Perempuan Dalam Islam

Apa Hukum Perempuan Haid Masuk Masjid, Berikut Ini Penjelasan 4 Imam Mazhab

Berkenaan dengan apa hukum perempuan haid masuk masjid, para ulama empat imam mazhab berbeda pendapat dalam menyikapinya.

Penulis: Vanda Rosetiati | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL
Apa hukum perempuan haid masuk masjid, ulama 4 imam mazhab berbeda pendapat. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Apa hukum perempuan haid masuk masjid, berikut ini akan diuraikan penjelasan dari 4 imam mazhab.

Sebelum membahas mengenai apa hukum perempuan haid masuk masjid, akan dibahas lebih dulu apa itu pengertian haid.

Dari risalah Lembaga Permuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI), dijelaskan dalam Fiqih Islam istilah menstruasi disebut juga dengan kata "haid.

Haid adalah masdar dari kata ha-dha, yahi-dhu, haidon, misalnya hadlatil mar’atu (perempuan itu sudah haid).

Secara bahasa haid adalah air yang mengalir.

Adapun menurut istilah syara’, haid ialah darah yang keluar dari ujung rahim perempuan ketika sehat, bukan semasa melahirkan bayi atau bukan semasa sakit. Dan darah tersebut keluar dalam masa yang tertentu.

Baca juga: Hukum Ghibah Saat Puasa Ramadhan, Hati-hati Bagi yang Suka Gosip

Ustaz M Fauzi Rachman dalam bukunya berjudul Haid Menghalangi ibadah? No way! akan menjawab pertanyaan mengenai apa hukum perempuan haid masuk masjid, ini penjelasan dari 4 imam mazhab.

Berkenaan dengan apa hukum perempuan haid masuk masji,  para ulama empat imam mazhab berbeda pendapat dalam menyikapinya.

Imam Malik dan pengikutnya tidak memberi peluang sedikit pun bagi mereka untuk memasukinya.

Imam Syafi'i dan sekian banyak ulama lain hanya membolehkan perempuan haid untuk sekadar berlalu, bukan menetap.

Sementara itu, Imam Daud Al-Zhahiri membolehkannya. Mereka beralasan dari pemahaman mereka atas firman Allah dalam Surah Al-Nu (4): 43 serta penilaian mereka terhadap beberapa hadis Nabi Saw.

Surah Al-Nisa' (4): 43 tersebut jika diterjemahkan secara harfiah adalah.

"Wahai orang-orang yang ber iman, janganlah mendekati shalat dalam keadaan mabuk sampai kamu dapat menyadari apa yang kamu ucapkan. Tidak juga junub, kecuali sekadar berjalan saja...."

Ada ulama yang menyisipkan kata "tempat" antara kata "mendekati" dan kata "shalat".

Menurut mereka, ayat tersebut berarti, "Jangan mendekati tempat shalat, kecuali sekadar berlalu, dan seterus- nya."

Ada juga yang tidak menyisipkan kata apa pun dan memahami kata berlalu dalam arti
"orang musafir yang tidak mendapatkan air". Dengan demikian, orang junub dalam keadaan musafir boleh bertayamum untuk shalat.

Ayat ini bagi mereka tidak dapat dijadikan alasan untuk melarang seorang pun yang junub berada di dalam masjid.

Imam Ahmad berpendapat bahwa orang yang junub boleh duduk di dalam masjid setelah ia berwudhu. Ini tentu untuk sekadar duduk, bukan shalat.

Sebagaimana dalam Surah Al-Nisa' (4): 43 berbicara tentang orang yang junub, yakni yang tidak suci akibat berhubungan seks atau keluar sperma, sedangkan yang haid tidak termasuk di dalam pengertian tersebut.

Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa haid lebih berat daripada junub, sehing- ga kalau orang yang junub saja telah dilarang, tentu apalagi yang haid.

Pendapat ini juga dikuatkan oleh beberapa hadis Nabi SAW, seperti yang diriwayat- kan oleh Ibnu Majah melalui Ummu Salamah bahwa Nabi SAW bersabda dengan suara keras.

"Masjid tidak dibenarkan (untuk dikunjungi oleh yang haid atau junub)".

Berkaitan dengan boleh tidaknya perempuan yang sedang haid masuk masjid, ditekankan bahwa penghormatan pada masjid menuntut melaksanakan tuntunan tersebut.

Namun, jika adal kebutuhan yang amat mendesak, agaknya berdiam diri di teras masjid dapat dibenarkan.

Pandangan ini, yaitu "kebutuhan mendesak tersebut, sekaligus dikuatkan oleh pandangan sebagian ulama yang membolehkan perempuan haid masuk masjid.

Di samping itu, ada ulama yang memahami larangan ini hanya berlaku khusus untuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Bahkan Imam Al-Syaukani berkata, "Larangan ini disebabkan oleh kekhawatiran terjadinya sesuatu (terhadap ke bersihan masjid) dari yang haid. Pendapat tersebut dianut oleh Zaid ibn Tsabit."

Dan tentunya, bila tidak ada lagi kekhawatiran dalam pandangan Zaid bin Tsabit, perempuan yang haid dapat ditoleransi untuk sekadar duduk di serambi masjid.

Itulah tadi pembahasan mengenai Apa Hukum Perempuan Haid Masuk Masjid, Ini Penjelasan 4 Imam Mazhab. Semoga memberikan manfaat. Wallahu 'alam.

Baca berita lainnya langsung dari google news

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved