Kecelakaan Mahasiswa UGM

Kisah Mendiang Argo Awal Mula Masuk UGM Jalur SNBP, Berprestasi Sejak Kecil, Pilu Tewas Ditabrak BMW

Kisah kehidupannya itu ia bagikan dalam sebuah video perkenalan diri saat masuk UGM melalui jalur prestasi,

Editor: Weni Wahyuny
TIKTOK/blue.sky1353
MAHASISWA UGM TEWAS - (kiri) Melina ibunda Argo Ericko Achfandi saat memakamkan putranya. Argo pernah bercerita bagaimana awal mula ia masuk UGM, dan itu adalah cita-citanya sejak kecil. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Cerita Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) sebelum tewas ditabrak pengemudi BMW di kawasan Ngaglik, Sleman, Jawa Tengah.

Argo pernah bercerita bagaimana awal mula ia masuk UGM, dan itu adalah cita-citanya sejak kecil.

Kisah kehidupannya itu ia bagikan dalam sebuah video perkenalan diri saat masuk UGM melalui jalur prestasi, seperti yang dilansir dari akun Instagram @nyinyir_update_official.

"Saya termasuk berasal dari keluarga menengah ke bawah karena ayah saya sudah meninggal dunia sejak tahun 2014. Saat ini pekerjaan ibu saya adalah seorang pengusaha kue dan pemasukan keluarga kami satu-satunya adalah melalui ibu saya," kata Argo dalam video.

Beruntung, Argo adalah seorang siswa yang berprestasi. Dia berhasil masuk di FH UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). 

Dalam video, Argo lalu membeberkan beberapa kompetisi yang pernah ia raih.

"Beberapa kejuaraan yang saya raih di antaranya adalah juara 2 Government Administration Civic Competition, juara 3 Lomba Debat Bahasa Indonesia yang disenggarakan oleh Diproduction. Saya berharap ingin menjadi corporate lawyer," pungkasnya.

Baca juga: Curhat Pilu Ibu Argo Ericko Mahasiswa UGM yang Tewas Ditabrak Mobil BMW: Sekarang Saya Harus Apa

Selain itu, Argo juga pernah mencurahkan kisah hidupnya tentang memiliki keluarga yang sangat berkecukupan.

Namun, kehidupannya mengalami perubahan 180 derajat setelah sang ayah meninggal dunia.

Meski ditinggal oleh orang tersayangnya, tak membuat Argo patah semangat menjalani hidup.

Ia menjadi saksi melihat perjuangan ibunya banting tulang menyekolahkannya tanpa seorang ayah.

"Sejak saat itu, saya menjadi laki-laki tertua di keluarga di saat masih berumur 7 tahun dan sedang duduk di bangku kelas 2 SD, sehingga sepenuhnya beban tanggung jawab keluarga kami diambil alih oleh ibu saya.

Sebagai saksi nyata atas perjuangan hebat ibu saya selama ini menjadi pendorong bagi saya dalam membantunya secara tidak langsung, yaitu melalui kegiatan akademik," tulisnya, dilansir dari Tribunjakarta.com.

Sejak SD, Argo mengaku termotivasi untuk fokus kepada aspek akademik. 

Terbukti dari kerja kerasnya, ia mampu berprestasi. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved