Anak Anggota DPR RI Aniaya Pacar

Kagetnya Mahfud Md Tahu Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur usai Bunuh Pacar, Duga 3 Hal Janggal

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD dibuat terkejut dengan putusan Pengadilan Negeri(PN) Surabaya vonis Ronald Tannur bebas, sebut hakim tak profesional

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Youtube Mahfud MD Official
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD dibuat terkejut dengan putusan Pengadilan Negeri(PN) Surabaya vonis Ronald Tannur bebas, sebut hakim tak profesional 

TRIBUNSUMSEL.COM - Mantan Menko Polhukam sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD ikut dibuat terkejut dengan putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis Ronald Tannur bebas.

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penganiayaan hingga menewaskan Dini Sera Afrianti.

Dalam kasus ini, Dini tewas dengan luka memar di paha kiri dan beberapa luka lecet di kedua kakinya, Kamis (5/10/2023) dini hari.

Baca juga: Curhat Ujang Ayah Dini Korban Tewas Dianiaya Pacar, Sebut Hakim Dibayar Bebaskan Ronald Tannur

Diduga Dini tewas dianiaya oleh pacarnya sendiri seusai kencan di Blackhole KTV Surabaya.

Berdasarkan hasl penyidikan kepolisian, Gregorius Ronald Tannur ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Dini.

Mendengar putusan itu, Mahfud MD mengaku kaget karena pada saat kasus dugaan penganiayaan berujung kematian kekasih Ronald, Dini Sera Afrianti, mencuat ke publik respons dari PKB di mana orang tua Ronald bernaung dan menjadi legislator DPR RI serta pihak kepolisian dan kejaksaan meyakinkan bahwa Ronald bersalah.

Terlebih, menurutnya saat itu proses pembuktian dalam kasus tersebut tidak sulit mengingat bukti-bukti baik berupa video hingga hasil autopsi terungkap ke publik.

"Kok tiba-tiba ini, 8 bulan kemudian tahu-tahu bebas. Kita semua kaget," kata Mahfud di kanal Youtube Mahfud MD Official, Selasa (30/7/2024).

Dari kasus tersebut, Mahfud MD menduga putusan tersebut bisa terjadi karena tiga hal.

Pertama, kata dia, karena hakimnya tidak profesional.

Hal tersebut terindikasi dari bagaimana bukti-bukti penganiayaan yang belakangan mengakibatkan Dini tewas telah ditunjukkan di pengadilan.

Baca juga: Perlawanan Keluarga Dini Laporkan Ronald Tannur ke Komisi Yudisial, Rieke Diah Pitaloka Turun Tangan

Mahfud memandang secara akal sehat masyarakat bisa meyakini dengan jelas peristiwa penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada Dini tersebut telah terjadi.

Akan tetapi, kata dia, hakim memiliki penafsiran berbeda dengan akal sehat masyarakat terkait penyebab kematian Dini.

"Dugaan orang hakimnya tidak profesional. Bisa ya, bisa tidak. Ini bagian dari ironi penegakan hukum kita. Bisa saja memang hakimnya nggak benar. Semua orang tahu, public common sense kan sudah jelas bahwa itu ada penyiksaan, ada luka, ada autopsi dan sebagainya yang kemudian ditunjukkan di pengadilan," kata dia.

"Tetapi itu ditafsirkan oleh hakim itu tidak menyebabkan kematian, bukan itu yang menyebabkan kematian meskipun peristiwanya benar. Ya kan. Misalnya ada bahwa pendarahan itu tidak selalu menjadi penyebab kematian. Tetapi peristiwa kenapa pendarahan itu terjadi kan sudah ada," sambung dia.

Keluarga Dini Sera Afriyanti (29), korban tewas akibat dianiaya kekasih, Gregorius Ronald Tannur kini mendatangi Komisi Yudisial didampingi Rieke Diah Pitaloka
Keluarga Dini Sera Afriyanti (29), korban tewas akibat dianiaya kekasih, Gregorius Ronald Tannur kini mendatangi Komisi Yudisial didampingi Rieke Diah Pitaloka (Youtube KOMPASTV)

Kemungkinan kedua, kata Mahfud, putusan itu disebabkan konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum kurang cermat.

Namun ia meyakini jaksa penuntut umum membuat konstruksi dakwaan dengan benar.

"Saya sendiri percaya jaksanya benar. Tapi saya kan buka kemungkinan. Satu, yang paling mungkin kesalahan itu ada di hakim, tapi kita tidak boleh juga menyalahkan hakim. Mungkin juga jaksa," kata dia.

Kemungkinan ketiga, putusan tersebut disebabkan dari penanganan perkara di tingkat kepolisian.

Menurutnya, hal itu mungkin terjadi apabila polisi tidak betul-betul dapat meyakinkan jaksa pada saat pelimpahan berkas perkara.

"Ada juga (kemungkinan) di tingkat polisi, bisa saja. Ketika menyampaikan pada jaksa, mungkin tidak betul-betul meyakinkan tetapi disusun seakan meyakinkan. Itu bisa saja," kata dia.

Akan tetapi, Mahfud menilai penjelasan hakim masih meragukan terkait penyebab kematian Dini.

Menurutnya, rangkaian peristiwa sebelum Dini tewas juga seharusnya menjadi pertimbangan hakim.

"Tapi penjelasan hakim yang dimuat di media juga masih meragukan. Kalau dikatakan bahwa pendarahan tidak selalu menyebabkan kematian, kan bukan itu soalnya. Bahwa penganiayaan yang sangat luar biasa terjadi kan tidak hilang dari kesimpulan bahwa pendarahan itu tidak selalu menyebabkam kematian. Kan itu mencurigakan juga," kata dia.

"Hakim kenapa itu menjadi alasan untuk membebaskan? Apalagi kalau dakwaannya berlapis. Kan mestinya ada. Tapi oke, kita lihat perkembangannya," sambung dia.

Untuk itu menurutnya masih terdapat tiga pintu yang dapat ditempuh untuk memperjuangan keadilan bagi almarhum Dini dan keluarganya.

Pertama, kata dia, kasasi oleh kejaksaan.

Kedua, pemeriksaan Badan Pengawas Hakim di Mahkamah Agung.

Ketiga, penyelidikan Komisi Yudisial.

Dari ketiga pintu yang disebutkannya, Mahfud cenderung percaya kasasi dapat memberikan keadilan bagi keluarga korban.

Baca juga: 3 Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Dilaporkan ke KY, Keluarga Bawa Bukti Visum Bantah Konsumsi Miras

Hal tersebut, kata dia, mengingat sudah terdapat yurisprudensi di mana kasasi yang diajukan kejaksaan dimenangkan.

"Karena dulu pernah kasasi, jaksa berhasil dan luar biasa. Ketika anda tahu kasus Indosurya? Bebas murni katanya. Wah kita nggak terima, harus diperiksa lagi," kata dia.

"Dituntut lagi dari kasus lain yang terkait itu, biar tidak nebis in idem. Tapi sebelum itu kita harus kasasi. Begitu kasasi kan kena, kalau tidak salah 17 tahun. Artinya bisa yang bebas itu dihukum di tingkat MA," sambung dia.

Menurutnya kasus tersebut harus diungkap ke publik dan tidak bisa diabaikan.

Terlebih, putusan tersebut memicu opini di masyarakat yang menilai Ronald bisa bebas karena mendapat keistimewaan sebagai anak anggota DPR yang belakangan telah dinonaktifkan baik di partai maupun di DPR oleh PKB.

"Kalau hanya karena anak (anggota) DPR begitu, lalu diberi keistimewaan seperti itu, itu kan tidak boleh. Anak presiden pun tidak boleh. Apalagi anak anggota DPR saja," kata dia.

Keluarga Korban Minta Keadilan

Keluarga Dini Sera Afrianti kini meminta keadilan atas kematian korban setelah hakim vonis bebas terdakwa Ronald Tannur bebas.

Ujang, ayah korban kecewa lantaran Gregorius Ronald Tannur divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dari kasus penganiayaan.

Ayah dan adiknya kini mendapat pendampingan dari kuasa hukumnya, Dimas Yemahura dan DPR Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.

Tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani kasus kematian Dini Sera Afrianti dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY), di Jakarta, Senin (29/7/2024).

Sebelumnya, di Kantor KY, tampak ayahanda dari mendiang Dini, Ujang, bersama adik almarhumah, Alfika, dan kuasa hukum mereka, Dimas Yemahura.

Dimas, kuasa hukum pihak keluarga Dini mengatakan ngkah mengajukan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ini mereka lakukan untuk mencari keadilan.

"Kami melaporkan ke KY atas tiga majelis hakim yang melakukan pemeriksaan perkara terhadap GRT, yang kita tahu bersama sudah diputus bebas," kata Dimas, kepada wartawan di kantor KY, Jakarta, Senin pagi.

"Semoga tiga majelis hakim itu segera dilakukan pemeriksaan dan segera dilakukan penindakan dari KY," tambah dia.

Dimas menjelaskan, sejumlah bukti dibawa pihaknya untuk diserahkan ke KY.

Misalnya, gambar-gambar yang menunjukkan bahwa pertimbangan hakim yang digunakan dalam mempertimbangkan perkara ini sudah tidak benar.

"Kedua, kami juga membawa bukti-bukti berupa surat dakwaan yang berisi tentang hasil visum yang dikatakan bahwa hasil visum itu tidak menerangkan, (Dini) meninggal karena minum alkohol," jelas dia.

Selain itu, kata Dimas, barang bukti lainnya, yakni surat dakwaan jaksa yang menyatakan tidak ada niat dari Ronald Tannur untuk membawa Dini ke rumah sakit.

"Dan juga kami menunjukkan di dalam surat dakwaan itu, bahwa tidak ada niat tersangka GRT untuk membawa korban ke rumah sakit, sebagaimana yang dijadikan pertimbangan hakim PN Surabaya," ucapnya.

Rieke Diah Pitaloka Desak KY Cekal Ronald Tannur

Kini, keluarga Dini didampingi kuasa hukum dan anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka meminta keadilan dengan mengadu ke Komisi Yudisial.

Rieke Diah Pitaloka turut geram setelah mengetahui kabar vonis bebas tersebut.

Rieke yang merupakan Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) pun mendesak Komisi Yudisial (KY) dan institusi lain yang mengawasi kinerja hakim untuk mengusut tuntas vonis bebas Ronald Tannur yang menurutnya janggal.

"Ini keputusan bukan hanya tindakan pelaku yang ekstrem, tapi juga keputusan majelis hakim terindikasi mengandung kekerasan ekstrem dengan mengabaikan bukti CCTV, mengabaikan visum yang jelas-jelas mengatakan bahwa ada luka majemuk di tubuh korban, jadi tentu saja asas praduga tidak bersalah itu menjadi penting bagi KY maupun kita semua,namun penegakkan hukum ini yang terutama adalah rasa keadilan terhadap korban," ujar Rieke Diah Pitaloka di Komisi Yudisial, dilansir dari Youtube Kompas TV, Senin, (29/7/2024).

Sementara itu, pihak keluarga mengaku keputusan majelis hakim membebaskan Ronald tidak masuk diakal.

Pihak keluarga Dini, merasa ada kejanggalan terhadap putusan tersebut.

Pihak keluarga meyakini berdasarkan bukti CCTV dan visum hasil autopsi terindikasi kuat Dini meninggal karena kekerasan yang dilakukan Ronald Tannur.

"Minta hukum seadil-adilnya, gak masuk diakal bapak orang bodoh juga tahu, orang pintar apalagi, sekarang divonis bebas, apa-apaan hakim begitu," kata ayah korban.

"Kami mendesak agar terdakwa meskipun sudah ada putusan hakim, namun melihat perkembangan seperti ini agar Institusi yang berwenang agar melakukan pencekalan terhadap Gregorius Ronald Tannur untuk tidak pergi ke luar negeri," tegas Rieke Diah Pitaloka

Kejari Surabaya Ajukan Kasasi

Sebelumnya, Kasi Intelijen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana ikut menyoroti kebebasan Gregorius Ronald Tannur sebagai pembunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti.

Kejaksaan Negeri Surabaya menentang putusan vonis bebas Ronald digelar di PN Surabaya yang dibacakan oleh tiga Hakim, Rabu (24/7/2024) kemarin.

Dikutip dari TribunJatim.com, Kejaksaan Negeri Surabaya menyatakan akan mengajukan kasasi.

Upaya hukum itu diambil sebagai sikap agar putusan tersebut bisa diteliti hakim di tingkat Mahkamah Agung.

"Ada beberapa pertimbangan kami yang tidak diambil oleh hakim itu menjadi dasar kami mengajukan kasasi," ujar Putu Arya Wibisana Kasi Intel Kejaksaan Negeri Surabaya, Kamis (25/7/2024).

Putu menjelaskan beberapa poin-poin yang akan dituangkan dalam memori kasasi.

"Selain itu juga CCTV juga telah kami sampaikan, ada beberapa penganiayaan yang juga tampak dan memang tidak ada saksi lain yang bersama korban," imbuhnya.

Selain itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati mengaku kecewa dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya ang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Ronald Tannur.

Mia Amiati lantas berniat mengambil upaya kasasi sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku demi menegakan keadilan.

"Kami sangat kecewa, kami akan ajukan upaya hukum kasasi," kaya Mia Aminati dilansir dari Kompas.com, Kamis (25/7/2024).

Jaksa penuntut umum disebutnya sudah optimal menyampaikan bukti-bukti di persidangan yang mendukung dakwaan, yakni Pasal 338 KUHP, Pasal 351 KUHP, dan Pasal 359 KUHP.

Dalam persidangan, JPU juga membeberkan alat bukti berupa rekaman CCTV saat kejadian, surat visum et revertum (VER) yang menyebut luka di organ hati korban akibat dari benda tumpul, hingga bukti lindasan dari ban mobil kendaraan.

"Itu merupakan suatu bukti bahwa di situ ada fakta yang harus dipertimbangkan, tapi diabaikan oleh hakim," ujarnya.

Namun bukti tersebut tak membuat Ronald Tannur dinyatakan bersalah.

Terdakwa dianggap masih ada upaya melakukan pertolongan terhadap korban disaat masa-masa kritis.
Hal itu dibuktikan dengan upaya terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," kata hakim.

Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana menyebutkan, pertimbangan pertama adalah hakim meyakini tidak ada satupun saksi yang menyatakan penyebab kematian korban.

"Pertimbangan kedua, majelis hakim meyakini meninggalnya korban akibat dari alkohol yang berada di dalam lambung korban," terangnya.

 

(*)

Baca berita lainnya di google news

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved