Kekerasan Perempuan dan Anak
Data Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Sumsel, Pelaku Cenderung Orang Dekat -2
Bahkan, mirisnya pelaku yang melakukan tindakan kejahatan terhadap anak merupakan orang terdekat dan orang disekitar anak.
TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus kejahatan terhadap anak yang ada di Kabupaten Banyuasin, masih tetap terjadi baik itu bullying hingga kekerasan seksual.
Bahkan, mirisnya pelaku yang melakukan tindakan kejahatan terhadap anak merupakan orang terdekat dan orang disekitar anak.
Hal ini, diungkapkan Kadis DP2PAP2KB Banyuasin Hj Yosi Zartini, Rabu (11/12/2024).
Menurut Yosi, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Serta Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana mencatat kasus kejahatan terhadap anak di tahun 2024 mengalami penurunan ketimbang tahun 2023.
"Kasus kejahatan terhadap anak yang kami tangani di tahun 2024 hingga Desember ini, ada kekerasan terhadap anak, bullying, pelecehan, pencabulan, persetubuhan. Selain korbannya anak perempuan, ada pula dua orang anak lelaki yang menjadi korban kekerasan pada anak dan pencabulan," katanya.
Lanjut Yosi, di tahun 2024 ada sebanyak 29 kasus kejahatan terhadap anak. Anak yang menjadi korban kejahatan mulai dari kekerasan terhadap anak, bullying, pelecehan, pencabulan hingga persetubuhan, berusia 6 sampai 17 tahun.
Kejahatan terhadap anak di tahun 2024 ini, memang sedikit mengalami penurunan ketimbang tahun 2023 sebanyak 31 kasus. Anak menjadi sasaran tindak kejahatan baik itu kekerasan terhadap anak, bullying, pelecehan, pencabulan hingga persetubuhan, yang dilakukan orang terdekat dan orang-orang sekitat anak.
"Dari data yang ada dan penanganan serta konseling untuk pemulihan psikis anak, memang para pelaku merupakan orang terdekat si anak itu sendiri. Inilah mirisnya, orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung si anak malah berubah menjadi pelaku kejahatan terhadap anak itu sendiri," ungkapnya.
Dalam penanganan dan juga konseling terhadap anak yang menjadi korban kejahatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Serta Pengendalian Pendudukan dan Keluarga Berencana Banyuasin biasanya akan bekerjasama dengan pihak kepolisian.
Penanganan terhadap proses hukumnya diserahkan kepada pihak kepolisian, sedangkan untuk melaksanaan konseling psikis dilaksanakan secara bersama-sama. Hal ini, bertujuan untuk memilihkan psikis dari si anak yang trauma pasca menjadi korban kejahatan.
"Kami berharap, jaga anak-anak kita dari pelaku kejahatan anak. Pantau dan lihat gerak gerik anak, bila ada perubahan yang sangat signifikan. Kemungkinan, ada hal yang membuatnya tertekan. Masyarakat juga dapat ikut berperan, karena bila pelakunya orang dekat biasanya anak akan takut untuk mengungkapkan kejahatan yang terjadi pada dirinya," pungkas Yosi.
11 Bulan Tercatat 34 Kasus di Musi Rawas
Sepanjang 2024 ini (Januari-November), total ada 34 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Musi Rawas.
Jumlah tersebut diketahui dari data yang tercatat di Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Musi Rawas.
Dari data tersebut diketahui, dari 34 kasus tersebut, didominasi kasus kekerasan seksual sebanyak 18 kasus dan sisanya kasus kekerasan fisik sebanyak 14 kasus, dan kekerasan psikis sebanyak 2 kasus.
Kepala DP3A Musi Rawas, M Rozak melalui Kepala UPT PPA, Joni Candra mengatakan, dari 34 kasus tersebut, 28 kasus terhadap anak dan 11 kasus terhadap perempuan.
"15 kasus masih dalam proses di kepolisian, 8 kasus damai dan 11 kasus sudah putusan di Pengadilan," kata Joni, kepada Sripoku.com, Senin (9/12/2024).
Dikatakan Joni, jumlah tersebut mengalami peningkatkan yang cukup tinggi dibanding tahun sebelumnya (2023) yang hanya 13 kasus. Sedangkan di 2024 ini, yang baru berjalan 11 bulan, sudah ada 34 kasus yang terjadi.
"Artinya, kasus anak dan perempuan ini sudah 2x lipat dibanding tahun lalu. Padahal, tahun 2024 ini masih menyisakan 1 bulan lagi, anggota tidak menutup kemungkinan masih akan bertambah," ucapnya.
Disinggung soal faktor penyebabnya, Joni mengaku, dari sekian banyaknya kasus yang sudah dilakukan pendampingan, ada 5 faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak maupun perempuan di Musi Rawas.
Pertama, adalah faktor keluarga atau broken home. Biasanya, baik anak maupun perempuan yang menjadi korban ataupun pelaku kekerasan, yang keluarganya berantakan.
"Seperti orang tuanya yang bercerai, sehingga dia harus tinggal dengan orang lain, baik kakek ataupun keluarga lainnya. Karena, biasanya pelaku dari kekerasan ini, khususnya kekerasan seksual adalah orang terdekat korban," jelasnya.
Faktor kedua adalah masalah ekonomi. Karena, rata-rata korban dari kekerasan ini adalah dari golongan ekonomi kebawah. Ketiga, adalah faktor lingkungan yang bebas dan tanpa pengawasan orang tua.
"Faktor keempat pendidikan yang rendah, dan yang terakhir itu faktor agama yang pengetahuan tentang agamanya kurang. Kebanyakan ini, yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan," ungkapnya.
Ditambahkan Joni, UPT PPA ini lebih terfokus pada penanganan. Artinya, setelah mendapat laporan atau berita terkait kekerasan yang melibatkan anak maupun perempuan, pihaknya akan turun melakukan pendampingan baik terhadap korban maupun pelaku.
"Kami lebih fokus ke penanganan, kalau untuk pencegahannya ada di Dinas melalui bidangnya," tegasnya.
Dijelaskan Joni, tugas dari UPT PPA adalah memberikan layanan kepada perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan. Kemudian, masalah diskriminasi dan perlindungan khusus masalah hukum lainnya.
"Hal itu tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 48 tahun 2019, tentang pembentukan UPT PPA," tambahnya.
"Kami menerima laporan dari masyarakat, terus melakukan penjangkauan korban untuk pendalaman kasus dan pengelolaan kasus, dan melakukan penampungan sementara," imbuhnya.
Tak hanya itu, UPT PPA juga berhak melakukan mediasi sebelumnya kasus tersebut ke ranah hukum. Dalam mediasi tersebut, tentunya melibatkan Kepala Desa, perangkat Kecamatan, tim adc hock, tokoh agama, toko adat dan tokoh agama.
"Mediasi ini dilakukan sebelum kasus masuk ke Polres. Kebanyakan yang berhasil dimediasi itu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kalau kasus asusila, itu tidak dimediasi," tegasnya.
Lebih lanjut Joni menjelaskan, selain itu, Unit PPA juga akan melakukan pendampingan terhadap korban.
"Kalau orang tidak mampu, kami kerjasama dengan psikolog, untuk memberikan penguatan mental, tidak bisa sekali kadang sampai 5 kali, tergantung korbannya. Kalau, dari segi kesehatannya, kami kerjasama dengan Dinkes untuk ngurus BPJS nya," tutupnya.
Tercatat 57 Kasus di OKI
Kepala DPPPA OKI, Hj Aryanti STTP melalui Kepala UPTD PPPA, Nurminah mengakui, setiap tahun laporan kekerasan dalam perempuan dan anak selalu ada.
"Berdasarkan data tahun 2023 lalu, kekerasan terhadap anak laki-laki dan perempuan ada 38 kasus dan untuk KDRT dengan korban usia di atas 18 tahun ada 19 kasus atau total keseluruhan ada 57 kasus,"
"Teruntuk jenis kasusnya terdiri dari persetubuhan, pencabulan, penelantaran anak, penganiayaan dan perebutan hak asuh anak," kata Ina saat diwawancarai pada Selasa (10/12/2024) sore.
Menurutnya, angka yang sama juga tercatat laporan kasus kekerasan di tahun 2024 yang juga mencapai 57.
"Ditahun 2024 angkanya sama seperti tahun 2023 yaitu 57 kasus. Dimana kekerasan anak laki-laki dan perempuan ada 31 kasus serta kekerasan terhadap perempuan dewasa ada 26 kasus,"
"Kalau untuk kekerasan anak-anak jenisnya ada pemerkosaan, penganiayaan dan pencabulan. Lalu untuk dewasa yaitu KDRT, perebutan hak asuh anak serta video porno," sambungnya.
Dikatakan dengan tingginya kasus kekerasan di Bumi Bende Seguguk, pihaknya berkolaborasi dengan unit PPA Polres OKI untuk melakukan pendampingan terhadap korban.
"Setiap kasus yang ditangani oleh unit PPA, kami turut serta lakukan penjangkauan kasus dan kami juga menerima langsung laporan langsung ke UPTD PPA," jelasnya.
Ditegaskan Ina, bahwa faktor-faktor mempengaruhi tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yaitu disebabkan maraknya kasus judi online yang terjadi di OKI.
Selain itu, juga faktor kekerasan dalam rumah tangga dan narkotika.
"Kalau narkoba ini mempunyai efek samping yang membuat si pelaku menjadi tidak normal, dan ada juga penyebab ekonomi yang menimbulkan tindakan KDRT," sebutnya.
Dia menghimbau bagi masyarakat yang telah menjadi korban kekerasan agar segera melaporkan kejadian ke UPTD PPPA OKI ataupun melalui call center 0822-7963-1774.
"Kami menghimbau masyarakat untuk segera melaporkan apa saja tindakan kekerasan baik fisik atau psikis ke kantor UPTD PPPA OKI,"
"Tentunya kami disini memiliki fasilitas seperti menyediakan pengacara, psikolog klinis dimana setiap kasus yang dialami korban akan kami tangani dengan baik dan selama 24 jam," pungkasnya.
PPPA-PPKB OKU Selatan Terima 21 Kasus
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (PPPA-PPKB), Kabupaten OKU Selatan menerima total 31 kasus kekerasan tehadap perempuan dan Anak.
Laporan kasus kekerasan tersebut diterima oleh PPPA di sepanjang tahun 2024, tercatat Januari-November 2024. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas (PPPA-PPKB) Ummu Manazilawati, melalui Chandra selaku Kepala UPTD PPA.
"Untuk jumlah kasus yang masuk dilaporan PPA periode Januari -November 2024 sebanyak 26 Kasus kekerasan terhadap anak, dan ada 5 kasus terhadap perempuan, kemungkinan di Polres lebih banyak lagi,"terangnya, Selasa (10/12).
Dari kasus tersebut, Chandra menjelaskan selai di masyarakat juga melaporkan ke Unit PPA Satreskrim Polres OKU Selatan. Namun tercatat di Dinas PPA dari 31 didominasi oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak.
"Dari 26 kasus kekerasan terhadap anak tersebut 21 diantaranya merupakan kekerasan seksual, 3 kekerasan fisik dan 2 kasus bullying,"bebernya.
"Sedangkan 5 kasus kekerasan terhadap perempuan semuanya merupakan kekerasan fisik/KDRT,"timpalnya.
Sebelumnya menurut Kepala Ummu PPPA-PPKB Ummu Manazilawati, mengungkapkan tingginya kekerasan seksual terjadi terhadap anak dipicu oleh beberapa faktor salah satunya karena pendidikan karena minimnya pengetahuan.
"Jadi faktornya itu, karena kurangnya ilmu pengetahuan, namun terkadang pengaruh pada cuaca sehingga di tempat-tempat cuaca dingin lebih dominan," tambahnya
Dinas PPPA-PPKB OKU Selatan, melalukan penanggulangan dengan sosialisasi ke sekolah-sekolah serta membentuk kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di tingkat Desa.
"Kita juga bekerjasama dengan Polres dan Kejaksaan untuk melaksanakan sosialisasi ke sekolah-sekolah di regional Kecamatan,"tandanya.
Dinas PPPA-PPKB juga menghimbau para orang tua khususnya di wilayah Kabupaten OKU Selatan, sama-sama menjaga anak-anak dilingkungan terdekat, mengedukasi agar tidak tejadi kekerasan terhadap anak.
PPA OKU Catat 16 Kasus Kekerasan Anak
UPTD (Unit Pelaksana Tehnis Daerah) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Ogan Komeirng Ulu mendata 16 Kasus Kekerasan Anak dan 8 KDRD sepanjang 2024.
Kadin Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ir Arman Msi didampingi UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Merry Herlina SE MM Selasa (10/12/2024) menjelaskan, laporan yang diterima dan sudah ditangani meliputi Anak sebanyak 16 kasus (pemerkosaan, pelecehan dan pencabulan).
Kemudian Perempuan: 8 kasus KDRT (Kekersan Dalam Rumah Tangga). Lebih jauh Arman menjelaskan, kasus-kasus yang masuk ke UPTD PPA Kabupaten OKU sudah mendapat pendampigan , kemudian konseling ke psikolog dan langsung didampingi apa bila ada anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
“ Intinya kami dampingi sampai kasusnya tuntas, termaduk apabila ada yang berhadapdan dengan hukum,” terang Arman.
UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Merry Herlina SE MM menjelaskan, pihaknya juga melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan kepada para orang tua untuk mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan terhadap anak.
Kasus Kekerasan Ibu dan Anak Turun
Kasus Kekerasan Anak di Indonesia khususnya di Kabupaten Muara Enim menurun jelang akhir Tahun 2024. Meskipun kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia pada tahun 2024 menurun, masih perlu adanya perhatian dari semua pihak terutama para orang tua dan keluarga terdekat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Muara Enim, Vivi Mariani didampingi Kepala UPTD PPA Kebupaten Muara Enim Arsika Saibana, Senin (9/12/2024) bahwa berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Muara Enim ditemukan bahwa pada tahun 2023, terdapat 57 kasus kekerasan terhadap anak yang terdiri dari perempuan 47 orang dan laki-laki 10 orang.
Sedangkan untuk kekerasan terhadap perempuan sebanyak 20 orang. Bila dibandingkan pada tahun 2024 (per tanggal 9 Desember 2024) jumlah kasus kekerasan terhadap anak menurun menjadi 29 kasus yang terdiri dari perempuan 15 orang dan laki-laki 14 orang. Sedangkan untuk kekerasan terhadap perempuan juga menurun menjadi 15 orang.
Lanjut Vivi, bahwa kekerasan terhadap anak merupakan salah satu masalah sosial yang masih banyak dijumpai di Indonesia khususnya Muara Enim.
Bentuk kekerasan ini dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, dan sosial. Dampaknya tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik dan mental anak, tetapi juga pada masa depan mereka. Sebelumnya, kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi, namun saat ini telah menunjukkan tren penurunan, tetapi perlu adanya upaya dalam pencegahan dan penanganan dari semua pihak termasuk orang tua dan keluarga terdekat.
"Turunnya kasus kekerasan ini sebenarnya masih tanda tanya, apakah benar-benar turun atau masyarakat masih takut melapor seperti malu karena aib, ketidaktahuan dan sebagainya. Sebab ini bisa saja seperti bom waktu yang sebenarnya banyak tapi belum muncul ke permukaan," ujarnya.
Ditambahkan Arsika, sebenarnya jika kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak naik belum tentu jelek malah sebaliknya.
Sebab hal tersebut bisa saja akibat kesadaran masyarakat meningkat dan lebih percaya dengan pemerintah dengan cara melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya ke instansi terkait.
Untuk itu, pihaknya terus melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat untuk berani melaporkan diri jika melihat ataupun menjadi korban kekerasan sehingga cepat ditanggulangi dan ditangani dengan mencarikannya solusi. Anak tidak boleh dilabeli secara fisik. Ini menjadi alarm bagi kita semua bahwa keluarga harus menjadi tempat yang aman bagi anak.
"Kalau untuk anak didominasi kekerasan seksual, fisik dan bulying. Kalau perempuan cenderung KDRT dengan faktor ekonomi," pungkasnya.
Oleh karena itu, lanjut Arsika, upaya pencegahan harus menjadi fokus utama termasuk memberikan pendidikan tentang perlindungan diri, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan.
Dan jika ada kekerasan di masyakat bisa segera melapor atau mendatangi UPTD Muara Enim di Jl SMB II Muara Enim dan melapor melalui telepon dan WA Hp : 081377601113 atau SAPA 129 pada waktu hari dan jam kerja.
"Tidak bayar alias gratis, nanti kita siapkan pendampingan," ujarnya.
Baca juga: LIPSUS : Korban Kekerasan Trauma Mendalam di Palembang, Perempuan Masih Sulit Mendapat Keadilan -1
Baca juga: Sepanjang Tahun 2024, Ada 34 Kasus Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Terjadi di Musi Rawas
Jangan Takut Melapor
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kota Prabumulih berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPA) Pemerintah kota Prabumulih, mengalami penurunan signifikan.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas PPKBPPA Pemkot Prabumulih, Eti Agustina SKM MKes kepada wartawan ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Senin (9/12/2024).
"Untuk kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani Dinas PPKBPPPA melalui UPTD PPPA hingga November 2024 sebanyak 9 kasus," ungkap Eti kepada wartawan.
Eti Agustina mengatakan jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya dimana di 2023 ada sebanyak 31 kasus dan di 2022 lalu sebanyak 16 kasus kekerasan terhadap anak.
"Itu jumlah untuk kekerasan terhadap anak, adapun kekerasan terjadi atau dialami seperti bullying, tawuran, kekerasan fisik dan pelecehan seksual," jelasnya.
Sedangkan untuk angka kekerasan terhadap perempuan di kota Prabumulih pada 2024 ada sebanyak 6 kasus kekerasan dan jumlah itu juga menurun dari dua tahun sebelumnya.
"Untuk 2023 sebanyak 13 kasus dan pada 2022 sebanyak 11 kasus kekerasan terhadap perempuan kita tangani. Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan dominasi KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)," bebernya.
Lebih lanjut perempuan berhijab ini mengaku, pendampingan yang dilakukan oleh pihaknya tidak hanya terkait bantuan hukum untuk memastikan para pelaku mendapatkan keadilan semata namun pendampingan terkait psikologi para korban.
"Selain mendampingi aspek hukum dengan memastikan para pelaku diadili agar memberi efek jera, juga pendampingan untuk pemulihan kondisi para korban," lanjutnya.
Selain data yang didamlingi tersebut Eti mengakui tentu ada para korban yang masih takut melapor, untuk itu pihaknya menghimbau agar masyarakat untuk ditak takut melapor kepada pihak berwenang.
"Dinas PPKBPPPA melalui UPTD PPA juga menerima layanan konsultasi, sebagai upaya untuk mencegah jangan sampai terjadi permasalahan pada anak dan perempuan termasuk KDRT," imbaunya.
Tercatat 50 Kasus di OKU Timur
Selama tahun 2024 Polres OKU Timur menerima laporan kasus kekerasan melibatkan perempuan dan anak sebanyak 50 kasus.
Sedangkan sepanjang tahun 2023 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak kasus 55 kasus.
Kapolres OKU Timur AKBP Kevin Leleury SIK MSi didampingi Kasat Reskrim AKP Mukhlis SH MH melalui Kanit PPA Bripka Yudhi mengatakan, dari 50 kasus ini yang telah selesai sebanyak 26 kasus. Lalu kasus yang masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan sebanyak 24 kasus.
Selanjutnya pihaknya terus berupaya untuk mencegah terjadinya kasus terhadap korban anak ini. Terutama kasus pencabulan, persetubuhan dan kekerasan terhadap anak.
"Kita Satreskrim khususnya unit PPA ini beberapa kali melakukan sosialisasi berkerjasama dengan Dinas PPA Kabupaten OKU Timur, dengan sasaran masyarakat di setiap kecamatan," katanya, saat dibincangi wartawan Senin (09/12/2024).
Lanjut kata dia, penyebab sering terjadinya kekerasan terhadap anak ini kebanyakan dari pergaulan atau lingkungan pertemanan anak-anak.
Lalu juga kurangnya pengawasan dari orang tua, serta kurangnya pendidikan yang didapat. Selain itu, ada juga sebagian dari korban yang keterbelakangan mental.
"Maka kami dari Polres OKU Timur selalu mengimbau kepada masyarakat atau orang tua agar memberikan pengawasan yang melekat terhadap pergaulan anak. Jangan cuek selalu perhatikan kemana anak pergi," ujarnya.
Lebih lanjut ia juga menyampaikan, dari lingkungan sekolah juga apabila anak terlihat atau ada indikasi melenceng, maka guru hendaknya melaporkan kepada orang tua atau wali murid.
"Tentunya hal ini dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Masyarakat juga harus berani untuk melaporkan tindak pidana terutama yang melibatkan perempuan dan anak.
"Bagi masyarakat yang menjadi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak jangan takut untuk melapor. Bisa melapor ke Polsek-polsek maupun ke Polres OKU Timur," bebernya.
Ia juga menyampaikan bahwa untuk menekan angka kekerasan perempuan dan anak peran masyarakat, sekolah, orang tua dan juga pemerintah sangat diperlukan dalam menekan kasus persetuhan anak dibawah umur.
"Ini bukan hanya tugas polri, namun juga merupakan tanggung jawab bersama semua elemen masyarakat," pungkasnya.
Adapun rincian 50 kasus kekerasan perempuan dan anak terdiri dari Kekerasan dalam rumah tangga 6 kasus, penelantaran dalam rumah tangga 2 kasus.
Lalu kekerasan anak dibawah umur 6 kasus, menyetubuhi anak dibawah umur 19 kasus, pencabulan anak dibawah umur 11 kasus.
Serta pemerkosaan 2 kasus, perzinahan 1 kasus, pencabulan 1 kasus, tindak pidana perdagangan orang 2 kasus.
Sedangkan pada tahun 2023 terdiri dari kekerasan terhadap anak 9 kasus, menyetubuhi anak dibawah umur 23 kasus.
Kemudian pencabulan terhadap anak dibawah umur 4 kasus, KDRT 6 kasus, pelecehan 1 kasus, TPPO 2 kasus, pornografi 1 kasus.
Data Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Ogan Komering Ulu 9 kasus
Ogan Komering Ilir 61 kasus
Muara Enim 30 kasus
Lahat 61 kasus
Musi Rawas 34 kasus
Musi Banyuasin 18 kasus
Banyuasin 28 kasus
Ogan Komering Ulu Selatan 17 kasus
Ogan Komering Ulu Timur 10 kasus
Ogan Ilir 56 kasus
Empat Lawang 3 kasus
PALI 31 kasus
Musi Rawas Utara 4 kasus
Palembang 30 kasus
Prabumulih 13 kasus
Pagar Alam 29 kasus
Lubuk Linggau 26 kasus.
*Sumber: Dinas PPPA Provinsi Sumsel
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.