Korupsi Pengadaan Tanah Tol Betung

Kesehatan H Halim Menurun Pasca Terjerat Dugaan Kasus Korupsi, Kuasa Hukum Berharap Keringanan

Kondisi H Abdul Halim menurun pasca terseret kasus dugaan pemalsuan dokumen pengadaan lahan Tol Betung–Tempino.

|
Dokumentasi Kejati Sumsel
RESTORATIVE JUSTICE -- Kemas H Abdul Halim terdakwa dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Betung–Tempino. Kuasa hukum H Halim mengatakan, jika kliennya mengalami penurunan stamina serta gangguan pernapasan. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Kondisi kesehatan pengusaha Sumatera Selatan (Sumsel) Kemas H Abdul Halim atau H Halim, yang terseret kasus dugaan pemalsuan dokumen pengadaan lahan Tol Betung–Tempino, saat ini masih menjalani perawatan intensif.

Hal ini diungkapkan tim kuasa hukum  Kemas H Abdul Halim, atau akrab disapa Haji Halim yaitu Lisa Merida SH.

Lisa mengatakan, jika kliennya mengalami penurunan stamina serta gangguan pernapasan, sehingga harus menggunakan alat bantu.

“Beliau sulit bergerak, sering sesak napas, dan membutuhkan pengawasan medis 24 jam. Kondisinya sangat lemah,” kata Lisa. 

Diungkapkannya, faktor usia yang sudah di atas 80 tahun, dan tekanan mental akibat kasus hukum yang dijalani turut memperburuk kondisi kesehatan Haji Halim.

“Kasus ini menjadi beban pikiran berat bagi beliau dan keluarga, yang jelas berdampak pada kesehatannya,” terangnya.

Baca juga: Divonis 1 Tahun 4 Bulan Penjara di Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino, JPU Banding, Terdakwa Mikir

Baca juga: Kejari Muba Bicara Nasib H Abdul Halim Ali Usai 2 Terdakwa Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino Divonis

Lisa Merida berharap kondisi kliennya saat ini, menjadi bagian dari pertimbangan pihak terkait, agar masalah hukum ini segera selesai.

“Kami tidak menuntut pembebasan semata, tapi memohon agar hukum berjalan dengan hati nurani. Ada opsi hukuman selain penjara bagi terdakwa yang sakit berat. Vonis yang terlalu berat justru berpotensi memperburuk kondisi, sama saja seperti menjatuhkan hukuman mati perlahan,” tandasnya.

Di sisi lain, pengamat hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, Conie Paniah Putri, menilai KUHP sebetulnya memberi ruang bagi terdakwa yang sakit, untuk mendapat alternatif hukuman.

“KUHP memberi opsi seperti denda, pembatasan aktivitas, atau kerja sosial. Bahkan, ada mekanisme penundaan atau pembatalan eksekusi pidana jika kondisi kesehatan tidak memungkinkan. Prinsipnya, tujuan hukum adalah keadilan dan kemanfaatan, bukan semata menghukum,” jelasnya.

Ia menambahkan, penerapan keadilan restoratif juga dapat dipertimbangkan dalam kasus ini, apalagi mengingat kontribusi sosial terdakwa selama hidupnya.

Seperti diketahui, Haji Halim memang dikenal sebagai salah satu pengusaha dermawan di Sumsel.

Berbagai tokoh nasional, presiden, pejabat, sampai tokoh agama yang berkunjung ke Palembang tak pernah luput dari silaturahmi mereka dengan pengusaha asli Palembang yang kini berusia 87 tahun itu.

Dukungan moral datang dari sejumlah tokoh agama dan masyarakat. Ketua Yayasan Masjid Darul Muttaqien, Al Habib Gasim bin Abdullah Al Kaff, menyebut Haji Halim sebagai sosok dermawan yang telah lama membantu umat.

“Sejak tahun 80-an beliau membangun ratusan masjid dan mushalla dengan uang pribadi, membantu anak yatim, pondok pesantren, dan kaum duafa. Kondisi beliau sekarang membuat kami prihatin. Kami berharap hukum berlaku adil dan mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” ujarnya.

Sekadar informasi, kasus Haji Halim bermula dari klaim pengadaan lahan Tol Betung–Tempino melalui PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB). Ia bersama mantan pegawai BPN Muba, Amin Mansyur, diduga memalsukan dokumen untuk memperoleh ganti rugi tanah seluas 34 hektare di Desa Peninggalan dan Simpang Tungkal.

Penyidik Kejari Muba menemukan lahan tersebut merupakan tanah negara bekas kawasan hutan. PT SMB juga disebut menguasai lebih dari 900 hektare tanpa izin HGU atau IUP yang sah.

Dalam persidangan, Haji Halim mengaku sebagian dokumen ditandatangani tanpa dibaca karena kondisi kesehatan yang lemah, dan ia hanya mengenal Amin Mansyur serta Yudi Herzandi sebatas urusan pekerjaan maupun acara pengajian rutin.

Sidang sempat ditunda setelah Haji Halim mengalami sesak napas. Sejumlah saksi, termasuk staf PT SMB, sudah diperiksa terkait penerbitan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF) di lahan negara.

Dalam sidang dengan terdakwa Mantan Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Muba Yudi Herzandi dan pensiunan BPN Amin mansyur yang divonis pidana 1 tahun dan 4 bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri klas 1 A khusus Tipikor Palembang, pada Jumat (15/8/2025), terungkap sejumlah fakta. 

Salah satu yang utama adalah salahnya penafsiran mengenai tanah yang menjadi perkada, sebab sejak tahun 1993 tanah tersebut sudah bukan tanah milik negara berdasarkan Surat Kementerian Kehutanan Nomor: 159/Kpts-II/1993 dan Nomor: 719/Kpts-II/1996 yang menyatakan melepaskan sebagian tanah kawasan hutan untuk usaha budidaya perkebunan karet dan coklat. 

Disebutkan tanah yang menjadi masalah tersebut, dibeli oleh Haji Halim oleh seorang yang warga yang memang sebelumnya telah menanami tanah tersebut dengan karet.

Karena alasan keluarga, tanah yang telah ditsnam itupun dijual, lalu dibeli dan diurusi oleh Haji Halim melalui unit usahanya. 

Belakangan, seiring pembangunan tol, masalah muncul dan kemudian menyeret Haji Halim yang kini telah berusia senja. 

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved