Berita Viral

Suara Bergetar, Istri Brigadir Nurhadi Ungkap Hari-hari Terakhir Suami Sebelum Tewas di Kolam

Puncak duka datang pada pukul 2 dini hari, ketika ayah Elma ditelpon dengan kabar bahwa suaminya telah meninggal dunia.

Editor: Weni Wahyuny
Polda NTB/Tangkapan layar dari YouTube Tribun Lombok
TANGIS ISTRI NURHADI - (kanan) Istri Brigadir Muhammad Nurhadi, Elma Agustina, menangis ketika mengingat kedua anaknya selalu menanyakan kepulangan suaminya yang faktanya sudah tewas. Ia mengenang hari-hari terakhir suami sebelum tewas. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MATARAM - Kematian Brigadir Muhammad Nurhadi masih menyisakan duka dalam bagi keluarganya.

Terlebih penyebab pasti kematiannya masih belum terjawab.

Polisi memang sudah menetapkan 3 tersangka dalam kasus kematiannya, 2 di antaranya adalah atasannya.

Namun untuk peran masing-masing, polisi masih menyelidiki kasus kematian yang terjadi di Gili Trawangan, Lombok Utara.

Masih ingat di dalam benak Elma Agustina, sang istri, bagaimana hari-hari terakhir Brigadir Nurhadi.

Baca juga: Gak Mungkin, Istri Brigadir Nurhadi Tak Terima Suami Disebut Menggoda Melanie Putri Saat di Villa

Kala itu, ia pulang lebih awal dari biasanya dan memberi tahu bahwa akan mengantar atasannya ke Gili Trawangan.

“Dia masih sehat, segar, nggak ada firasat apa-apa. Dia sempat ambil bajunya, saya yang siapin. Anak yang kedua dia gendong dulu sebelum berangkat. Dia selalu izin ke saya kalau mau ke mana pun,” kenangnya dalam podcast TribunLombok, Senin (14/7/2025), dengan suara bergetar.

Brigadir Nurhadi berangkat siang hari, setibanya di tempat ia sempat melakukan video call dari kamar penginapan di Gili Trawangan.

Baca juga: Skenario Jahat Kompol I Made Yogi Dkk di Kasus Kematian Brigadir Nurhadi, Dokter Diintimidasi 

Saat itu ia mengatakan bahwa sedang bersama dua atasannya.

Namun, setelah magrib, Elma mulai merasa gelisah. Ia menelepon berkali-kali dan mengirim voice note yang tak kunjung dibalas.

“Jam 7 saya VC sampai tiga kali, nggak diangkat. Saya kirim voice note anak saya nanya, ‘Kapan ayah pulang?’, tapi nggak dibalas juga. Padahal biasanya, kalau nggak sempat, pasti dibales atau ditelpon balik.”

Puncak duka datang pada pukul 2 dini hari, ketika ayah Elma ditelpon dengan kabar bahwa suaminya telah meninggal dunia.

Di tengah duka yang belum reda, Elma berharap agar institusi Polri dapat memberikan kejelasan dan keadilan atas kematian suaminya. Ia juga berharap ada perhatian terhadap masa depan anak-anaknya.

“Harapan saya, almarhum bisa diakui gugur dalam tugas, anak-anak bisa dibantu pendidikannya. Saya ingin anak-anak tetap bisa mewujudkan cita-cita ayahnya,” ucapnya.

Baca juga: Kapan Ayah Pulang ?, Pilu Anak Terus Tanyakan Keberadaan Brigadir Nurhadi

Elma bahkan masih sulit melupakan kebiasaan sang suami yang penuh kasih setiap kali hendak berangkat kerja.

Sosok suami yang penyayang dan disiplin itu kini hanya tinggal kenangan.

“Setiap berangkat kerja, dia selalu cium kening saya, cium anak-anak juga. Bahkan dia selalu yang bangunin saya pagi-pagi sebelum berangkat,” ucap Elma.

Brigadir Nurhadi telah mengabdi sebagai anggota polisi selama 10 tahun. 

Keluarga Minta Pasal Pembunuhan

Pihak keluarga Brigadir Muhammad Nurhadi keberatan dengan penerapan pasal yang digunakan dalam kasus ini.

Keberatan ini disampaikan melalui kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Nurhadi, Giras Genta Tiwikrama dan Kumar Gauraf, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/7/2025).

Seperti diketahui, dalam kasus ini tersangka dipersangkakan dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, yang memiliki ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara.

Kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Nurhadi, menyatakan keberatan sekaligus kekecewaan atas konstruksi hukum yang diterapkan oleh pihak kepolisian, yang hanya menggunakan Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara. 

"Pihak keluarga merasa membutuhkan pendampingan hukum karena perkara ini semakin rumit dan belum menemui kejelasan mengenai siapa pelaku utama pembunuhan, serta apa motif sesungguhya di balik peristiwa tersebut," kata Genta, dalam rilisnya.

Giras Genta menilai penerapan pasal tersebut terlalu ringan untuk kasus kematian Brigadir Nurhadi tidak mencerminkan prinsip kepastian hukum dan keadilan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan. 

"Berdasarkan fakta yang kami peroleh, terdapat indikasi kuat bahwa almarhum merupakan korban tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP," katanya. 

Ia juga menambahkan bahwa temuan hasil autopsi dan keterangan dokter forensik semakin memperkuat dugaan adanya tindak pidana pembunuhan.

Keluarga almarhum mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap motif sebenarnya di balik kematian Brigadir Nurhadi

Mereka meyakini bahwa peristiwa ini bukan sekadar masalah emosi sesaat, seperti yang selama ini dinarasikan di media. 

"Karena menurut pengakuan keluarga, almarhum adalah orang yang sangat jauh dari rokok, minuman keras, apalagi narkotika," tegas Genta.

Proses hukum terkait kasus kematian Brigadir Nurhadi masih terus berlanjut.

Sementara, istri almarhum, Elma Agustina, berharap pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan perbuatannya. 

Saat ini, Polda NTB telah menahan tiga tersangka, yaitu Kompol YG, Ipda HC, dan seorang perempuan berinisial M.

Sebelumnya, Brigadir Nurhadi ditemukan di dasar kolam vila Tekek, Gili Trawangan, dan dilaporkan meninggal pada 16 Juli 2025. 

Saat itu, Brigadir Nurhadi sedang bersama dua atasannya, Kompol YG dan Ipda HC, serta dua orang perempuan, M dan P.

Korban Tewas Dicekik

Dari hasil pemeriksaan, diduga Brigadir Nurhadi tewas dihabisi atasannya.

Dokter ahli forensik, Arfi Syamsun mengungkapkan Brigadir Nurhadi dicekik dan ditenggalamkan ke kolam dalam kondisi masih hidup.

Ia mengatakan hasil autopsi menunjukkan Nurhadi mengalami patah tulang lidah dan leher karena cekikan, luka-luka pada wajah hingga kaki, dan diduga tewas karena ditenggelamkan dalam kolam.

"Pada saat terjadi kekerasan di daerah leher yang bersangkutan masih hidup, faktanya adalah ada rasapan darah, kemudian yang bersangkutan ada di air dan itulah kemudian yang menghakhiri hidupnya adanya insipirasi air di dalam napasnya yang bisa mengalir ke otak, ginjal dan seterusnya," kata Arfi Syamsun dilansir Youtube Kompas TV, Kamis (10/7/2025).

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram ini juga melakukan pemeriksaan penunjang, seperti memeriksa paru-paru, tulang sumsum dan ginjal. 

Hasilnya ditemukan air kolam yang masuk ke bagian tubuh ini. 

"Saat korban berada di dalam air dia masih hidup dan meninggal karena tenggelam yang disebabkan karena pingsan," kata Arfi dalam konferensi pers, Jumat (4/7/2025).

"Jadi ada kekerasan pencekikan yang utama yang menyebabkan yang bersangkutan tidak sadar atau pingsan sehingga berada di dalam air."

"Tidak bisa dipisahkan pencekikan dan tenggelam sendiri-sendiri tetapi merupakan kejadian yang berkesinambungan atau berkaitan," jelasnya. 

"Kami menemukan luka memar atau resapan darah di kepala bagian depan maupun kepala bagian belakang, kalau berdasarkan teori kepalanya yang bergerak membentur benda yang diam," imbuh Arfi.

 

Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Istri Brigadir Nurhadi Ceritakan Hari Terakhir Suaminya Sebelum Meninggal di Gili Trawangan

Baca berita lainnya di Google News

Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved