bebas.
Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiayaan hingga menewaskan Dini Sera Afrianti.
Dalam kasus ini, Dini tewas dengan luka memar di paha kiri dan beberapa luka lecet di kedua kakinya, Kamis (5/10/2023) dini hari.
Baca juga: Curhat Ujang Ayah Dini Korban Tewas Dianiaya Pacar, Sebut Hakim Dibayar Bebaskan Ronald Tannur
Diduga Dini tewas dianiaya oleh pacarnya sendiri seusai kencan di Blackhole KTV Surabaya.
Berdasarkan hasl penyidikan kepolisian, Gregorius Ronald Tannur ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Dini.
Mendengar putusan itu, Mahfud MD mengaku kaget karena pada saat kasus dugaan penganiayaan berujung kematian kekasih Ronald, Dini Sera Afrianti, mencuat ke publik respons dari PKB di mana orang tua Ronald bernaung dan menjadi legislator DPR RI serta pihak kepolisian dan kejaksaan meyakinkan bahwa Ronald bersalah.
Terlebih, menurutnya saat itu proses pembuktian dalam kasus tersebut tidak sulit mengingat bukti-bukti baik berupa video hingga hasil autopsi terungkap ke publik.
"Kok tiba-tiba ini, 8 bulan kemudian tahu-tahu bebas. Kita semua kaget," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official, Selasa (30/7/2024).
Dari kasus tersebut, Mahfud MD menduga putusan tersebut bisa terjadi karena tiga hal.
Pertama, kata dia, karena hakimnya tidak profesional.
Hal tersebut terindikasi dari bagaimana bukti-bukti penganiayaan yang belakangan mengakibatkan Dini tewas telah ditunjukkan di pengadilan.
Baca juga: Perlawanan Keluarga Dini Laporkan Ronald Tannur ke Komisi Yudisial, Rieke Diah Pitaloka Turun Tangan
Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini tersebut telah terjadi.
Akan tetapi, kata dia, hakim memiliki penafsiran berbeda dengan akal sehat masyarakat terkait penyebab kematian Dini.
"Dugaan orang hakimnya tidak profesional. Bisa ya, bisa tidak. Ini bagian dari ironi penegakan hukum kita. Bisa saja memang hakimnya nggak benar. Semua orang tahu, public common sense kan sudah jelas bahwa itu ada penyiksaan, ada luka, ada autopsi dan sebagainya yang kemudian ditunjukkan di pengadilan," kata dia.
"Tetapi itu ditafsirkan oleh hakim itu tidak menyebabkan kematian, bukan itu yang menyebabkan kematian meskipun peristiwanya benar. Ya kan. Misalnya ada bahwa pendarahan itu tidak selalu menjadi penyebab kematian. Tetapi peristiwa kenapa pendarahan itu terjadi kan sudah ada," sambung dia.
Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat.