Berita Pagar Alam

Ditetapkan Tersangka Polres Pagar Alam, Owner Hotel Orchid Dempo Resort Tempuh Jalur Praperadilan

Penetapan pemilik Orchid Dempo Resort sebagai tersangka oleh Polres Pagar Alam atas dugaan pelanggaran tata ruang wilayah mendapat perlawanan hukum. 

Penulis: Wawan Septiawan | Editor: Moch Krisna
Sriwijaya Post/Wawan Septiawan
SIDANG PRAPRADILAN : Penasehat Hukum (PH) Hotel Orchid Resort saat menghadiri sidang pra peradilan kasus penetapan tersangka Owner Hotel Orchid Dempo Resort di PN Pagar Alam, Senin (3/2/2025) kemarin. Pemilik Hotel Orchid Resort kini ajukan pra peradilan 

TRIBUNSUMSEL.COM,PAGAR ALAM -- Penetapan pemilik hotel Orchid Dempo Resort sebagai tersangka oleh Polres Pagar Alam atas dugaan pelanggaran tata ruang wilayah mendapat perlawanan hukum. 

Owner hotel Orchid Dempo Resort Imam Hadi resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Pagar Alam, menantang legalitas status tersangkanya.

Pengajuan praperadilan ini didaftarkan sesuai dengan Akta Permohonan Nomor: 1/Akta.Pra.Pid/2025/PN Pga, pada 7 Januari 2025. Kuasa hukum pemohon, Imam Hadi Prasetyo, yakni Aan Isbrianto menyerahkan berkas permohonan ke PN Pagar Alam yang diterima oleh Panitera PN Pagar Alam, Sukadi SH MH.

Dalam permohonan tersebut pihak tersangka mengajukan keberatan atas penetapan status hukum yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi dari usaha kliennya.

"Kami telah mengajukan praperadilan ke PN Pagar Alam. Hal ini kami lakukan karena ada indikasi kuat bahwa perkara ini direkayasa untuk mengkriminalisasi klien kami dan bisnisnya, Orchid Dempo Resort. Ada oknum yang bermain dalam proses ini," ujar kuasa hukum Imam Hadi Prasetyo, Adv. Assoc. Prof. Dr. Derry Angling Kesuma, SH, MHum, CMSP, Selasa (4/2/2025) kemarin.

Dikatakan Prof Dr Derry bahwa pihaknya hari ini agenda mendengarkan keterangan ahli atas nama Dr H Yuli Asmara Triputra SH MH.

"Dalam keterangannya menerangkan bahwa pertama terhadap UU Tata Ruang dan UU Cipta Kerja dikategorikan administratif penal law yg artinya UU administratif, dimana ketika ada pelanggaran tata ruang, semisal belum ada izin pendirian usaha, maka harus di kedepankan sanksi administratif, sesuai dengan bunyi pasal 62 dan 63 dan harus mengedepankan Asas Ultimum Remedium, yang bermakna sanksi pidana harus diberikan setelah penerapan sanksi administratif tidak di patuhi oleh orang tersebut," katanya 

Bahwa sesuai dengan bunyi UU tata Ruang dan cipta kerja, yang berhak untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan adalah penyidik PPNS.

"UU Tata Ruang dan cipta kerja sudah memiliki turunannya berupa perda, dan penegakan perda adalah PPNS yaitu POL PP. Penentapan tersangka No.90/XII/2024/Satreskrim tertanggal 17 Desember 2024 karena CACAT FORMIL karena hanya mencantumkan UU Tata Ruang dan UU Cipta Kerja tidak mencantumkan Perda Kota Pagar Alam," ungkapnya.

Merujuk pasal 76 UU Tata Ruang jo UU CIPTA KERJA Pasal 17, maka Perrda Kota Pagar alAlam no. 07 tahun 2012 tentang penataan ruang Kota Pagar Alam tahun 2012-2023 sudah tidak berlaku lagi, sehingga bermakna bahwa di Kota Pagar Alam untuk saat ini belum ada aturan  yang menjadi landasan penetapan tata ruang di Kota Pagar Alam.

"Jadi untuk menyatakan  seseorang diduga pelaku sebuh tindak pidana, harus ada perbuatan yang menurut undang-undang terkategori tindak pidana. Nah, kalau sebuah aturan sudah tidak berlaku lagi, maka tidak bisa dijadikan landasan penetapan seseorang telah melakukan perbuatan yang terkategori tindak pidana," jelasnya.

Jika merujuk dari keterangan ahli tersebut pihak Penasihat Hukum Pemohon berkeyakinan bahwa hakim akan jeli dalam melihat penetapan tersangka yang di tetapkan oleh Termohon adalah cacat formil.

"Sehingga beralasan hukum apabila yang mulia hakim tunggal dalam perkara Aquo menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi memerintahkan termohon untuk menghentikan penyidikan dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan," harapnya.(one)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved