Korupsi Pengadaan Tanah Tol Betung

Kuasa Hukum Haji Halim Sorot Vonis 2 Terdakwa Korupsi Tol Betung, Nilai Proses Sidang Terlalu Cepat

Ketua tim hukum Kms H Abdul Halim, Jan S Maringka menilai vonis terhadap terdakwa korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Betung–Tempino terlalu cepat

TRIBUNSUMSEL.COM/RACHMAD KURNIAWAN
TIM HUKUM -- Ketua tim hukum Kms H Abdul Halim, DR Jan S Maringka memberikan pandangan tentang vonis terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Betung Betung-Tempino, Sabtu (23/8/2025). Ia menilai prosesnya terlalu cepat sehingga tidak memberi ruang berimbang bagi pledoi terdakwa. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Ketua tim hukum Kms H Abdul Halim, Jan S Maringka menilai vonis majelis hakim PN Palembang terhadap Yudi Herzandi dan Amin Mansur, dalam perkara dugaan korupsi pengadaan lahan Jalan Tol Betung–Tempino Jambi tidak sesuai fakta-fakta dalam proses persidangan.

Selain itu proses dari penuntutan oleh JPU hingga pledoi, replik, duplik dan putusan terbilang cepat. Sehingga ruang pertimbangan bagi pledoi terdakwa cukup sempit.

Kedua terdakwa divonis selama 1 tahun 4 bulan dan denda Rp 50 juta oleh majelis hakim.

"Proses sidang yang begitu cepat ini, kami rasa hakim tidak memberikan ruang terhadap pledoi secara berimbang. Ini hanya legalitas, ada atau tidaknya pembelaan terdakwa, karena putusan itu sudah disiapkan. Proses sidang ini kami rasa hanya formalitas agar kedua terdakwa terbukti bersalah karena dari tuntutan 2 tahun, vonisnya hanya 1,4 tahun, yakni dua pertiga dari tuntutan jaksa," ujar Jan Maringka, Sabtu (23/8/2025).
 
Mantan Jam Intel Kejagung RI 2017-2020 ini menjelaskan, dalam perkara Amin Mansur dan Yudi Herzandi, baik dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa, kliennya Kms H Abdul Halim Ali, disebut seharusnya menerima ganti rugi uang atas pengadaan lahan tol sekitar Rp 14 miliar lebih.

Baca juga: Kesehatan Memprihatinkan, LBPH Kasgoro Sumsel Ajukan Restorative Justice Untuk H Abdul Halim Ali

Tapi faktanya sampai saat ini kliennya tidak mengajukan apalagi sampai menerima ganti rugi satu rupiah pun dari negara.

"Dalam posisi ini, jelas klien kami malah memberikan keuntungan bagi negara dalam pembebasan lahan tol. Lahan ini sudah dikuasai Bapak H Halim melalui PT SMB 30 tahun lebih, dan kepemilikan serta legalitas lahan ini jelas," katanya.

Ia melihat kasus ini aneh karena korupsi tanpa kerugian keuangan negara di dalamnya, dan tuduhan pemalsuan dari surat keterangan yang dibuat sendiri.

Kasus ini bermula dari dugaan Kejaksaan tentang pemalsuan administrasi berupa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF) atas lahan yang digunakan untuk pembangunan Tol.

Panitia Pengadaan Pemerintah menyebut sebagian lahan dan kebun Kms H Abdul Halim Ali adalah tanah negara. Tapi hal itu tak pernah terbukti dalam persidangan.

"SPPF itu bagian prosedur administrasi yang diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2021. Jadi, justru Kms H Abdul Halim Ali mengikuti aturan yang berlaku dalam pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Persoalan klaim tanah negara muncul akibat perbedaan peta administrasi BPN dengan kondisi faktual di lapangan. Ini masalah teknis semata dan bukan tindak pidana," jelasnya.

Ia menambahkan, tanah yang disebut bermasalah, yakni NUB 2574 dan NUB 2577 di Desa Simpang Tungkal serta NUB 2316 dan NUB 2317 di Desa Peninggalan, sejatinya berada di dalam areal kebun PT SMB.

Bahkan sebagian besar sudah dilepaskan dari kawasan hutan sejak 1993 dan 1996 melalui SK Menteri Kehutanan.

Apalagi menurutnya, Kemenhut sudah menegaskan kalau PT SMB tidak termasuk perusahaan bermasalah di kawasan hutan sesuai SK Kemenhut 36/2025.

Sehingga ia menilai jaksa juga keliru ketika menyusun dakwaan.

"Jaksa telah keliru mendasarkan dakwaan pada pernyataan BPN semata, karena dalam perkebunan juga ada hak pelepasan dari Kementerian Kehutanan dan Ijin pembibitan dari Kementerian Pertanian," ujarnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved