Berita Palembang

Ombudsman RI Segera Panggil BPN Soal Pembebasan Lahan PT KAI di Kelurahan Kemang Agung Kertapati

Ombudsman RI Perwakilan Sumsel akan memanggil BPN soal status lahan serta pembebasan lahan PT KAI di Kelurahan Kemang Agung, Kertapati.

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/RACHMAD KURNIAWAN
Ombudsman RI Perwakilan Sumsel akan memanggil BPN soal status lahan serta pembebasan lahan PT KAI di Kelurahan Kemang Agung, Kertapati. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Ombudsman RI Perwakilan Sumsel akan memanggil Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengklarifikasi dan memberikan penjelasan soal status lahan serta pembebasan lahan PT KAI di Kelurahan Kemang Agung, Kertapati.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Sumsel M Adrian Agustiansyah mengatakan, pasca pemanggilan pihak PT KAI Divre III Palembang beberapa hari lalu, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil BPN untuk menjelaskan perihal lahan milik PT KAI.

"Kami sudah ke lokasi sekali dan panggil PT KAI Divre III. Selanjutnya sedang kami usul untuk memanggil BPN untuk mengklarifikasi karena banyak masyarakat yang melapor. Dan juga PT KAI yang menganggap tanah yang ditempati warga adalah lahan mereka sejak tahun 1912. Nah dari pandangan BPN bagaimana," ujar Adrian ketika dikonfirmasi, Jumat (6/10/2023).

Adrian menerangkan berdasarkan keterangan PT KAI Divre III, nantinya lahan seluas 19,1 hektar itu akan dibangun stockpile dan dermaga Pelabuhan Batubara. Ini adalah bagian dari Proyek Prioritas Nasional.

"Terlepas masyarakat disana menempati sudah puluhan tahun, mereka (PT KAI) beranggapan bahwa lahan tersebut adalah warisan jaman Hindia Belanda, " katanya.

Baca juga: Polisi Kembali Ringkus Pelaku Pengeroyokan di Talang Putri Plaju, Total 3 Orang Diamankan

KAI menganggap bahwa tanah yang saat ini ditempati oleh warga adalah tanah PT KAI berdasarkan Grondkaart Tahun 1912 yang pada saat itu dikuasai oleh Staat Spoorwagen dan telah dilegalkan oleh Kadaster Badan Pertanahan zaman Kolonial Belanda.

Kendati demikian, Adrian menerangkan berdasarkan aturan hukum positif yang berlaku PT KAI mesti menguasai lahan itu dan diurus ke pengadilan.

"Dalam aturannya, status tanah tersebut bisa dimanfaatkan sesuai UU Agraria ketika PT KAI menguasai lahan itu. Dan harus tetap diurus prosesnya ke pengadilan, tidak bisa lahan mereka 200 meter dari rel kereta api kiri-kanan yang mulanya terbengkalai puluhan tahun tiba-tiba diambil. Ini yang jadi gejolak di masyarakat, juga jadi beda persepsi antara PT KAI dan masyarakat, " tuturnya.

Karena itulah, PT KAI memberikan uang sebagai bentuk kompensasi kepada masyarakat yang rumahnya tergusur berkisar Rp 50 ribu per meter untuk bangunan rumah semi permanen hingga Rp 500 ribu untuk rumah permanen.

"Pembayaran yang diberikan PT KAI bukanlah konsep ganti rugi, melainkan kompensasi. Kalau ganti rugi mesti berdasarkan harga pasaran tanah disana, " ujarnya.

Untuk saat ini sudah 80 persen masyarakat yang sudah selesai negosiasi dengan PT KAI, kini tersisa 20 persen lagi yang berkisar 47 rumah yang masih belum ada kesepakatan.

Dia menambahkan, setelah mendapat penjelasan dari BPN, Ombudsman akan cek ke lokasi lagi dan memberitahu masyarakat untuk melengkapi keterangan.

"Jika sudah cukup akan kami tarik kesimpulan, mudah-mudahan dalam minggu ini bisa selesai. Supaya proses laporannya tidak lama, " tandasnya.

Tak Manusiawi

Sebelumnya, permasalahan warga di Jalan Abi Kusno CS RT 24 Kelurahan Kemang Agung Kecamatan Kertapati, Palembang dengan pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI), terkait ganti rugi lahan dan bangunan untuk pembangunan Jalur Rel Kereta Api Angkutan Batu Bara, belum menemui titik temu.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved