Komisaris Utama PT Sritex Ditangkap

Terkuak Lokasi Pembelian Aset Tanah Iwan Setiawan Lukminto Pakai Kredit Sritex Capai Rp3,58 T

Iwan Setiawan membelikan sejumlah aset, antara lain pembelian tanah di beberapa wilayah yakni Yogyakarta dan Solo, menyalahgunakan pemakaian kredit

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Youtube Kompas TV
PEMBELIAN ASET IWAN SETIAWAN- Mantan Dirut PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). Iwan Setiawan membelikan sejumlah aset, antara lain pembelian tanah di beberapa wilayah yakni Yogyakarta dan Solo, menyalahgunakan pemakaian kredit 

TRIBUNSUMSEL.COM - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto telah ditetapkan menjadi tersangka terkait penyalahgunaan kredit bank yang diberikan oleh beberapa bank pemerintah dan swasta.

Kasus yang menjerat Iwan ini berawal dari temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penerimaan pinjaman uang dari sejumlah bank untuk PT Sritex.

Namun, alih-alih kredit tersebut digunakan untuk kepentingan PT Sritex, Iwan justru menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

Iwan Setiawan disebut membeli tanah serta membayar utang kepada pihak ketiga.

Baca juga: Nasib Keluarga Lukminto usai Iwan Setiawan Ditangkap Dugaan Gunakan Kredit Macet Capai Rp3,58 T

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan Iwan Setiawan membelikan sejumlah aset, antara lain pembelian tanah di beberapa wilayah yakni Yogyakarta dan Solo.

"Ada di beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo. Jadi nanti pasti akan kita sampaikan semuanya," papar Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (21/5/2025), dilansir dari Tribunnews.com.

Dengan demikian, penggunaan dana kredit itu tidak sesuai dengan akad atau perjanjian dengan pihak bank.

Mengingat, dalam perjanjiannya, dana kredit itu semestinya diperuntukkan untuk modal kerja di PT Sritex.

"Uang tersebut tidak digunakan untuk modal kerja, tapi digunakan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak produktif," ungkap Qohar.

Iwan yang sebelum jadi tersangka menjabat sebagai komisaris utama dari perusahaan yang beroperasi di Sukoharjo, Jawa Tengah, tersebut.

Ternyata, PT Sritex mengalami masalah terkait pelunasan utang tersebut karena hingga pada Oktober 2024, masih ada tunggakan hingga lebih dari Rp3,5 triliun.

Bank J diketahui memberikan kredit sebesar Rp395.663.215.800.

Sementara itu,beberapa bank juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp2,5 triliun. 

Baca juga: Iwan Setiawan Mengelak Ditagih Pesangon Eks Karyawan Sritex, Wamenker Desak Lunasi Meski Ditangkap

Adapun, status kedua bank tersebut masih sebatas saksi. 

Berbeda dengan bank lain yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.

Dilansir Kompas.com, Kejagung menyebutkan, dua bank tersebut telah memberikan kredit hingga senilai Rp692.980.592.188. 

Rinciannya, Bank 1 memberikan kredit sebesar Rp543.980.507.170.

Sementara, dari Bank 2 memberikan kredit sebesar Rp149.007.085.018,57.

Angka pinjaman Rp692 miliar ini ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran. 

Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.

 "Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 Rp3.588.650.808.28,57," ujar Qohar.

Ada 10 Ribu Karyawan Kena PHK saat Iwan Nikmati Uang Hasil Kredit

Di sisi lain, saat Iwan menikmati uang triliunan rupiah hasil kredit, ada 10.669 ribu karyawannya yang terkena PHK.

Menurut catatan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah yang diperoleh dari pihak kurator Sritex, pelaksanaan PHK tersebut sudah dimulai sejak Januari 2025.

Adapun rinciannya adalah Untuk Januari, PHK terjadi terhadap 1.065 orang karyawan PT. Bitratex Semarang. 

IWAN SETIAWAN LUKMINTO TERSANGKA - Komisaris Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto jadi tersangka kasus korupsi pemberian kredit saat digiring keluar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
IWAN SETIAWAN LUKMINTO TERSANGKA - Komisaris Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto jadi tersangka kasus korupsi pemberian kredit saat digiring keluar Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (21/5/2025). ((Dok. Kejaksaan Agung))

Lalu pada Februari, PHK terjadi per 26 Februari 2025. Rinciannya yakni, PHK sebanyak 8.504 karyawan PT. Sritex Sukoharjo. 

Lalu PHK sebanyak 956 karyawan PT. Primayuda Boyolali 956 orang. Selanjutnya PHK terhadap 40 orang karyawan PT. Sinar Panja Jaya Semarang.  Selain itu ada PHK sebanyak 104 orang karyawan di PT. Bitratex Semarang.

Masih Ada 8.475 Karyawan yang Belum Dibayar Pesangon dan THR

Bahkan, saat Iwan ditetapkan menjadi tersangka, masih ada para mantan karyawannya di PT Sritex belum memperoleh haknya.

Diketahui, PT Sritex dinyatakan pailit dan mengumumkan berhenti beroperasi pada 1 Maret 2025 lalu ketika Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh PT Sritex terkait putusan pembatalan pengesahan perdamaian (homologasi) yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Semarang lewat putusan Nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada 21 Oktober 2024 lalu.

Dikutip dari Tribun Solo, ada 8.475 eks karyawan PT Sritex belum memperoleh pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR) dari kurator saat ini.

Hal ini diketahui dari pernyataan kuasa hukum eks karyawan PT Sritex, Machasin Rohman setelah menggelar pertemuan dengan pihak kurator di Solo, Jawa Tengah, Senin (19/5/2025).

"Kami sudah menyerahkan tuntutan kepada kurator, agar hak-hak para pekerja yang terdampak PHK segera dipenuhi," ujar Machasin, dikutip dari Tribun Solo.

Machasin mengungkapkan ada empat tuntutan utama yang disampaikan kepada kurator yaitu pembayaran uang pesangon sebesar Rp 311 miliar, pembayaran THR tahun 2025 sebesar Rp 24 miliar.

Lalu, pengembalian potongan gaji Februari 2025 berupa simpanan wajib koperasi dan angsuran pinjaman senilai Rp 994 juta.

Terakhir, pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan dana pensiun BPJS Kesehatan, yang dipotong dari gaji namun belum disetorkan sebesar Rp 779 juta.

Diketahui, dari tuntutan tersebut, total keseluruhan tuntutan mencapai lebih dari Rp 338 miliar. Diberitakan sebelumnya, sebanyak 8.475 eks karyawan akhirnya mengambil langkah hukum. 

Mereka secara resmi menunjuk kuasa hukum untuk memperjuangkan hak-hak normatif yang hingga kini belum diberikan oleh pihak perusahaan.

Langkah hukum ini diambil karena belum adanya kejelasan mengenai pembayaran pesangon, THR, dan pemotongan upah yang semestinya diterima oleh para pekerja sesuai ketentuan perundang-undangan.

Awal Mula Tercium Dugaan Korupsi

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengungkap pemicu Kejagung mengendus adanya rasuah adalah ketika PT Sritex tiba-tiba melaporkan adanya kerugian pada tahun 2021.

Padahal, kata Qohar, perusahaan yang berdiri di Sukoharjo, Jawa Tengah, itu sempat memperoleh laba sekitar Rp1,24 triliun setahun sebelumnya.

Tak tanggung-tanggung, PT Sritex mengalami kerugian mencapai Rp15,65 triliun.

"Bahwa ada laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk telah melaporkan adanya kerugian dengan nilai mencapai 1,08 miliar dolar AS atau setara dengan Rp15,65 triliun pada tahun 2021," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2025) malam.

"Padahal sebelumnya pada tahun 2020, PT Sri Rejeki Isman masih mencatat keuntungan sebesar 85,32 (juta) dolar AS atau setara dengan Rp1,24 triliun," sambungnya.

Baca juga: Inilah Peran Iwan Setiawan Lukminto Tersangka Korupsi, Kredit Modal PT Sritex Diduga Dibelikan Aset

Jomplangnya keuntungan dan kerugian yang dialami PT Sritex itulah yang membuat penyidik Kejagung merasa ada yang janggal.

"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," jelasnya.

Dengan temuan tersebut, Qohar mengatakan penyidik Kejagung lantas melakukan pemeriksaan terhadap PT Sritex dan anak perusahaannya.

Ternyata, seluruh perusahaan memiliki tagihan utang yang belum dilunasi hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3,5 triliun.

Qohar mengatakan tunggakan utang tersebut terkait pemberian kredit dari puluhan bank seperti Himbara hingga bank swasta.

"Utang tersebut adalah kepada beberapa bank pemerintah, baik Bank Himbara yaitu Himpunan Bank Milik Negara maupun Bank Milik Pemerintah Daerah."

"Selain kredit tersebut di atas, PT Sri Rejeki Isman Tbk juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta, seperti yang tadi telah saya sampaikan," tuturnya.

3 Tersangka

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan tiga orang tersangka.

Mereka adalah Dicky Syahbandinata (DS) selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2020; Zainudin Mapa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020, serta Iwan Setiawan yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex. 

Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebelumnya,  Iwan ditangkap di kediamannya di Jalan Enggano Nomor 3, Solo, Jawa Tengah pada Selasa (20/5/2025) malam

Hal itu dibenarkan oleh Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo, Widharso Nugroho yang menerangkan bahwa penangkapan bos PT Sritex tersebut sepenuhnya kewenangan Kejagung.

Sementara itu, terkait peran Kejari Kota Solo sendiri dikatakan oleh Widharso hanya sebatas mendukung teknis dan fasilitas.

"Tadi malam itu memang benar ada penangkapan oleh Kejaksaan Agung. Tapi saya tekankan bahwa kami di Kejari Solo hanya bersifat mendukung, menyediakan tempat atau fasilitas karena lokasi kejadian berada di wilayah hukum kami," ungkap Widharso saat ditemui awak media, Rabu (21/5/2025).

Sementara itu, Widharso yang baru menjabat selama 3 Minggu tersebut mengaku belum mengetahui secara detail terkait kasus yang menjerat Iwan Setiawan Lukminto.

"Saya sendiri belum bisa menyampaikan secara teknis karena itu bukan ranah kami. Informasi lengkapnya nanti akan lebih akurat jika disampaikan langsung oleh pihak Kejaksaan Agung," lanjut dia.

Disinggung terkait proses penangkapan, Widharso menjelaskan bahwa tak ada perlawanan dari pihak Iwan Setiawan saat ditemui petugas dari Kejagung pada Selasa malam.

Sementara itu berdasarkan informasi awal, Iwan Setiawan ditangkap di kediaman pribadinya sekitar pukul 22.00 WIB. 

Usai ditangkap, Iwan Setiawan sempat dibawa oleh penyidik Kejagung untuk transit di Kejari Kota Solo dalam rangka menunggu keberangkatan pesawat ke Jakarta yang terjadwal pukul 05.00 WIB.

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved