"Saya memberikan masukan sekaligus menolak tanda tangan induksi via infusan. Saya minta segera ada caesar, minta vakum,"
Apa jawaban bidan? Ardiansyah menirukannya kembali: "Tenang Pak, ini sesuai SOP, lagipula istrinya masih bisa menjerit-jerit."
Ardiansyah melihat bibir istrinya sudah menjadi berwarna hijau, badan istrinya dingin, dan terlihat sangat lemah.
"Kok masih dikasih obat?" katanya.
Pukul 12.00, ketika badan Mamay sudah betul-betul tak bergerak, barulah dimasukkan ruang operasi. Mamay dan bayinya meninggal dunia, tanpa sempat bayinya dikeluarkan terlebih dahulu.
Kini, Keluarga ibu dan bayi yang meninggal dunia di RSUD Sumedang saat menjalani proses persalinan akan melapor ke kepolisian.
Tindakan itu diambil lantaran belum ada itikad baik dari dokter dan bidan yang bersangkutan untuk datang meminta maaf ke keluarga korban, meski ada pihak RSUD Sumedang yang datang untuk menyampaikan bela sungkawa.
Selain karena dugaan kelalaian dengan cara terus-terusan induksi, bukan segera melaksanakan vacum atau operasi caesar, Ardiansyah menganggap pelayanan buruk itu akibat istrinya terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan kelas 1.
Padahal, sebagai seorang guru berstatus PNS, Mamay memang wajib menjadi peserta BPJS dengan iuran yang dibayarkan melalui potongan gaji setiap bulannya.
"Saya mau ini dibawa ke ranah hukum, untuk sekarang biarkan kabar ini tersiar di media saja dulu, supaya orang tahu, jangan sampai terulang terjadi kejadian ini kepada orang lain," kata Ardiansyah.
Semenjak kabar duka yang dialaminya tersiar, dia mengaku banyak ditelepon orang-orang yang merasakan hal yang sama, pengalaman buruk dari RSUD Sumedang.
"Yang melapor ke saya juga banyak," katanya.
Dia akan melapor ke Mapolres Sumedang atas kasus yang dialaminya ini, dugaan kelalaian yang dilakukan RSUD Sumedang. Padahal menurutnya, apapun status berobat pasiennya, entah BPJS, KIS, atau Umum sekalipun, perlu mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara.
"Sekarang belum (melapor), besok ke Polres Sumedang. Ada dugaan kelalaian,"
"Juga dugaan saya, karena jadi peserta BPJS," katanya.
Kata Pihak Rumah Sakit
Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD Kabupaten Sumedang dr. Enceng mengatakan pihaknya sudah dan terus berkomunikasi dengan keluarga ibu dan bayi yang meninggal dunia saat persalinan, Minggu (1/10/2023).
Dia mengatakan, RSUD Sumedang telah menyampaikan ucapan bela sungkawa serta menyatakan kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan Mamay Maida (30) dan bayinya meninggal dunia.
"Sudah saya sampaikan bahwa SOP sudah dijalankan, masukan dari keluarga akan kami tindaklanjuti, kami masih berkomuniaksi terus," kata Enceng saat dihubungi TribunJabar.id pada Rabu (4/10/2023).
Enceng mengatakan masing-masing pihak perlu proses dan RSUD Suemdang menghargai hal tersebut.
Enceng mengatakan bahwa dugaan Mamay Maida dan bayinya meninggal dunia saat persalinan karena kelalaian pihak RSUD dan karena pasien memakai BPJS Kesehatan, hanyalah dugaan.
"Ya, itu dugaan saja. Pelayanan tidak dipengaruhi jaminan. Prosedurnya begitu," katanya.
Setelah dilakukan audit medis, Enceng meyebutkan tidak ada unsur kelalaian.
"Penyebabnya, sesuai literatur yang ada adalah Emboli Air Ketuban," katanya.
Emboli air ketuban disebut juga Amniotic Fluid Embolism.
Menurut Wikipedia, kejadian ini adalah kejadian kelahiran yang sangat langka.
Di mana air ketuban masuk ke aliran darah ibu melahirkan.
Reaksinya sangat membahayakan, yakni menyerang sistem pernafasan dan jantung. Keduanya menjadi kolaps bahkan hingga berdarah.
Baca juga berita lainnya di Google News