Mata Lokad Desa
Mengenal Kerajinan Tangan Tanaman Purun, Ditekuni Emak-emak di Desa Lebuh Rarak OKI
Dikatakan selembar tikar purun ukuran 1,5 meter x 1 meter, selesai dikerjakan dalam kurang lebih sekitar 2 jam.
Penulis: Winando Davinchi | Editor: Sri Hidayatun
TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG - Menggeluti kerajinan tangan sejak 30 tahun silam, membuat jari jemari kaum emak-emak telah terbiasa dalam merajut anyaman purun yang akan dibentuk menjadi tikar, tas, topi dan sajadah.
Kegiatan yang rutin dilakukan setiap hari oleh puluhan emak-emak yang tinggal di wilayah Desa Lebuh Rarak, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Saat disambangi Ernaini (60) menyebut tidak sendirian, proses menganyam helai demi helai purun dilakukan bersama tetangga diselingi obrolan ringan.
Dikatakan selembar tikar purun ukuran 1,5 meter x 1 meter, selesai dikerjakan dalam kurang lebih sekitar 2 jam.
"Kegiatan ini rutin dilakukan setiap hari dan saat tidak lagi ada kerjaan lain. Sehari bisa selesai 3 sampai 4 lembar tikar purun atau 2 kerajinan tas dan topi," kata Erna ditemui disela-sela kegiatan menganyam tanaman purun pada Senin (30/6/2025) siang.
Menurut wanita paruh baya, tradisi kerajinan tangan menganyam purun sudah diajarkan oleh neneknya sejak puluhan tahun yang silam.
"Kerajinan ini sudah turun-temurun dilakukan. Sejak lebih dari 30 tahun yang lalu kami sudah diajarkan oleh orangtua dengan tujuan mengisi waktu luang dirumah," katanya, sembari perlihatkan kelihaiannya menganyam tikar purun.
Diutarakan lebih lanjut, sejak 7 tahun terakhir para pengrajin purun mencoba meningkatkan daya jual memproduksi tikar bermotif dan membuat tas, topi dan sajadah berbahan dasar anyaman purun.
"Setelah adanya ide tersebut, pemesan menjadi semakin ramai dan bahkan dikirim sampai ke Lampung, Jawa, dan Bali," bebernya pendapatan semakin meningkat.
Baca juga: Desa Wisata Gunung Dempo Pagar Alam Raih Penghargaan Mata Lokal Desa Award dari Tribun Sumsel-Sripo
Diungkapkan Erna, jika harga beli satu ikat purun yang menjadi bahan utama pembuatan tikar berkisar Rp 10.000, yang nantinya dapat dibuat menjadi 3 lembar tikar.
"Harga jualnya yang sudah jadi Rp 15.000 untuk tikar putih (polos), lalu tikar bermotif 50.000, sajadah 100.000 tas bermotif 50.000 dan topi sekitar Rp 25.000," paparnya.
Meskipun penjualan masih stabil, beberapa waktu terakhir diakuinya sangat kesulitan dalam mendapat bahan baku tanaman purun kering.
"Sekitar puluhan orang pengrajin di sini memperoleh bahan baku purun dari lebak gembalan di daerah sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur. Di saat memasuki musim kemarau seperti ini air rawa di sana menjadi surut dan perahu tidak dapat menjangkau lokasi," jelasnya.
Dengan begitu, warga sekitar turut kesulitan peroleh bahan baku utama pembuatan kerajinan dan kerajinan tangan yang dihasilkan juga menjadi semakin sedikit.
"Sudah beberapa hari ini tidak ada lagi yang jual purun kering lagi, sementara persediaan semakin menipis. Kemungkinan keadaan ini akan bertahan beberapa bulan ke depan," ungkapnya.
Mengenal Desa Karang Sari OKU Timur, Dari Hutan Belantara Menuju Desa Mandiri di Tanah Transmigran |
![]() |
---|
Sosok Zaipul Basri, Kades Muara Beliti Baru Musi Rawas, Buka Program Restorasi Justice Bagi Warga |
![]() |
---|
Dedikasi Kades Pelaju Romsan, Ubah Pola Hidup Masyarakat Jadi Lebih Sehat |
![]() |
---|
Koperasi Desa Merah Putih Suka Maju PALI Resmi Dibentuk, Siap Perkuat Ekonomi Masyarakat Desa |
![]() |
---|
Sejarah dan Asal-Usul Nama Tanjung Batu di Ogan Ilir, Pertama Kali Dihuni Keturunan Thailand Selatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.