Berita OKI

Mengenal Kerajinan Tirai Dari Pelepah Sawit, Hasil Tangan Turun Temurun Warga OKI

Pelepah sawit ternyata bisa diolah menjadi kerajinan tangan berupa tirai yang memiliki nilai ekonomis. 

TRIBUNSUMSEL.COM/WINANDO DAVINCHI
Tirai dari pelepah sawit hasil karya warga Desa Mukti Sari, Kecamatan Lempuing Jaya tengah, Kabupaten OKI, Sumsel 

TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG -- Pelepah sawit ternyata bisa diolah menjadi kerajinan tangan berupa tirai yang memiliki nilai ekonomis. 

Tirai dari pelepah sawit itu dihasilkan oleh masyarakat di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumsel.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan (BPS Sumsel) pada tahun 2020. Dari total luasan wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir 17.071 kilometer persegi (km⊃2;).

Di mana terdapat 412.720 hektar diantaranya merupakan area lahan perkebunan kelapa sawit. 

Tentunya hal tersebut menjadikan Bumi Bende Seguguk daerah dengan perkebunan kelapa sawit terluas Provinsi Sumatera Selatan.

Seluruh komponen pohon kelapa sawit mulai dari buah sawit, batang dan pelepah miliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat.

Salah satu yang bisa dimanfaatkan yaitu pelepah daun sawit yang bisa disulap menjadi kerajinan tirai atau yang biasa disebut bidai.

Seperti yang dilakukan sebagian penganyam tirai di Desa Mukti Sari, Kecamatan Lempuing Jaya adalah yang sudah menekuni pekerjaan sejak puluhan terakhir.

"Seingat saya mulai menganyam tirai sejak saya masih kecil atau sudah puluhan tahun lalu. Sekarang ini sudah masuk generasi kedua di turunkan ke anak saya," kata Sanah saat diwawancarai pada Senin (12/2/2024).

Baca juga: Nasib Alifia Soeryo Mahasiswi Indonesia Tewas Tertimpa Pohon 10 Ton Australia, Diusut Crime Stoppers

Disampaikan Sanah, pekerjaan ini telah berlangsung di desanya secara turun temurun. Bahkan memperolehnya ilmu menganyam tirai dari orangtuanya.

"Saya sendiri awalnya diajari itu Ibu,  di Desa ini juga hampir setiap rumah bekerja sebagai pengrajin atau penganyam kerai. Karena kebetulan disekitar sini dikelilingi kebun sawit," jelasnya.

Dijelaskan jika dirinya bertugas sebagai penganyam dan nantinya tirai yang sudah dianyam akan diambil oleh pengepul. Setelah itulah pengrajin baru mendapatkan upah.

"Kami hanyalah buruh saja, nanti ada pengepul yang ngambil kesini. Untuk upahnya per lembar tirai yang sudah jadi saya dibayar Rp. 3.500," tuturnya.

"Setahu saya harga jual dipasaran  wilayah sini sekitar antara Rp. 25.000 - Rp. 30.000 perlembar  tergantung kondisi pasar, ya itulah karena keuntungan sedikit jadi upah juga sedikit," ungkap dia.

Menurut Sanah dalam sehari, ia mampu menyelesaikan anyaman kurang lebih 7 hingga 10 lembar.

"Sudah terbiasa satu lembar tirai membutuhkan waktu selama 1 jam,  bila mulai menyanyam pagi sampai sore pernah dapat 10 lembar seharinya," tutur Sanah.

Masih katanya, tidak setiap hari pengrajin langsung mendapatkan uang. Dikarenakan pengepul akan mengambil tirai dan membayar upahnya jika jumlah yang selesai dianyam sudah banyak.

"Kalau mau dapat uang dan dibayar ya harus mengumpulkan tirai yang sudah dianyam sampai satu truk penuh itu baru bisa diambil oleh pengepul, jadi tirai yang sudah jadi ditimbun dan dikumpulkan terlebih dahulu di rumah," katanya.

Disebutkan untuk bahan utama pembuatan tirai yaitu pelepah sawit, di mana ada orang yang sudah mengiris tipis-tipis pelepah sawitnya.

Selanjutnya dijemur terlebih dahulu hingga kering dan nanti dijadikan satu gulungan yang berisi sekitar 250 ruas pelepah yang sudah diiris tipis.

"Jadi kami tinggal menganyam saja, satu gulung pelepah sawit jika dianyam hanya menghasilkan satu lembar tirai. Untuk mendapatkan bahan utama harus membeli dulu kepada para pencari pelepah sawit dengan harga Rp 14.000 per gulung," pungkasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved