Kopi Sumsel

Latar Belakang Warung Kopi di Tempirai PALI, Jadi Tempat Bercengkerama Warga Sejak Jaman Dahulu

Sejak 1930-an, kampung Tempirai Raya telah dipenuhi warung kopi yang letaknya di bawah rumah panggung kayu.

|
Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: Slamet Teguh
Sripoku.com/ Apriansyah Iskandar
WARUNG KOPI -- Suasana keakraban warga sedang mengobrol sambil menikmati kopi di salah satu warung Kopi (Toko Kopi) di Tempirai Raya Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI, Minggu (20/4/2025). 

Laporan wartawan Sripoku.com Apriansyah

TRIBUNSUMSEL.COM,PALI-- Budaya warung kopi (warkop) tradisional di Desa Tempirai Kecamatan Penukal Utara Kabupaten PALI telah dikenal sejak era tahun 1930.

Sejak 1930-an, kampung Tempirai Raya telah dipenuhi warung kopi yang letaknya di bawah rumah panggung kayu.

Sampai saat ini, warung kopi masih memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat Tempirai Raya.

Bagaimana budaya warung kopi ini tetap bertahan dan mengapa tempat ini begitu penting dalam kehidupan sehari-hari di Tempirai Raya.

Warung kopi disini bukan hanya tempat untuk menikmati secangkir kopi, melainkan telah menjadi budaya kehidupan sosial masyarakat Tempirai Raya.

Disini, orang-orang dari berbagai latar belakang dapat bertemu, berbincang, dan bertukar pikiran.

Warung kopi disini telah menjadi tempat favorit untuk berkumpul, berdiskusi ,bertukar informasi, dan menjalin silaturahmi antar warga maupun sebagai tempat bernegosiasi dalam berdagang hasil pertanian sejak jaman dahulu.

Keberadaannya mencerminkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya lokal masyarakat Tempirai yang khas.

Pada pagi hari, warung kopi sering dipenuhi oleh warga yang memulai hari mereka dengan secangkir kopi panas dan obrolan ringan.

Di sore hari, tempat ini menjadi ajang diskusi berbagai topik, mulai dari politik, ekonomi, hingga isu-isu sehari-hari.

Warung kopi tradisional, yang sering disebut dengan istilah Toko Kopi oleh masyarakat Tempirai, sampai saat ini masih mempertahankan nuansa keakrabannya.

Pengunjung bisa duduk berlama-lama, tidak hanya menikmati kopi tetapi juga suasana yang nyaman dan hangat.

Tempat ini selalu menjadi ruang dimana interaksi sosial terjadi, gagasan berkembang, dan komunitas terbentuk.

Kopi mungkin menjadi alasan orang datang ke warung, tetapi kehangatan perbincangan dan rasa kebersamaan yang membuat mereka kembali.

Baca juga: Prospek Pengembangan Kopi Liberika Tumpang Sari dengan Karet, Tingkatan Pendapatan Petani di OKU

Baca juga: Demi Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Panen, Pemkot Pagar Alam Kembangkan Kloning Kopi Basemah

Andi salah satu pemilik warung kopi di Tempirai yang telah menggeluti usaha ini selama 22 tahun, mengatakan warkop menjadi bagian penting dari kehidupan sosial sehari-hari di Tempirai Raya.

"Disini Toko Kopi (Warkop) menjadi perkumpulan orang-orang untuk “begesah” berdiskusi dan berpadu rasan. Tidak hanya sebagai tempat minum kopi, tetapi sebagai simbol persatuan dan kebersamaan," ujar Andi, Minggu (20/4/2025).

Dalam kesehariannya warkop milik Andi dibuka sejak jam 9 pagi sampai dengan jam 12 malam.

Kopi yang disajikan di warung miliknya yaitu Kopi Tubruk khas pendopo, yang dibanderol Rp 5 ribu per gelas.

"Dari dulu dikenal kopi pendopo, tekstur kopinya sedikit kasar. Kalau kita menyediakan kopi serbuk tidak laku yang ada,”tutur Andi.

Dia juga mengatakan dahulu harga kopi masih Rp 15 ribu per kilo, tapi sekarang sudah mencapai Rp 126 ribu per kilogram.

"Dalam satu kilo, bisa jadi sekitar 80 gelas Kopi. Selain menyediakan kopi, kita juga menyediakan “perlak” atau makanan seperti gorengan dan sejenisnya," terangnya.

Ahmad Rizal (41) salah satu pelanggan warung kopi mengatakan, keberadaan warung kopi di Tempirai Raya telah menjamur sejak jaman dahulu, meski di Tempirai Raya maupun di Kabupaten PALI tidak ada perkebunan Kopi.

"Dahulu, sebelum adanya teknologi telekomunikasi, masyarakat Tempirai Raya untuk bertemu cukup berjanjian di warung kopi. Disinilah masyarakat bisa berpadu rasan, misalnya “tauke” alias bos getah karet, berpadu membeli karet para petani atau sebaliknya, serta berbagai macam permasalahan lainnya di obrolkan disini," kata Ahmad Rizal.

Namun saat ini, seiring perkembangan teknologi informasi, warung kopi sedikit tergerus, karena sudah sedikit berkurang masyarakat yang ngobrol di warung Kopi.

"Meski mulai berkurang, pelanggan warung kopi masih cukup banyak disini," ungkapnya.

Hasim (65) warga lainya juga mengatakan masyarakat yang datang ke warung kopi tidak hanya warga Tempirai saja, melainkan ada juga masyarakat yang luar desa berkunjung untuk mencicipi kopi di Desa Tempirai.

"Warung kopi di sini selain dikunjungi warga, juga para pendatang yang ingin berniaga di Tempirai . Sebab,.Tempirai juga dikenal sebagai sentra ikan air tawar dan getah karet," kata Hasim.

Menurut Hasim, dahulu para bujang-bujang cukup mendominasi suasana di warung kopi.

“Mungkin sekarang adanya HP ini jadi yang bujang-bujang jarang ke warung kopo. Dulu ramainya luar biasa di warung kopi,” tutur Hasim.

Muhammad Faizal, Ketua Rumah Budaya Tempirai, mengatakan berdasarkan catatan komunitasnya jumlah warung kopi di Tempirai Raya saat ini hanya 18 unit.

"Semua warung kopi ditandai dengan nama pemiliknya. Dulu jumlahnya puluhan, bahkan ada yang dikelola hingga enam generasi,” ujarnya.

Dijelaskan Muhammad Faizal, masyarakat Tempirai maupun Penukal tidak pernah berkebun kopi. Kopi ditanam di jongot saja, tumbuh di bawah naungan pohon-pohon besar.

Biji kopi yang dikonsumsi masyarakat awalnya dari kopi di jongot yaitu kebun adat atau agroforestry yang dikembangkan masyarakat. Fungsinya, sebagai sumber pangan pendukung dan papan.

Tapi karena kebutuhan meningkat, akhirnya masyarakat atau pemilik warung membeli dari luar, seperti dari pedagang di Pendopo Talang Ubi.

Minum kopi seperti keharusan bagi warga Tempirai. Di warung kopi, berlangsung silahturahmi dan berbagi informasi.

Di warung kopi, semua orang setara atau boleh menyampaikan pendapat.Tidak ada status sosial maupun usia.

Dengan budaya musyawarah ini, yang mengutamakan kesepakatan atau solusi, membuat warung kopi cepat diterima masyarakat.

"Masih terjaganya hutan dan rawa di Tempirai, juga hasil musyawarah di warung kopi. Kopi memberikan dampak baik bagi masyarakat Tempirai. Hampir semua perkampungan memiliki warung kopi. Bukan hanya di Tempirai, juga di Air Itam, Mangkunegara, Sukarami, Gunung Menang, Talangubi, Prabu Menang, dan lainnya. Namun warung kopi tradisional masih banyak bertahan di Tempirai,” ujar Faizal. 

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved