Berita UMKM

Melirik Keripik Jengkol Yana, Usaha Rumahan di Kampung Jengkol PALI Jadi Penopang Ekonomi Keluarga

Jengkol atau jering dalam bahasa lokal di Kabupaten PALI, merupakan sejenis buah polong yang cukup dikenal masyarakat.

Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: Moch Krisna
SRIWIJAYA POST/Apriansyah Iskandar
USAHA KERIPIK JENGKOL -- Yana (49) seorang ibu rumah tangga yang menjadi salah satu pelaku Usaha Keripik Jengkol di Lorong Asrama RT 04 RW 10 Kelurahan Talang Ubi Timur Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI, menceritakan pengalaman usaha yang dirintisnya, peroses pembuatan hingga kesulitan saat ditemui di Rumahnya, Senin (2/6/2025). 

Sambal racikan tersebut, dibuat dengan komposisi bahan berupa cabai, bawang putih, garam, gula dan penyedap rasa, sehinggah memiliki cita rasa pedas manis yang pas di lidah dengan tekstur renyah.

Selain itu, jika untuk proses pengiriman yang membutukan waktu lama, sambal tersebut dibungkus dengan pelastik kecil dan dipisahkan dari keripik jengkol yang sudah di goreng atau tidak dilumuri ke keripik, sehinggah produk keripik jengkolnya bisa bertahan hingga tiga minggu.

Dalam berjalannya waktu, meski dengan kemasan dan brand sederhana, usaha keripik jengkolnya cukup dikenal banyak orang.

Pelanggan saat ini, tidak hanya sekadar warga di Kabupaten PALI, ada juga pelanggan dari berbagai daerah di sumsel.

Bahkan ada juga pelanggan yang datang memesan kripik buatanya untuk dibawa ke pulau Jawa, Kalimantan, Bali dan sebagainnya.

“Kalau dulu pemasaranya hanya dititip di warung. Saat ini, banyak pelanggan yang datang kerumah untuk melakukan pemesanan, kita juga melayani pemesanan keripik jengkol via online melalui Facebook atau WA," tuturnya.

Ia mengaku dalam usaha ini, kendala utamanya adalah ketersediaan bahan baku, karena buah jengkol merupakan buah musiman.

Jika sedang tidak musim, harga jengkol bisa berkali lipat dari harga normal, seperti harga saat ini, sudah mencapai Rp 40 ribu perkilogram.

“Biasanya kalau lagi musim, harga buah jengkol Rp 10 ribu perkilogram, tapi kalau gak musim bisa capai Rp 40 ribu perkilogram. Kalau harganya sudah mahal, kita stop dulu pembuatan, karena selain mahal, kualitas jengkolnya juga tidak bagus. Proses pembuatab keripik baru lanjut lagi ketika musim jengkol, biasanya kita melakukan pembuatan keripik dari bulan Agustus sampai bulan Oktober, saat musim jengkol,"ungkapnya.

Dalam rentang waktu selama tidak beraktivitas membuat keripik, Yana hanya menjual stok yang sudah jadi keripik dari musim jengkol sebelumnya.

Karena, saat musim jengkol, Yana membeli buah jengkol dalam jumlah banyak, untuk dijadikan keripik, sehingga ketika sedang tidak musim jengkol, masih ada stok untuk dijual.

"Kalau sudah dijadikan Keripik mentah yang belum digoreng, bisa awet sampai satu tahun lebih, asalkan dikemas dalam pelastik yang diikat rapat dan tidak terkena air, agar tidak lempam dan jamuran," kata dia.

Yana juga mengatakan, Jengkol yang dijadikan keripik merupakan buah jengkol tua dan berkualitas bagus, jika masih muda, tentu akan berimbas pada rasa pahit setelah jadi keripik.

Untuk proses pembuatan keripik jengkol sendiri, lanjut Yana, awalnya buah jengkol di belah menjadi dua setelah dikupas kulitnya.

Selanjutnya dilakukan perendaman menggunakan air bersih. Perendaman buah jengkol bisa dilakukan selama satu hari supaya terkupas kulit arinya, selanjutnya ditiriskan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved